Sabtu, April 20, 2024

Politik “Kamuflase” Trump di Asia

Moddie Wicaksono
Moddie Wicaksono
Pegiat GASPOLIAN (Gerakan Sadar Politik Internasional) Yogyakarta.
Presiden Donald Trump berpose dengan PM Australia Malcolm Turnbull, Presiden Vietnam Tran Dai Quang, Presiden China Xi Jinping di Danang, Vietnam. (APEC 2017 National Committee/AFP)

Lawatan Donald Trump di Asia telah berakhir. Rentetan perjalanan yang menghabiskan waktu 12 hari menuai reaksi bermacam-macam dari dunia internasional. Ada yang mengapresiasi. Ada pula yang mengutuk.

Namun, yang pasti, rekor telah diciptakan oleh Trump. Perjalanan ke Asia yang dilakukannya merupakan perjalanan luar negeri terlama sepanjang sejarah Presiden AS. Tentu akan muncul banyak pertanyaan. Seberapa penting Asia di mata Trump? Apa agenda Trump selama berada di Asia?

Perlu diketahui, Trump melakukan lawatan Asia ke lima negara. Di antaranya ke Jepang, Korea Selatan, China, Vietnam, dan Filipina. Tiga negara awal merupakan wilayah Asia Timur, sedangkan dua lainnya adalah wilayah Asia Tenggara. Mengapa lima negara tersebut yang dipilih Donald Trump?

Denuklirisasi

Sudah menjadi rahasia umum bahwa kedatangan Trump ke tiga negara awal, yaitu Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok, untuk mengajak berkompromi tentang nuklir Korea Utara. Trump ingin mengingatkan bahwa yang dilakukan Korut dengan nuklirnya bisa mengancam perdamaian dunia. Dan jelas, tugas AS melalui politik luar negerinya untuk menjaga stabilitas perdamaian dan keamanan. Akankah semudah itu membujuk ketiga negara tersebut?

Di antara ketiga negara tersebut, Jepang dan Korsel adalah dua negara yang benar-benar khawatir akan bahaya nuklir. Shinzo Abe yang baru saja terpilih kembali menjadi Perdana Menteri Jepang berupaya merangkul AS agar program denuklirisasi Korut dapat terwujud secara nyata. Ini pun dibuktikan dengan membentuk aliansi yang ditandai secara simbolis melalui topi. Tulisan pada topi tersebut adalah ”Donald & Shinzo make alliance even greater.”

Bak gayung bersambut, Korsel pun menganggap apa yang dilakukan Trump merupakan jalur yang benar. Nuklir dapat mengancam keselamatan penduduk dunia. Namun, sejatinya, jika menengok agak sedikit ke belakang, Trump sanksi dengan apa yang dilakukan Korsel dalam mengatasi nuklir Korut. Trump secara terang-terangan mengatakan bahwa Moon Jae-in kurang becus dalam menangani problematika Semenanjung Korea.

Meski begitu, dalam pertemuan antara Moon dan Trump terlihat mereka sangat berkeyakinan ingin membasmi nuklir Korut. Lain Jepang dan Korsel, China agaknya harus dilalui dengan pendekatan yang berbeda oleh Trump. China adalah sekutu dekat Korut dan ini yang perlu diwaspadai oleh Trump. Akankah China benar-benar tulus membantu AS dalam mengatasi nuklir?

Apalagi Trump terlihat menggebu-gebu ketika pertemuan bilateral dengan Xi Jinping. Ia secara khusus menginginkan dan meminta China agar memutuskan hubungan diplomatik dengan Pyongyang. Selain itu, ia meminta pula agar China beserta Rusia memutuskan segala bentuk hubungan dagang dengan Pyongyang. Maukah China menuruti apa yang diminta oleh Trump?

Saya kira, China akan memainkan politik dua kaki dalam menghadapi peristiwa Semenanjung Korea. China sadar bahwa Korut adalah komoditas utama nan empuk dalam kaitannya dengan hubungan dagang. Tentu tidak akan mudah bagi China untuk memutuskan hubungan dagang secara sepihak.

