Kamis, Oktober 3, 2024

Flavour Memory: Ketika Kenangan Hadir dalam Setiap Suapnya

Ariana Fatma
Ariana Fatma
ASN di Pemkab Magetan. Seorang ibu yang senang bercerita lewat tulisan.

Bicara tentang kenangan, ingatan kita mungkin akan melayang pada senja dan rintik hujan. Tapi ternyata selain dua hal tadi, film, lagu, tempat, dan makanan juga bisa menjadi pengikat kenangan yang kuat. Kita semua memang suka bernostalgia, bukan?

Facebook dan Instagram saja sampai mengeluarkan fitur memories yang  memungkinkan kita menelusuri semua momen yang sebelumnya kita bagikan dengan keluarga dan teman sekaligus membagikan ulang momen tersebut.

Kalau orang-orang tidak menyukai nostalgia, buat apa Disney susah payah me-remake film dalam bentuk live action semacam Aladdin, The Lion King, atau Maleficient (dan sukses)? Pangsa pasar sebenarnya film-film ini tidak saja untuk anak-anak, tapi ayah dan ibu mereka.

Kalau Disney menyasar golongan orangtua yang mendampingi anak menonton film sekaligus bernostalgia, maka pangsa pasar dari drama Jepang Tokyo Love Story 2020 sudah jelas adalah remaja generasi 90-an yang gagal move on dengan Tokyo Love Story yang tayang di Indosiar pada 1994 meskipun sudah jelas dorama ini tidak happy ending. Ups, maaf spoiler.

Selain film, nuansa nostalgia ini juga dijual lewat lagu dan tempat. Jika dua hal tadi digabungkan, efeknya akan dahsyat. Lord Didi contohnya, sering “membawa-bawa” nama tempat semacam Stasiun Balapan, Terminal Tirtonadi, dan Parangtritis sebagai tema lagunya. Tempat-tempat yang mungkin membawa memori khusus dan ikatan emosional yang kuat bagi banyak orang.

Tolong jangan salahkan saya karena kurang bisa menerima lagu-lagu kekinian. Selera musik saya tak berubah sejak 20-30 tahun lalu meskipun aplikasinya berbeda. Dulu pakai Winamp, sekarang Youtube. Tak peduli sudah berapa banyak lagu baru yang muncul, urutan pertama playlist saya tetap lagu “Run”-nya Collective Soul. Kalau ada orang yang berpendapat lagu-lagu lawas lebih “mengena” dan abadi, saya termasuk salah satu yang setuju.

Kenangan ini memang pintar, dia bisa merasuk pada semua lini yang menjangkau panca indra kita. Salah satu adegan fenomenal dalam film kartun Ratatouille adalah saat Igor, si kritikus makanan yang terkenal dengan komentar dan ulasannya yang pedas datang ke restoran. Wajah seramnya berubah terbelalak untuk kemudian ekspresinya menghangat saat makanan masuk ke dalam mulutnya. Satu suapan telah berhasil membawa Igor “terlempar” ke masa kecil yang manis saat dia menyantap ratatouille buatan ibunya.

Saya sering mengalami seperti yang Igor rasakan. Makanan memang bisa menjadi salah satu obat kangen yang ampuh karena dia menyentuh banyak indra : penglihatan, penciuman, dan rasa sekaligus. Perpaduan rasa beberapa makanan yang nikmat yang pernah kita rasakan di masa lalu ternyata akan terekam oleh otak dan akan muncul lagi ketika kita kembali menikmati perpaduan rasa yang mirip. Inilah yang disebut flavour memory.

Tahun ini, saya terancam kehilangan flavour memory istimewa berupa perpaduan lontong, sayur labu siam, telur petis, opor ayam, dan taburan bubuk kedelai. Salah satu menu khas Lebaran andalan dan hanya saya makan sekali dalam setahun : lontong cap go meh. Tahun-tahun sebelumnya, meski orangtua sudah tak ada, saya dan kakak perempuan saya di Ngawi masih mempertahankan tradisi dengan membuat sendiri menu ini.

