Pada saat mata semua orang tertuju kepada Gaza, perkembangan serius pada saat yang sama terjadi di Tepi Barat. Peristiwa ini menciptakan fakta-fakta baru di lapangan. Banyak hal yang tidak dapat diubah. Para pemukim Yahudi melihat perang di Gaza sebagai kesempatan untuk melakukan perubahan mendasar di Tepi Barat.
Mereka melakukan hal-hal yang tidak akan pernah mereka lakukan dalam situasi normal. Mereka menyalahgunakan, menyerang dan merusak properti warga Palestina dengan cara-cara yang lebih keras daripada sebelumnya. Pasukan Pendudukan Israel (IDF) tidak hanya gagal menghentikan mereka tetapi dalam banyak kasus telah mendukung tindakan para pemukim ini untuk bertindak agresif dan melawan Palestina dengan kekuatan mematikan yang berlebihan.
Kedua perkembangan tersebut saling berkaitan dengan hasil yang sama, yaitu memaksa warga Palestina meninggalkan desa dan tanah mereka, khususnya di dua tempat yakni Bukit Hebron Selatan dan Lembah Jordan Utara. Di sana, warga Palestina yang sama sekali tidak berdaya—masyarakat gembala tanpa sarana untuk melindungi diri mereka sendiri—telah menjadi korban dari apa yang pada dasarnya merupakan tindakan pengusiran yang tidak dibicarakan oleh siapa pun di Israel.
Sejak perang dimulai pada 7 Oktober, penduduk dari 16 komunitas gembala di Bukit Hebron Selatan telah dipaksa untuk meninggalkan desa mereka di bawah ancaman dari pemukim Israel. Di Lembah Jordan Utara, 20 keluarga telah meninggalkan desa mereka karena alasan yang sama.
Sementara itu, semakin banyak orang Palestina dibunuh, hampir setiap hari, di seluruh Tepi Barat. Banyak dari mereka tidak bersalah dari pelanggaran apa pun. Di daerah Tul Karm saja, 50 orang telah terbunuh sejak 7 Oktober. Di daerah Ramallah lebih dari 30 telah terbunuh. Banyak korban ditembak mati oleh pemukim Israel yang jari-jarinya lebih ringan dari sebelumnya. Mereka mengetahui tidak akan menghadapi konsekuensi di tengah perang antara Gaza dan pemerintahan sayap kanan ekstrem yang berkuasa.
Pihak IDF juga menembak orang-orang Palestina. Serangan udara mematikan terus berangsung pada konsentrasi orang-orang yang padat, seperti di kamp-kamp pengungsi dekat Jenin dan Tul Karm. Pembunuhan mendatangkan kehancuran. Gideon Levy dan Alex Levac melaporkan minggu lalu bahwa kerusakan yang terjadi pada kamp pengungsi Jenin telah mengubahnya menjadi Gaza kecil (Haaretz, 8 Desember). The Washington Post menggambarkannya dalam dengan istilah yang sama dalam laporan khusus dari Jenin.
Di Lembah Jordan Utara, IDF telah memainkan peran dalam semua ini, misalnya, dengan mencegah pasokan air ke penduduk desa di daerah tersebut selama beberapa hari (Haaretz, 15 Desember). Untuk situasi ekonomi yang sudah sulit yang timbul dari larangan buat orang-orang Palestina Tepi Barat yang bekerja di Israel, puluhan kendala internal tambahan bermunculan sejak perang yang semakin menghancurkan kehidupan orang-orang Palestina.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memang sudah gagal. Sekarang, dengan dukungan yang diberikan kepada para pemukim Israel dan IDF, dan retorika berbisa terhadap otoritas Palestina, Netanyahu mendorong Israel untuk muncbagi munculnya front kedua di Tepi Barat.