Selasa, Oktober 8, 2024

Fenomena Kekuasaan Rujukan dalam Politik

Iding Rosyidin
Iding Rosyidin
Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kabar tertariknya putra bungsu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, untuk terjun ke dalam dunia politik mendapatkan perhatian yang serius dari berbagai pihak. Sebagian ada yang menyambut baik ketertarikan Kaesang tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang mengkritiknya. Bahkan ada pula yang memandangnya dengan nyinyir.

Terlepas dari kedua pandangan yang berseberangan di atas, fenomena masuknya anak atau keluarga dari seorang tokoh politik ke dalam arena politik menarik dicermati. Pertanyaan yang layak diajukan di sini adalah apakah hal tersebut bisa dianggap fair, karena tentu saja akan lebih menguntungkannya dibandingkan dengan para rival?

Fenomena Lazim

Di dalam literatur ilmu politik ada sebuah konsep yang relevan dengan fenomena tersebut, yaitu berkaitan dengan sumber kekuasaan. Konsep itu dikenal dengan kekuasaan rujukan (referent power), masuknya seseorang ke dalam dunia politik karena dikaitkan dengan tokoh lain yang sudah lebih dahulu aktif dalam politik. Tokoh itu bisa ayah, ibu, suami, isteri, atau bahkan koleganya.

Realitas tersebut tampaknya merupakan fenomena politik yang lazim di negara mana pun. Di Indonesia, misalnya, ketika Puan Maharani mulai memasuki arena politik, orang-orang pastilah mengaitkannya dengan ibunya yang notabene Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Megawati sejak berpolitik, selalu dihubungkan dengan sang ayah, Soekarno.

Contoh lainnya adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan adiknya Edhie Baskoro Yudhoyono (ibas), yang tampaknya cukup mudah melenggang dalam dunia politik. Tentu, berkat nama besar sang ayah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Presiden Republik Indonesia Keenam. Demikian halnya dengan anak-anak Amien Rais saat memulai pencalegan, pastilah dikaitkan dengan sosok sang ayah yang pernah menjadi Ketua MPR RI dan pendiri PAN.

Di luar negeri, kecenderungan seperti ini juga lazim terjadi, termasuk di negara yang disebut sebagai kampiun demokrasi, Amerika Serikat (AS). Sebut saja klan Kennedy yang cukup banyak di temukan dalam politik AS. Hal ini dimulai dengan John F. Kennedy yang pernah menjadi presiden. George Bush Jr juga tidak dapat dilepaskan dari ayahnya yang pernah menjadi presiden, George Bush Sr.

Dengan demikian, kalau nanti Kaesang benar-benar terjun ke dalam dunia politik, orang-orang pun pastilah akan mengaitkannya dengan Jokowi. Hal ini sebagaimana telah terjadi pada kakak tertuanya Gibran Rakabuming yang saat ini telah menjadi Wali Kota Solo. Pun dengan kakak iparnya Bobby Nasution yang terpilih menjadi Wali Kota Medan.

Bukan Penentu

Dengan demikian, apakah orang-orang yang memiliki kekuasaan rujukan tersebut akan dianggap tidak fair dengan peluangnya yang lebih besar atau bahkan dipandang bertentangan dengan etika politik? Hemat penulis, jawaban atas pertanyaan itu tidak bisa diberikan secara hitam putih: tidak fair atau melanggar tidak melanggar etika.

Satu hal yang memang tidak bisa dimungkiri, keberadaan orang-orang yang memiliki kekuasaan rujukan dalam dunia politik akan mendapatkan keuntungan yang lebih dibandingkan dengan orang-orang biasa. Paling tidak, mereka akan lebih dulu dikenal oleh masyarakat luas sehingga dalam beberapa hal tidak perlu terlalu bersusah payak untuk, misalnya, memperkenalkan diri, visi, dan misinya nya melalui kampanye.

Tetapi, faktor tersebut sebenarnya bukanlah yang paling menentukan bagi keberhasilan yang bersangkutan, melainkan hanya merupakan salah satu faktor saja. Kalau kemudian mereka tidak bisa memperlihatkan dirinya sebagai orang yang memiliki kapasitas dan kapabilitas politik yang memadai serta ditunjang rekam jejak yang mendukung, maka potensi kegagalan tetap besar.

Dalam konteks ini, peran publik sebagai pemilih sangatlah besar. Merekalah sesungguhnya yang akan melihat dan menilai apakah mereka yang punya kekuasaan rujukan, seperti anak atau kerabat dari tokoh politik memang layak atau tidak untuk diberikan amanah dalam jabatan politik, baik pada level eksekutif maupun legislatif. Para pemilihlah kunci utamanya karena pemilu di Indonesia berdasarkan pada suara mayoritas.

Dalam situasi seperti itu, diharapkan para pemilih di negeri ini, yang dalam perspektif perilaku pemilih (voting behavior), menjadi pemilih yang cerdas dan kritis (rational choice). Yakni memilih seorang calon lebih didasarkan pada kemampuan politik dari sang calon. Bukan didasarkan pada kesamaan daerah, agama, budaya (sociological approach) atau pada kenyamanan psikologis, identitas kepartaian dan sejenisnya (psychological approach).

Inilah yang sesungguhnya menjadi tantangan atau pekerjaan rumah dalam pemilu Indonesia, yakni menjadikan para pemilih cerdas dan kritis jauh lebih banyak daripada pemilih-pemilih tradisional. Maka, kalau mayoritas pemilih Indonesia sudah menjadi seperti yang diharapkan, yakni pemilih cerdas, siapa pun calon, baik yang memiliki kekuasaan rujukan atau pun tidak, akan bernasib sama.

Kalau sang calon memang memiliki kapasitas dan kapabilitas politik yang memadai, tentu akan berhasil atau terpilih. Sebaliknya, kalau tidak mempunyai hal tersebut, meski anak atau kerabat dari seorang tokoh politik, akan sulit untuk terpilih.

Dengan demikian, Kaesang Pangarep, kalau pada akhirnya benar-benar terjun ke dalam dunia politik, entah pada level eksekutif, misalnya calon wali kota, bupati, gubernur, atau pun level legislatif, dengan menjadi caleg dari sebuah partai politik, tidak bisa hanya bersandar pada hubungan kekeluargaannya dengan Jokowi. Melainkan, ia harus menampilkan performa dirinya sendiri yang bisa membuat para pemilih menjatuhkan pilihan kepadanya.

Iding Rosyidin
Iding Rosyidin
Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.