Tanggal 4-9 Desember 2017 adalah saat yang sangat penting bagi panggung politik di Malaysia. Pasalnya, United Malays National Organisation (UMNO) menyelenggarakan pertemuan politik terakhir pada tahun ini, sebelum diselenggarakannya pemilu pada bulan Agustus 2018, atau lebih cepat.
Sekitar 5700 utusan seluruh negeri termasuk semua organisasi sayap UMNO akan hadir dalam General Assembly (Majelis Umum) yang diselenggarakan dengan memanfaatkan smart tools (paperless dan kunci kartu untuk melewati pintu masuk). Tentu saja, lima hari acara ini disamping akan menjadi peristiwa rekreatif dan ber-selfie ria bagi peserta, juga memperbincangkan banyak hal dan agenda serius bagaimana UMNO ke depan.
Akankah UMNO tetap menjadi ruling party untuk lima tahun mendatang memenangkan Pemilu 2018, atau sebaliknya? Apakah ada keyakinan atau political confidence (konfidensi politik) di kalangan internal UMNO menapaki jalan kemenangan politik Malaysia ke depan? Masih banyak pertanyaan yang memaksa Najib sebagai presiden UMNO untuk mempertaruhkan dirinya agar dia tidak menjadi penggali kubur bagi UMNO setelah sejak kemerdekaan tak terkalahkan berjaya sebagai the ruling party dan memimpin koalisi Barisan Nasional.
Tak ada satu pun yang bisa memberikan jaminan bahwa UMNO akan memenangkan Pemilu 2018 dan kembali memimpin Malaysia untuk term berikutnya. Bahkan, Najib sendiri pun, baik dalam kapasitasnya sebagai perdana menteri maupun presiden UMNO tidak akan pernah berani memberikan jaminan kemenangan dan menghadapi masalah dan tantangan dua atau tiga tahun belakang ini dengan cara-cara biasa. Ada sejumlah realitas yang menunjukkan bahwa sesungguhnya UMNO secara psikologi politik mengalami tekanan berat kalau tidak dikatakan trauma, antara lain:
Pertama, rontoknya suara UMNO dalam Pemilu pasca Mahathir lengser. Era Abdullah Badawi (Pak Lah) UMNO/BN mengalami kelemahan dan tidak berhasil memperoleh 2/3 suara. Hal ini ada kaitannya dengan kehadiran Anwar Ibrahim memimpin oposisi secara sangat efektif setelah dia dibebaskan dari penjara. Anwar benar-benar menjadi amunisi politik penting bagi koalisi partai partai oposisi dan berhasil mendulang suara oposisi yang sangat signifikan dan merontokkan UMNO. Hal yang sama juga terjadi di era Najib pada Pemilu berikutnya. Bagi UMNO, Anwar Ibrahim memang musuh politik yang mengancam keberadaan dan masa depan UMNO. Karena itu, dia ditahan kembali oleh rezim Najib.
Kedua, pertentangan internal dan terpecahnya UMNO. Tidak saja soal semakin melemahnya UMNO secara politik, akan tetapi isu mega korupsi 1MDB yang melibatkan Najib Razak telah menimbulkan perpecahan di kalangan UMNO. Tokoh senior yang telah memimpin UMNO dan Malaysia selama 22 tahun, yaitu Mahathir Mohammad, melakukan kecaman keras. Tidak saja kemudian dia keluar dari UMNO, akan tetapi Mahathir juga memimpin beberapa kali demonstrasi besar menuntut Najib meletakkan jabatannya sebagai perdana menteri.
Mahathir kemudian juga membentuk sebuah partai yang menjalin koalisi dengan kekuatan oposisi yang dipimpin oleh Anwar. Mengikuti jejak Mahathir, wakil perdana menteri dan sejumlah pejabat lainnya juga kemudian bergabung untuk mengalahkan UMNO/BN. Dua tahun gerakan oposisi dan isu korupsi yang secara terus menerus dihembuskan oposisi ini memang menyibukkan dan menguras enerji Najib dan UMNO.
Ketiga, menurunnya trust terutama dari komunitas China yang sebetulnya diharapkan memberikan suara ke MCA. Hal ini antara lain karena orientasi Melayuisme yang dinilai berlebihan sehingga mengganggu hak-hak komunitas China. Soal Melayuisme yang dianggap berlebihan ini juga pernah dikritik oleh Anwar Ibrahim tahun 1970-an. Nasionalisme Melayu yang berlebihan dan disebut sebagai Chauvinistic Nationalism ini tidak ada dasarnya dalam ajaran Islam. Yang seharusnya dibangun ialah Malaysia modern yang tidak diskriminatif, yang terbuka dan memberikan tempat dan melindungi multietnik dan multikultural.
Prinsip-prinsip demokrasi yang sebetulnya disediakan dalam ajaran Islam dan telah dipraktekkan selama kepemimpinan Rasul dengan Piagam Madinahnya seharusnya menjadi sumber inspirasi bagi Malaysia. Distrust kalangan China terhadap kepemimpinan UMNO mulai terasa sejak Mahathir, dan memperoleh momentum politiknya pasca Mahathir. Suara mereka mulai banyak diberikan kepada partai oposisi DAP, ketimbang diberikan kepada MCA. Fakta ini cukup mengganggu Najib dan UMNO tentunya.
Makna Penting General Assembly
General Assembly adalah pertemuan satu tahun sekali yang dihadiri oleh wakil pengurus UMNO dan organisasi sayap UMNO dari seluruh negeri dan tingkat. Sebagai momentum konsolidasi politik, sejumlah agenda penting diberi perhatian dan dibahas secara mendalam dalam pertemuan ini. Gesekan internal selama pertemuan ini sangat mungkin terjadi apalagi menyangkut posisi atau jabatan-jabatan politik dan publik. Alih-alih jabatan strategis, jabatan biasa lain di mana seseorang bisa termobilisasi secara vertikal dan memperoleh akses kekuasaan dan ekonom yang lebih baik akan menjadi perhatian penting.
