Jumat, April 19, 2024

Covid-19, Ekosospol, dan Solidaritas Kebangsaan

Yuli Zuardi Rais, M.Si
Yuli Zuardi Rais, M.Si
Mantan aktivis mahasiswa 1998, sekarang sebagai Wakil Direktorat Infrastruktur DPP Partai Solidaritas Indonesia.

Wabah Covid-19 telah menghantam seluruh lini kehidupan hampir semua negara di seluruh dunia. Menurut Worldometers, secara global yang positif Covid-19 ada sebanyak 3.478.152 kasus (3/5/2020), dan di Indonesia hingga awal Mei 2020 masyarakat yang positif Covid-19 sudah 12.071 orang, dinyatakan sembuh 2.197 orang dan meninggal 871 orang.

Virus ini tidak mengenal kewarganegaraan, batas wilayah, suku, ras, agama, profesi, dan strata sosial, siapapun bisa terserang tanpa pandang bulu. Menyikapi persebaran Covid-19, Indonesia mengambil berbagai alternatif kebijakan dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal, selain itu juga belajar dari negara-negara yang terlebih dahulu mengalami serangan Covid-19 mengenai kebijakan yang diambil.

Langkah Strategis

Langkah strategis yang dipilih oleh pemerintah untuk memutus mata rantai Covid-19 antara lain dengan penerapan work from home, social distancing dan physical distancing, hingga pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun efek Covid-19 tidak bisa tidak telah berpengaruh besar terhadap berbagai sektor, termasuk sektor ekonomi sosial politik (ekosospol).

Apa pun kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam mengatasi Covid-19 telah menimbulkan dampak positif dan negatif yang diibaratkan buah simalakama. Penerapan PSBB yang diharapkan segera memutus persebaran Covid-19 secara masif, sisi lain suka atau tidak suka, telah mengakibatkan kelumpuhan aktivitas perekonomian.

Kelompok pekerja yang paling merasakan dampak himbauan bekerja di rumah saja adalah para pekerja yang menyandarkan pada pendapatan harian untuk hidup sehari-hari, misalnya pedagang kaki lima dan buruh harian lepas, maka langkah yang dilakukan pemerintah adalah memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat tersebut. Kementerian Keuangan RI menyebutkan bahwa alokasi BLT yang digulirkan adalah sebesar 110 triliun rupiah.

Berdasarkan kajian IMF (International Monetary Fund) perekonomian seacara global akan terpuruk sebesar minus 3%, dan untuk Indonesia kemungkinan hanya akan tumbuh 0,5% dari sebelumya 5,0% di 2019. Sementara laporan Kementerian Keuangan RI dengan tingkat pertumbuhan ekonomi minus di berbagai negara, termasuk Indonesia, diestimasi jika keadaan tidak terkendali pada beberapa bulan ke depan, ekonomi Indonesia hanya bisa tumbuh sebesar 2,3% atau bahkan minus 0,4%.

Sebagai upaya penyelamatan perekonomian, pemerintah Indonesia kini mengambil langkah penghematan dengan melakukan pemangkasan pengeluaran di berbagai sektor secara besar-besaran, terutama relokasi anggaran di sejumlah Kementerian dan Lembaga (K/L). Pemangkasan anggaran dilakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan postur dan Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2020. Pemangkasan yang dilakukan tersebut sebagai upaya pengalihan alokasi dana untuk mengatasi Covid-19.

Isu Kesehatan dan Ekonomi

Isu kesehatan vs ekonomi akhir-akhir ini mulai sering dibenturkan, tentang yang mana yang seharusnya didahulukan. Padahal antara keduanya saling melengkapi atau tidak dapat berjalan masing-masing. Analoginya seperti kaki kanan dan kaki kiri yang mengalami kepincangan bila hanya salah satu yang berjalan.

Bagaimana mungkin orang menjadi sehat tanpa adanya standar minimum yang dimiliki, yang dalam perekonomian dikonversikan melalui Upah Minimum Provinsi (UMP). UMP tersebut digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup minimal, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia agar sehat secara fisik dan mental.

Sebaliknya, bila mendahulukan kemajuan ekonomi dengan mengabaikan kesehatan, maka akan mengakibatkan mata rantai Covid-19 semakin menyebar, sehingga masyarakat semakin banyak yang menjadi cemas, sakit, ataupun terinveksi virus tersebut. Dalam kondisi demikian, bagaimana pula mereka akan melakukan pekerjaan. Dengan alasan melemahnya perekonomian, maka kebijakan yang diambil memang tidak bisa mengabaikan salah satu pilihan, melainkan tetap berusaha memperhatikan antara kesehatan dan ekonomi.

