Selasa, April 23, 2024

Covid-19 Menggugah Kesadaran Nasionalisme

Erni Juliana Al Hasanah Nasution
Erni Juliana Al Hasanah Nasution
Dosen FISIP UMJ dan ITB AD Jakarta, Alumni PPRA LIX Lemhannas RI

Setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban pada negara, begitu juga sebaliknya, negara mempunya hak dan kewajiban kepada warganya. Hak dan kewajiban tidak dapat dipisahkan. Dalam hak selalu mengandung kewajiban, dan dalam kewajiban selalu melahirkan hak. Apa yang menjadi hak negara adalah kewajiban bagi warga negara, dan apa yang menjadi hak warga negara adalah kewajiban bagi negara.

Kewajiban negara secara umum tertuang dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dan hak negara atas warga, salah satunya adalah bela negara, Dalam Pasal 27 ayat 3 UUD 1945 disebutkan, “Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara”. Pada kondisi tertentu, negara dapat “memaksa” warganya untuk melakukan bela negara.

Saat ini, Ibu Pertiwi sedang bersusah hati, air matanya berlinang menyaksikan tanah airnya didera wabah Covid-19. Ibu pertiwi memanggil kita, bukan dengan mengangkat bedil atau bambu runcing. Bukan untuk mengusir penjajah seperti yang dilakukan pejuang-pejuang dulu. Ibu Pertiwi hanya meminta kita untuk berdiam diri di rumah. Untuk kebaikan kita sendiri, untuk keselamatan kita sendiri.

Pandemi Covid-19 ini begitu dasyat, dalam waktu tiga bulan saja sudah menyebar merata ke 213 negara di dunia. Amerika Serikat (AS), yang dikenal sebagai negara adi daya dibuatnya tidak berdaya. Dalam sehari diberitakan ada ribuan warga AS mati jadi korban Covid-19. Banyak negara di dunia merana, tak bisa berbuat banyak dalam menekan angka kematian warganya.

Tentu kita tidak ingin tragedi kematian demi kematian terus terjadi di Indoneisa. Dari segi apa pun dampaknya akan sangat mengerikan, lebih parah dari peristiwa krisis yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1998.

Karenanya saat ini, negara meminta sedikit saja rasa nasionalisme kita, rasa cinta kita pada bangsa, pada negara, pada masyarakat, atau minimal pada keluarga, dan pada diri kita sendiri. Berdiamlah di rumah untuk sementara waktu. Karena saat ini, siapa pun bisa menjadi pembawa Covid-19. Kita tertular orang lain, atau orang lain tertular oleh kita.

Bila Anda seorang pekerja, lakukan pekerjaanmu dari rumah. Bila Anda seorang pelajar/mahasiswa, belajarlah dari rumah. Bila Anda seorang ahli ibadah, beribadahlah di rumah. Barangkali ini seminimal-minimalnya rasa nasionalisme  yang bisa kita lakukan untuk bangsa yang sedang dirundung wabah ini.

Memang tidak mudah untuk mengubah perilaku dalam seketika. Banyak yang kaget, tidak siap, dan kebingungan bagaimana melakukannya. Tapi yakinlah manusia dibekali kemampuan beradaptasi dengan cepat dengan lingkungannya, karena salah satu ciri makhluk hidup adalah beradaptasi.

Setiap orang mempunyai cara dan kemampuan untuk beradaptasi. Ada yang cepat, dan ada pula yang lambat. Lihatlah, dulu, kita tak pernah membayangkan akan melakukan belajar/kuliah daring (online) untuk semua mata pelajaran dari rumah, sulit membayangkan melakukan rapat, pertemuan bisnis secara conference, demikian juga dalam beribadah, pengajian, tadarusan, tahlilan, diskusi keagamaan secara online, apalagi melaksanakan rangkaian ritual ibadah Ramadhan dari rumah, kenyataannya kita bisa cepat beradaptasi dengan situasi PSBB. Teknologi digital 4.0 rasanya benar-benar kita aplikasikan secara luas dalam kehidupan sehari-hari.