Mentok-mentoknya, saya masih bisa menikmatinya di Pendopo Bupati Magetan saat open house dengan para PNS di hari pertama masuk kerja setelah lebaran. Tapi dalam kondisi pandemi di Indonesia yang sampai saat ini belum tampak penurunan kurvanya, saya tak lagi berharap dapat makan lontong cap go meh. Saya tak mudik ke Ngawi dan Pak Bupati jelas tak mungkin mengadakan open house. Tahun ini resmi saya ucapkan, “Bye, lontong cap go meh!.”

Alah Mbak, wong cuma makanan aja segitunya…

Eits, tunggu dulu, lontong cap go meh itu buat saya lebih dari sekedar makanan. Ia semacam monumen kenangan lebaran masa kecil yang indah. Sejajar dengan burger atau ayam goreng McD Sarinah yang kemarin ramai-ramai didatangi orang saat penutupan gerainya meski Jakarta sedang menerapkan kebijakan PSBB.

Alah, timbang penutupan gerai makanan doang segitu lebaynya…

Siapa pun yang tidak punya kenangan di sana, tentu bisanya cuma mencibir. Kalian mana tahu kenangan manis saat ditembak pacar di sana? Apalagi meresapi kenangan pahitnya diputusin saat jajan burger di McD sembari mendengarkan lagu “Don’t Dream It’s Over-“nya Sixpence None The Richer. Manis dan pahitnya mungkin masih terasa sampai puluhan tahun kemudian.

Pihak McD sendiri sadar betul dengan pentingnya kenangan ini bagi sebagian orang. Di instagram @mcdonaldsid terpampang foto Ronald McDonald sedang melambaikan tangan pada gerai legendaris itu sembari mengucapkan terima kasih pada para pelanggan atas momen kebersamaan yang tak akan terlupakan, untuk cerita yang pernah ada, dan untuk kenangan yang terukir di sana.

Demi merayakan kenangan dan romantika masa lalu itu, banyak orang yang kemudian kehilangan rasionalitas dan mengabaikan keselamatan diri dengan nekat datang dan melanggar aturan PSBB. Pihak McD sendiri akhirnya kena denda Rp10 Juta Rupiah karena pelanggaran itu.

Dr. Wijnand van Tilburg, dosen psikologi dan ahli nostalgia di King’s College London mendefinisikan nostalgia sebagai kasih sayang atau kerinduan akan masa lalu serta merupakan emosi kuat yang menjadi tempat orang berpaling ketika memiliki momen yang sulit di kehidupan. Keterhubungan dari masa lalu ke masa kini itulah yang membuat orang melihat nostalgia sebagai sesuatu yang sangat berharga dalam kehidupan.

Perasaan nyaman, hangat,  dan merasa diri kita “terlempar” ke dunia lain saat mencium aroma, menyantap masakan, menonton film, atau mendengar lagu tertentu itu memang sulit dicari tandingannya. Mungkin tak semua hal di masa lalu itu indah, namun nostalgia membuat manusia di masa sekarang menjadi lebih kuat menghadapi tantangan kekinian atau ketakutan akan masa depan. Di masa-masa berat, menengok sebentar ke masa silam mungkin menyenangkan dan bisa menjadi penghiburan.

Saat kangen ibu, saya akan masak cumi bumbu hitam yang dulu jadi menu andalan beliau semasa hidupnya. Saat kangen rumah di Ngawi, saya akan masak sambel lethok yang jadi makanan khas kota itu. Makanan-makanan itu membawa kembali kenangan, kenangan itu membawa kembali “ibu,” dan membuat saya serasa berada di rumah meskipun sejenak. Persis seperti yang dinyanyikan Maroon 5 dalam lagunya “Memories” :

Toast to the ones here today

Toast to the ones that we lost on the way

‘Cause the drinks bring back all the memories

And the memories bring back, memories bring back you

Ariana Fatma
Ariana Fatma
ASN di Pemkab Magetan. Seorang ibu yang senang bercerita lewat tulisan.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.