Intinya memang pragmatis yaitu pembagian kue politik dan ekonomi. Berbagai kemungkinan bisa terjadi termasuk konflik internal karena kepentingan posisi pilitik ini. Pengalaman politik internal UMNO pasca Mahathir, misalnya, memperlihatkan dengan kasat mata bagaimana konflik internal partai itu terjadi dan bagaimana pula dinamika internal UMNO ini berpengaruh dalam konstelasi politik secara nasional di Malaysia.
Perkembangan dan situasi politik sebagaimana diurai di atas mendorong Najib dan para elit UMNO lainnya untuk memberikan perhatian secara khusus mencermati posisi UMNO dan menghadapi Pemilu 2018. Jadi, sejak awal para elit mengingatkan kepada seluruh pimpinan UMNO di semua tingkat untuk berkonsentrasi memenangkan pemilu.
Isu pergantian kepemimpinan partai jangan menjadi perhatian utama karena akan menyedot enerji yang cukup besar dalam kontestasi politik dengan berbagai kemungkinan konflik yang tak berkesudahan. Ini akan memperlemah partai dan bahkan menghancurkannya. Argumentasi ini tentu saja akan mengamankan posisi Najib khususnya di UMNO untuk kemudian secara efektif bisa diharapkan menggerakkan UMNO untuk memenangkan Pemilu. Jadi, General Assembly akan didedikasikan untuk pemenangan Pemilu dan bahkan bisa memperoleh kembali 2/3 kursi. Pertanyaannya adalah apakah General Assembly benar-benar secara efektif akan berhasil menggerakkan mesin politik UMNO mengembalikan kejayaan UMNO?
Waktu efektif yang tersisa atau tersedia bagi UMNO tidak panjang, kurang dari setengah tahun jika pemilu diselenggarakan bulan Agustus 2018. Jika pemilu dilaksanakan lebih cepat, maka persiapan akhir untuk melakukan konsolidasi politik semakin terbatas. Yang pasti, UMNO akan mempertimbangkan lima bulan pertama tahun 2018 sebagai masa-masa peluang dan sekaligus ancaman potensial:
Pertama, perayaan tahun baru Cina akan diambil sebagai peluang untuk menarik simpati masyarakat Cina untuk memberikan dukungan kepada UMNO apakah melalui MCA atau partai partai lain di Barisan Nasional. Jika momentum perayaan tahun baru Cina ini hilang, maka sukar bagi UMNO akan memenangkan Pemilu. Karena itu, UMNO harus menyiapkan langkah-langkah taktis dan strategis untuk menanamkan dan memperkuat kembali trust dengan tepat.
Ada sejumlah pertanyaan fundamental yang mungkin muncul dalam kaitannya dengan upaya merangkul kembali masyarakat Cina ini. Antara lain ialah apakah identitas kultural Cina akan memperoleh perlindungan politik secara maksimal; apakah ada jaminan diskriminasi tidak akan terjadi? Pertanyaan ini tentu saja manjadi esensial dan menemukan makna kontekstualnya pada saat UMNO sebagai partai etnis Melayu memang memperjuangkan hak-hak istimewa Puak Melayu.
Jadi, tidak sedikit kalangan masyarakat Cina yang ragu atas sinseriti UMNO untuk bersikap adil pada saat spirit yang dibangun oleh UMNO sebenarnya adalah nasionalisme Melayu, sebuah nasionalisme yang chauvinistik yang digelorakan sejak era Mahathir. Komunitas Cina yang skeptikal terhadap UMNO dan pemerintah cenderung memberikan dukungan atau bahkan menjadi bagian dari oposisi yang secara politik diwadahi dalam partai DAP.
Kedua, bebasnya Anwar Ibrahim dari tahanan karena masanya memang sudah selesai sekitar bulan Maret atau April 2018. Jika Pemilu dilaksanakan pada bulan Agustus, maka Anwar Ibrahim mempunyai waktu untuk bergerak secara lebih efektif untuk memperkuat amunisi politik bagi kekuatan oposisi. Peristiwa seperti yang terjadi di era Pak Lah bisa terjadi kembali yaitu rontoknya perolehan suara UMNO/BN karena kepemimpinan efektif Anwar memperkuat oposisi.
Kolaborasi Anwar-Mahathir akan menjadi ancaman besar bagi UMNO/BN. Jika ini diskapi dengan cara-cara biasa ditambah dengan realitas semakin memudarnya trust masyarakat Cina kepada UMNO maka UMNO akan benar-benar rontok dan tahun 2018 akan menjadi tahun berakhirnya kekuasaan UMNO/BN, dan Najiblah yang menutup sejarah UMNO.
Tentu saja dua hal di atas adalah sebagian saja dari berbagai hal yang mengharuskan Najib dengan UMNOnya untuk melakukan langkah efektif. Ada dua pilihan atau pertanyaan penting yaitu, pertama, akankah Najib menjadi seorang Kesatria baik untuk menang atau kalah? Dan Kedua, akankah Najib akan memenangkan Pemilu dengan cara cara yang tidak fair?
Semua itu akan sangat tergantung kepada keputusan General Assembly dan komitmen pimpinan dan semua anggota UMNO. Jadi melalui General Assembly masa depan UMNO ditentukan. Dan melalui pertemuan ini jugalah masyarakat menunggu akan adakah perubahan mendasar di Malaysia ke depan. Wallahu a’lam.