Jumat, Maret 29, 2024

Impian Basuki

ahok-hutdki
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama memberikan pengarahan saat Pencanangan HUT ke-489 Kota Jakarta di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, Sabtu (28/5). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Para pejuang kemerdekaan memimpikan Indonesia merdeka. Setelah kemerdekaan Indonesia tercapai, para pendiri bangsa memimpikan Indonesia yang sejahtera, adil, dan makmur. Setiap pemimpin punya mimpi, juga Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Mimpi Basuki cukup sederhana, yakni membuat perut, otak, dan dompet warga Jakarta penuh.

Tapi yang terdengar sederhana itu jika diurai bisa menjadi kompleks. Penuh perut berarti terpenuhinya kebutuhan fisik. Dalam bahasa klasik disebut cukup makan, sandang, dan papan. Dalam bahasa yang lebih politis disebut tercapainya kesejahteraan rakyat.

Otak penuh artinya mendapatkan pendidikan yang layak dan memadai. Layak untuk bisa “melek” di segala bidang dan memadai untuk mengikuti perkembangan zaman. Tanpa bekal pendidikan yang layak dan memadai, siapa pun akan tertinggal jauh di belakang dan bahkan bisa tergilas oleh lajunya zaman.

Dompet penuh artinya bisa hidup layak berkesinambungan. Hidup secara layak dan berkesinambungan itu dalam bahasa sekarang yang sudah diakui dunia adalah sustainable development goals (SDGs) yang terdiri dari 17 program berkelanjutan untuk mengakhiri kemiskinan, memerangi kesenjangan dan ketidakdilan, serta untuk menghambat perubahan iklim hingga 2030.

Ketujuhbelas program itu selain bagaimana mengentaskan kemiskinan dalam berbagai bentuknya di mana pun dan mengakhiri kelaparan dengan penyediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan adalah memastikan hidup sehat, peningkatan pendidikan, keadilan gender, manajemen air dan sanitasi, ketersediaan energi untuk semua, pertumbuhan ekonomi dan ketersediaan pekerjaan yang berkesinambungan, dan lain-lain yang semuanya diarahkan pada pencapaian pembangunan yang berkelanjutan.

Pertanyaannya, bagaimana menjadikan mimpi itu terwujud di DKI Jakarta? Ada tiga program prioritas yang harus dilaksanakan. Pertama, penciptaan pemerintahan yang bersih. Ini merupakan harga mati bagi Basuki, dan dia memulainya dari diri sendiri. Aparat pemerintah daerah harus terbebas dari korupsi, dari gubernur hingga ketua RT.

Aparat yang main-main dengan korupsi, atau coba-coba menyuap, akan terdeteksi dengan akuntabilitas yang ditradisikan oleh Basuki dalam mengelola administrasi, penyusunan dan penetapan anggaran, serta dalam melaksanakan proyek-proyek pembangunan di DKI Jakarta. Semua aparat harus, atau lebih tepatnya dipaksa, untuk mengikuti transparansi dan akuntabilitas yang diterapkan Basuki dalam mengelola administrasi pemerintahan.

Kedua, pembangunan infrastruktur. Di antara problem utama yang dihadapi warga Jakarta —dan siapa pun yang hidup dan bekerja di Jakarta—adalah kemacetan lalu lintas. Kemacetan bisa menghambat banyak hal. Sesuatu yang mudah dan sederhana bisa menjadi sulit dan terbengkalai disebabkan karena kemacetan. Biaya ekonomi menjadi tinggi. Setiap hari ada miliaran rupiah dihabiskan di jalan raya. Bukan karena jarak tempuh yang panjang, tapi karena kemacetan yang sudah sampai pada titik yang sangat memprihatinkan.

Di antara cara yang paling utama untuk mengatasi kemacetan adalah dengan menambah ruas jalan serta pembaruan dan penambahan moda angkutan jalan. Pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta kembali digalakkan. Program pembangunan jalan yang pernah macet pada periode kepemimpinan sebelumnya, kembali dijalankan. Begitu pun dalam pembaruan dan penambahan moda transportasi, terutama transportasi massal.

Dengan penyediaan moda trasportasi massal yang aman dan nyaman, para pengguna jalan diharapkan akan beralih dari kendaraan pribadi (yang menjadi penyebab utama kemacetan) ke transportasi massal. Saya kira harapan ini pada waktunya akan terwujud jika program penambahan ruas jalan dan penambahan moda angkutan massal seperti mass rapid transit (MRT) atau sistem angkutan terpadu yang cepat di Jakarta sudah selesai dibangun.

Ketiga, penataan lingkungan. Selain kemacetan, masalah utama lainnya yang dihadapi Jakarta adalah banjir. Di antara penyebab utama banjir, selain karena curah hujan yang tinggi, adalah pola hidup masyarakat Jakarta yang belum tertib. Membuang sampah sembarangan, dan membangun pemukiman bukan pada lokasi yang tepat, adalah dua tradisi yang berkontribusi paling besar yang menyebabkan banjir.

Tingginya debit air—baik karena curah hujan atau karena kiriman dari Bogor—akan cepat surut dan tidak menyebabkan banjir jika sistem drainase sudah tertata dengan baik, got-got dan saluran air tidak tersumbat sampah, dan sungai-sungai tidak menyempit karena pemukiman yang memenuhi bantaran serta dijadikan tempat pembuangan sampah.

Selain penataan drainase, penertiban bantaran sungai dan menambah kedalamannya, yang tidak kalah penting adalah penataan pemukiman warga melalui program relokasi dari tempat-tempat yang tidak sepatutnya dan menjadi langganan banjir ke tempat-tempat yang lebih nyaman seperti di rumah susun atau yang sejenisnya, yang dikelola secara profesional sehingga menjadi tempat yang nyaman namun tidak menjadi beban yang berat bagi para penghuninya.

Selain ketiga program utama tadi, tentu langkah-langkah lain yang sudah berjalan harus terus-menerus ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya seperti program-program kartu Jakarta sehat dan Jakarta pintar (untuk pelayanan pendidikan dan kesehatan gratis bagi warga yang tidak mampu), dan lain-lain.

Impian Basuki adalah impian kita semua. Untuk merealisasikan impian itu merupakan kewajiban, bukan hanya bagi Basuki berikut jajaran Pemerintahan DKI Jakarta, tapi juga bagi kita semua, terutama warga Jakarta.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.