Jumat, April 26, 2024

Hijrah sebagai Dalil Perekrutan ISIS

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
A man takes a photograph of his friend as thick smoke rises from a fire, which broke out at oil wells set ablaze by Islamic State militants before they fled the oil-producing region of Qayyara, Iraq, January 28,2017. REUTERS/Muhammad Hamed TPX IMAGES OF THE DAY *** Local Caption *** Seorang pria mengambil foto temannya saat asap tebal dari api, yang keluar dari sumur minyak yang dibakar oleh militan Islamic State sebelum mereka melarikan diri dari wilayah produksi minyak Qayyara, Irak, Sabtu (28/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Muhammad Hamed/cfo/17
Seorang pria mengambil foto temannya tak jauh dari asap tebal dari api, yang keluar dari sumur minyak yang dibakar oleh militan ISIS sebelum mereka melarikan diri dari wilayah produksi minyak Qayyara, Irak, Sabtu (28/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Muhammad Hamed/cfo/17

Selain jihad, hijrah adalah salah satu kosakata yang kuat dalam propaganda militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Hijrah dan jihad ibarat satu tarikan nafas, keduanya tak terpisahkan bagi ISIS. Mereka memiliki jargon “tiada kehidupan tanpa jihad dan tiada jihad tanpa hijrah”.

Hijrah berasal dari bahasa Arab yang berarti pindah, dari satu negeri ke negeri lain. Istilah Hijrah dalam tradisi Islam adalah keberangkatan Rasulullah SAW dan pengikutnya dari “tanah airnya”, Mekkah, menuju Madinah (622 M) karena kekerasan pembesar Quraisy terhadap umat Islam.

Eksodusnya Rasulullah SAW bersama pengikutnya ke Madinah adalah peristiwa hijrah kedua dalam sejarah Islam. Karena terus terzalimi di Mekkah, umat Islam oleh Rasulullah SAW (615 M) disarankan hijrah ke negeri Habasyah (Ethiopia) mencari suaka politik kepada Raja Habasyah.

Peristiwa ini merupakan hijrah dari negeri yang zalim (Dar al-Zulm) ke negeri yang adil (Dar al-‘Adl). Negeri yang adil adalah negeri yang dipimpin oleh penguasa yang memberikan jaminan kebebasan untuk menjalankan tuntunan agama, meskipun pemimpinnya non-Muslim seperti Raja Habasyah.

Hijrahnya Nabi SAW menandai awal Islam sebagai agama. Peristiwa ini juga kemudian menjadi acuan tahun pertama dalam penanggalan Islam, selanjutnya dinamakan kalender Hijriyah. Serupa term jihad, di tangan agamawan ISIS, kelompok ini dengan genius melukis istilah hijrah menjadi doktrin organisasi yang memiliki implikasi yang berbahaya.

Belum lama ini ada satu keluarga WNI dideportasi pemerintah Turki setelah diketahui mencoba “hijrah” ke Suriah bergabung ISIS (24/1/2017). Kejadian ini bukan hal yang baru di negeri ini, kasus serupa beberapa kali terjadi di mana WNI nekat berangkat bergabung ISIS.

Harus diakui masih ada kalangan umat Islam di berbagai penjuru dunia yang mengimpikan Khilafah. Bagi mereka, Khilafah adalah satu-satunya institusi atau entitas politik yang bisa mempersatukan umat Islam seluruh dunia (Azyumardi Azra 2014). Kalangan ini paling rentan diseret dalam arus propaganda ISIS.

ISIS tidak mau membuang waktu. Tak lama setelah mendeklarasikan khilafah, mereka tancap gas mengkampanyekan hijrah. Dabiq nama majalah berbahasa Inggris yang diproduksi ISIS, pada edisi pertama (5/7/2014) berjudul The Return of Khilafah, memuat seruan “imam besar” ISIS Abu Bakar Al Baghdadi. “Angkat kepala kalian tinggi-tinggi, sejak hari ini kalian memiliki negara khilafah, yang mengembalikan martabat kalian… Ini adalah saat di mana orang Arab dan non-Arab, orang kulit putih dan orang kulit hitam, orang Timur dan orang Barat adalah saudara.”