Waktu untuk keluarga juga semakin bertambah, hobi-hobi yang dulu sulit dilakukan karena tidak ada waktu sekarang bisa dilakukan, seperti berkebun di rumah, menanam sayuran, obat-obatan (apotek hidup), bermusik, membaca, mengaji,  olah raga dan lain-lain.

Rasa nasionalisme lain yang bisa kita lakukan sebagai warna negara yang mencintai negaranya adalah dengan mematuhi kebijakan-kebijakan pemerintah, dan fatwa/himbauan para pemuka agama sesuai keyakinan kita masing-masing. Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah protokol (peraturan) sebagai bentuk upaya maksimal untuk menanggulangi penyebaran Covid-19, termasuk larangan mudik yang mulai berlaku sejak tanggal 24 April 2020.

Bila kita sudah melakukan apa yang menjadi hak negara, maka negarapun akan melakukan kewajiban bagi warganya. Negara wajib melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari wabah Covid-19. Caranya, bagi para peelajar, disediakan program “Belajar dari Rumah” di TVRI oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Program “Belajar dari Rumah” merupakan upaya Kemendikbud membantu terselenggaranya pendidikan bagi semua kalangan masyarakat di masa darurat Covid-19, khususnya membantu masyarakat yang memiliki keterbatasan pada akses internet, baik karena masalah ekonomi maupun letak geografis. Bagi mahasiswa perguruan tinggi, ada upaya optimalisasi metode pembelajaran daring yang memaksa dosen dan mahasiswa untuk mengubah kultur belajar.

Perihal kehidupan beragama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan tiga fatwa terkait penyelenggaraan ibadah dalam situasi terjadi wabah Covid-19, pedoman kaifiat shalat bagi tenaga kesehatan yang memakai alat pelindung diri (APD) saat merawat dan menangani pasien Covid-19, dan pedoman pengurusan jenazah (tajhiz al-jana’iz) muslim yang terinfeksi Covid-19.

Untuk warga yang tidak bisa bekerja bahkan kehilangan pekerjaanya karena Covid-19, sudah seharusnya bagi negara untuk memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Sayangnya sejauh ini pemerintah belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang dimaksud, baik disebabkan karena kurangnya sumber dana maupun karena faktor sistemik yang membuat bantuan tidak sampai kepada yang berhak menerimanya.

Benar bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, tetapi dalam implementasinya, hak dan kewajiban itu berbeda-beda pada setiap orang, tergantung pada kedudukan, jabatan, dan fungsi sosialnya dalam  masyarakat. Apa dan bagaimanapun bentuknya, sepanjang menjadi bagian dari upaya penanggulangan Covid-19 maka itulah wujud nasionalisme kita saat ini.

Untuk tenaga medis, berjibaku di rumah sakit merawat para pasien Covid-19. Untuk TNI dan POLRI, tetap menjaga pertahanan dan kemanan negara dan warganegaranya. Untuk para pengemudi ojol bisa tetap di luar rumah untuk mengantar kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Untuk aktivis LSM dan organisasi masyarakat tetap melayani kebutuhan masyarakat sesuai dengan fungsi dan kapasitas masing-masing.

Covid-19 benar-benar menggugah kesadaran nasionalisme kita. Disadari atau tidak, kita memiliki kekuatan besar untuk menyelamatkan negeri ini dari Covid-19. Kita punya nilai-nilai luhur (gotong royong, kedemawanan, rasa empati yang tinggi, kerelawanan, bekerja tanpa pamrih, dan lain-lain) yang berasal dari khazanah budaya yang sudah tertanam sejak lama. Sekaranglah saatnya nilai-nilai itu kita wujudkan.

Kita tak cukup hanya merasa memiliki Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI.  Yang lebih penting adalah bagaimana semua itu bisa kita aktualisasikan dalam kehidupan nyata, untuk membangkitkan semangat berjuang bersama-sama dalam menanggulangi Covid-19.

Erni Juliana Al Hasanah Nasution
Erni Juliana Al Hasanah Nasution
Dosen FISIP UMJ dan ITB AD Jakarta, Alumni PPRA LIX Lemhannas RI
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.