Minggu, Oktober 6, 2024

Ketidaklayakan Fit and Proper Test Calon Anggota KY

Refki Saputra
Refki Saputra
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang.
Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki (kanan) didampingi Dekan Fakultas Hukum Ubaya Yoan Nursari Simanjuntak (kiri) menjawab pertanyaan dari mahasiswa ketika memberikan kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya) Surabaya, Jawa Timur, Senin (23/11). ANTARA
Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki (kanan) didampingi Dekan Fakultas Hukum Ubaya Yoan Nursari Simanjuntak (kiri) menjawab pertanyaan mahasiswa pada kuliah umum di Fakultas Hukum Universitas Surabaya (Ubaya), Surabaya, Jawa Timur, Senin (23/11). ANTARA

Belum lama ini Komisi III DPR RI selesai menyelenggarakan proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon anggota Komisi Yudisial. Hasilnya, dua dari tujuh nama yang diajukan oleh panitia seleksi, yakni mantan hakim konstitusi Dr. Hardjono dan Wiwiek Awiati (akademisi), ditolak DPR. Alasannya, kedua orang tersebut tidak memenuhi syarat integritas dan jawaban masing-masing pada saat uji kelayakan tidak sesuai dengan konstitusi.

Secara normatif, penolakan dua nama tersebut memang sesuai dengan amanat putusan Mahkamah Konstitusi No. 16/PUU-XII/2014. Jika sebelumnya calon anggota KY dipilih sebanyak 7 orang dari 21 nama yang diajukan pansel, melalui putusan MK tersebut DPR hanya menyetujui atau tidak menyetujui saja calon yang diajukan. Dalam hal ini, pansel cukup mengajukan 7 nama untuk mendapat persetujuan oleh DPR.

Namun, dalam tataran praktis, penolakan beberapa nama tersebut perlu ditinjau lebih jauh dalam beberapa aspek. Pertama, apa indikator atau dasar bagi DPR untuk menyetujui atau menolak calon. Kedua, bagaimana mekanisme formil dalam pengambilan keputusan untuk menyetujui atau tidak menyetujui tersebut. Ketiga, bagaimana pansel merespons ketidaksetujuan DPR terhadap beberapa nama yang diajukan agar pengisian anggota KY tetap berjalan sesuai jadwal.

Terkait dengan indikator penilaian, jelas dalam penolakan dua nama ini DPR tidak memiliki alat ukur untuk menentukan seorang calon dapat disetujui atau tidak disetujui sebagai anggota KY. Alasan bahwa calon memiliki masalah integritas tidak dapat diterima karena calon-calon yang lulus ke DPR telah melewati tahapan penelusuran rekam jejak oleh pansel. Kalaupun proses itu dilakukan, artinya DPR mengulang tahapan yang sudah diamanatkan kepada pansel dengan anggaran yang memang sudah disediakan untuk itu. Maka, sebenarnya forum fit and proper test bukan lagi tempat untuk menguji integritas calon karena proses tersebut sudah selesai dilaksanakan di tingkat pansel.

Sebagai lembaga politik, objek penilaian terhadap calon-calon pejabat publik yang diajukan ke DPR adalah performa calon secara politik. Secara sederhana DPR tak lagi menilai kapasitas ataupun integritas calon, melainkan tingkat keterpilihan calon secara politik. Yakni, DPR harus menggali visi atau agenda setting apa yang akan diusung calon sebagai seorang pejabat pada lembaga yang akan dia duduki. Beberapa model pengusulan pejabat publik sudah melibatkan panel ahli untuk menguji kapasitas calon, dan lagi-lagi itu dilaksanakan di tingkat pansel.

Dalam beberapa forum ilmiah, Jimly Asshidiqie pernah berujar mengenai hak konfirmasi (right to confirm) yang dimiliki oleh parlemen, yang merupakan perwujudan fungsi pengawasan dalam bentuk pernyataan kesetujuan atau ketidaksetujuan. DPR seharusnya melakukan political election yang mengedepankan ideologi atau visi calon. Dengan demikian, dalam ruang tersebut akan terlihat arah perjuangan seorang pemimpin politik, bukan technical selection seperti dilakukan pansel yang merupakan pekerjaan teknis birokratis.

Selain masalah integritas, ketidaksetujuan juga didasarkan dari jawaban-jawaban kedua calon yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi. Publik tidak mengetahui dari mana kesimpulan ini didapat, karena hanya dinyatakan oleh ketua Komisi III di akhir proses uji kelayakan yang memutuskan menolak dua nama tersebut. Dalam mekanisme persetujuan, seharusnya pernyataan ketidaksetujuan dinyatakan alasannya secara tertulis kepada Presiden, seperti halnya dalam pengangkatan Panglima TNI (Pasal 13 ayat 8 UU No. 34 Tahun 2004).

Keputusan penolakan dua dari tujuh calon yang diuji pun diambil secara aklamasi oleh sebanyak 53 anggota atau 10 fraksi di Komisi III. Proses ini sangat tidak akuntabel karena pada saat uji kelayakan berlangsung, jumlah anggota Komisi III yang hadir tidak lebih dari 10 orang (hukumonline.com, 20/10). Hal ini memperkuat dugaan bahawa setiap calon pejabat publik yang diuji di DPR pada dasarnya sudah diputuskan oleh fraksi. Sementara itu, proses uji kelayakan tidak lebih hanya sebuah formalitas belaka.

Sebagai lembaga perwakilan rakyat, sudah sepantasnya setiap anggota DPR memiliki otoritas dan kemandirian untuk mengambil keputusan. Walau tak bisa menafikan adanya keputusan fraksi, kehadiran anggota DPR pada saat uji kelayakan berlangsung penting untuk mempengaruhi pendapat fraksi agar menyetujui atau tidak menyetujui calon pejabat yang diajukan. Artinya, proses deliberasi atau musyawarah melalui perdebatan ide dan gagasan tetap dilakukan.

Kehadiran dalam proses uji kelayakan memungkinkan masing-masing anggota memiliki argumentasi untuk menyatakan kesetujuan atau ketidaksetujuannya terlepas mekanisme apa yang digunakan dalam pengambilan keputusan. Baik lewat aklamasi maupun voting, masing-masing anggota dapat memberikan catatan untuk digunakan sebagai keputusan Komisi III yang nantinya akan diserahkan kepada Presiden jika calon yang diuji nantinya ditolak.

Dengan demikian, panitia seleksi memiliki pegangan untuk mengirimkan calon pengganti yang dinyatakan ditolak dengan argumentasi tertentu. Hal ini akan meminimalisasi kemungkinan DPR menolak kembali calon pengganti yang diajukan. Lebih jauh dari itu sebenarnya, agar pengangkatan pejabat publik yang dilakukan dapat lebih akuntabel sehingga dapat menghasilkan orang-orang tepat untuk mengemban tugas negara karena diuji melalui mekanisme yang patut dan layak.

Refki Saputra
Refki Saputra
Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.