“Oleh karena itu, bersegeralah wahai kaum muslimin ke Daulahmu, ya ini Daulahmu, bersegeralah karena Suriah bukan untuk orang Suriah, dan Irak bukan untuk orang Irak,” kata Al-Baghdadi. Al-Baghdadi meyakinkan pembaca Dabiq bahwa hijrah ke tanah Khilafah adalah kewajiban agama.

Editorial Dabiq edisi dua (27/8/2014) menulis tentang prioritas pertama setelah Khilafah berdiri adalah hijrah. “Bersegeralah ke naungan Daulah Islam bersama orangtuamu, saudara, pasangan dan anak-anakmu. Ada rumah di sini untukmu dan keluargamu. Engkau dapat menjadi kontributor utama pembebasan kota Mekkah, Madinah, dan Al-Quds. Apakah engkau tidak suka pada hari kiamat nanti termasuk orang dengan predikat amal besar ini?” kata tim Dabiq.

Propaganda hijrah ala ISIS semakin bergemuruh dalam terbitan Dabiq edisi tiga (10/9/2014), dengan judul sampul “A Call to Hijrah”. “Jika Anda pergi ke medan perang al-Raqqah, al-Barakah, al-Khayr, Halab,” penulis Dabiq ini menjelaskan dengan mengacu pada benteng ISIS saat ini, “Anda akan menemukan tentara dan komandan dengan bermacam-macam warna kulit, bahasa, dan tempat asal: para Najdi (Arab Saudi), Yordania, Tunisia, Mesir, Somalia, Turki, Albania, Chechnya, Indonesia, Rusia, Eropa, Amerika”.

ISIS ingin pembaca percaya bahwa umat Islam di beberapa negara telah banyak yang berhijrah. Pada Februari 2015 beredar buku panduan bagi mereka yang ingin hijrah ke Suriah bergabung ISIS. Buku setebal 50 halaman tersebut berjudul Hijrah to the Islamic State, berisi bagaimana cara untuk mencapai Suriah, rute perjalanan, dan apa yang perlu dibawa.

Diceritakan dalam buku tersebut, salah satu rute teraman untuk menuju Suriah adalah melalui Turki. Jaringan ISIS di Turki nanti akan membantu langkah “imigran” ini menyeberang perbatasan Suriah.

Buku hijrah ISIS juga berisi testimoni para warga asing asal Saudi, Bahrain, Inggris, dan Amerika yang berhasil bergabung ISIS.

“Meskipun buku ini bergaya amatir, ia memiliki implikasi yang berbahaya. Dari segi grafik dan gaya penulisan menunjukkan penulisnya memang mengincar muda-mudi. Buku ini ditulis seperti buku panduan wisata” kata Charlie Winter, pengamat kontraterorisme di Quilliam Foundation.

Doktrin Hijrah ISIS juga menyasar kalangan perempuan. Dalam Dabiq edisi 8 (30/3/2015) seorang penulis dengan nom de guerre (nama perang) Ummu Sumayyah Al-Muhajirah menulis tentang kewajiban kaum muslimah untuk hijrah ke Daulah Islam (ISIS), sekalipun tanpa suami atau mahram. Hal ini tidak lazim di kalangan kaum ekstremis arus utama. Abu Muhammad al- Maqdisi, Godfather gerakan Salafi Jihadi, mewanti-wanti kaum muslimah yang hendak hijrah ke Suriah harus disertai mahram.

ISIS meradikalisasi dan merekrut umat Islam di seluruh dunia untuk dijadikan ekstremis dengan jumlah yang fantastis atas nama hijrah. Mereka berduyun-duyun datang ke negara gadungan yang disebut Khilafah.

Di bawah ISIS, hijrah telah jauh dari makna sebelumnya. ISIS hanya memahami sekadar migrasi fisik berjihad, di mana arti jihad juga dipahami dengan sempit (militeristik). Hijrah yang awalnya migrasi damai muslim ke negeri, di mana mereka akan terhindar penganiayaan, kini telah dibajak oleh militan.

Iqbal Kholidi
Iqbal Kholidi
Penulis adalah pemerhati terorisme dan politik Timur Tengah
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.