Investasi Perdagangan

Selain membincangkan nuklir, ada iming-iming berupa kesepakatan dagang terhadap ketiga negara tersebut. Dengan China, AS menyepakati hubungan dagang dengan nilai US$250 miliar. Sedangkan terhadap Korsel, AS mengumumkan ingin berkolaborasi melalui 64 proyek bersama yang ditaksir nilainya mencapai US$17 miliar. Itu masih ditambah dengan investasi berupa US$58 miliar untuk bidang jasa dan US$23 miliar untuk bidang energi.

Tidak hanya itu, AS juga melakukan mutual agreement dengan Jepang. Isinya adalah membuat komitmen bersama untuk saling menyeimbangkan neraca perdagangan. Selain itu, ada kerjasama berupa inovasi pengetahuan dan kendaraan bermotor.

Sikap jor-joran untuk masalah perdagangan tidak hanya ditunjukkan Trump di kawasan Asia Timur. Dengan Vietnam dan Filipina, ada tiga fokus yang ingin dicapai AS melalui politik luar negerinya, yaitu peningkatan kerjasama ekonomi, jaminan keamanan regional, dan memperkuat aliansi Asia Pasifik. Secara khusus, ia ingin mengubah Trans-Pacific Partnership (TPP) yang pernah dirancang Barrack Obama menjadi hubungan bangsa Indo-Pasifik.

Sebenarnya, jika ditelisik lebih jauh, tak ada pernyataan yang jelas dengan apa yang dimaksud hubungan Indo-Pasifik. Trump hanya menjelaskan pada kunjungannya di Vietnam bahwa ia ingin menggelorakan semangat American First dengan membangun hubungan dagang secara berkelanjutan. Saya kira ini hanya persoalan nama karena kalaupun ingin membangun hubungan dagang baik di antara negara Asia Pasifik, Barrack Obama juga telah melakukan hal serupa.

Di Vietnam itu pula, Trump untuk pertama kalinya mengikuti pertemuan APEC. Tampaknya Trump mencoba menegaskan dirinya bahwa AS sangat ingin membangun kesepakatan hubungan dagang kepada negara-negara ASEAN. Namun, secara khusus Trump memberi perhatian lebih kepada Filipina terkait sengketa Laut China Selatan. Trump hanya berharap permasalahan tersebut ditempuh melalui perundingan di meja peradilan.

Trump ingin membangun citra di Asia bahwa AS mampu memberikan jaminan kemanan dan stabilitas regional bagi seluruh negara yang masuk pada kawasan Asia Pasifik. Perlu disadari oleh negara-negara tersebut bahwa kebijakan luar negeri AS sungguh tak mampu diprediksi. Ini bisa dilihat ketika saat pertama kali terpilih menjadi presiden AS, Trump mewanti-wanti terhadap China terkait saingan utama dalam neraca perdagangan.

Apalagi mengutip pernyataan Harry Kazianis, Direktur Studi Pertahanan, bahwa sejatinya kedatangan Trump hanya ingin fokus blokade dan sanksi terhadap Korea Utara. Tampaknya Trump sungguh-sungguh muak selepas perkataan Kim Jong Un bahwa Trump adalah “pria tua” tempo hari.

Tapi, jika menilik pernyataan Kim Jong Un bahwa sebenarnya AS hanya ingin melakukan provokasi kepada Korut bisa jadi benar adanya. Sebab, sesungguhnya Trump bukan untuk mengkompromikan dunia perdamaian tetapi mengkompori dunia pertikaian.

Kolom terkait:

Jalan Terjal Kim Jong Un dan Korea Utara

Di Balik Kenekatan Korea Utara Menerjang Sanksi

Made in America: Jurus Baru Trump

Amerika dan Kebijakan Ekonomi Trump yang Mengkhawatirkan

Moddie Wicaksono
Moddie Wicaksono
Pegiat GASPOLIAN (Gerakan Sadar Politik Internasional) Yogyakarta.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.