Jika ada agenda yang perlu jadi perhatian serius, justru soal realisasi program Pemerintah di lapangan. Masalah bisa muncul, seperti masih adanya indikasi korupsi dalam hal penyaluran dana bantuan kepada masyarakat yang terkena dampak langsung Covid-19; pendataan yang masih bermasalah, tingkat akurasi dan transparansi penyaluran BLT serta proses penyalurannya yang perlu pengawasan.

Hal tersebut merupakan masalah mental manusia yang merasa kekurangan materi ataupun secara realitas memang kekurangan, sehingga melanggar kode etik dan mengesampingkan hati nurani dengan mengambil kesempatan dalam suasana kalut.

Stabilisasi harga pangan merupakan tantangan yang selalu hadir saat krisis. Khusus dimasa pandemik ini distribusi pangan terganggu karena kendala produksi dan pengiriman barang-barang, sehingga harga barang menjadi naik.

Indonesia yang masih bergantung pada impor sejumlah komoditas pangan, mulai dari beras, gula, bawang putih, hingga daging sapi dan kerbau untuk menutup kekurangan produksi petani dan peternak lokal. Karena ketergantungan tersebut, maka pemerintah perlu mengantisipasi ancaman krisis pangan seperti yang telah diperingatkan Food and Agriculture Organization (FAO).

Pandemi Covid-19 juga merupakan sebuah ujian berat atas ketersediaan bahan makanan dan ketahanan pangan karena petani tidak dapat berproduksi lagi dengan baik. Pasar-pasar ditutup atau dibatasi, sehingga sangat mempengaruhi kehidupan ekonomi masyarakat petani.

Terbatasnya pendapatan masyarakat akibat dampak Covid-19 menyebabkan turunnya tingkat konsumsi masyarakat yang tadinya mampu membeli lauk pauk yang lengkap seperti daging, ikan, ayam, dan lainnya, yang mengalami kesulitan ekonomi, telah menerapkan pola makan vegetarian secara terpaksa.

Keagamaan

Pada masa sekarang, hal yang tadinya wajib dilakukan seperti prosesi ibadah dengan konsentrasi massa umat beragama, sudah dihimbau pemerintah untuk tidak dilakukan. Semua kegiatan berkumpul dilarang untuk dilakukan, bahkan untuk umat muslim yang ingin beribadah di masjid, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa himbauan shalat berjama’ah di masjid, Jum’atan, dan tarawih di malam bulan Ramadhan. Umat muslim sebaiknya beribadah di rumah saja dengan alasan dalil yang kuat bahwa menjauhi mudharat diutamakan daripada kegiatan berkumpul beribadah bersama itu sendiri.

Jika direnungkan lebih jauh, bila mau jujur, umat beragama kini sedang dihadapkan pada hakikat dari beragama itu sendiri. Demikian pula tanpa pilih-pilih penerapan himbauan, pemberlakuan juga sama halnya untuk umat beragama lainnya Katolik, Kristen, Hindu, Budha dan Kong hu cu juga dihimbau untuk menghindari kegiatan beribadah yang bersifat kerumunan. Kasus di Gereja Bethel di Bandung terkait 226 jema’at yang positif terserang Covid-19 menjadi warning bagi segala kegiatan umat beragama yang bersifat berkumpul.

Manusia yang merupakan makhluk berpikir, maka akan berkontemplasi memikirkan makna dibalik ujian pandemi ini. Solidaritas sesama merupakan keniscayaan, yang tanpa memandang ras, suku, agama harus dilakukan. Bila tidak, maka persebaran virus akan semakin tidak terkendali dalam waktu yang semakin lama.

Kita tidak akan tahu siapa korban selanjutnya yang akan terinfeksi, karena pandemi ini tidak mudah dideteksi, setiap bulan juga dia dapat bermutasi, yang mengakibatkan manusia seperti berperang melawan musuh yang tidak kasat mata.

Lemahnya kondisi tubuh seseorang akan berakibat mudahnya terserang virus. Dengan demikian kita tidak dapat tidur nyenyak di saat tetangga kita lapar ataupun melihat orang lain lapar di depan mata, karena ketika orang tersebut lemah secara fisik, maka kesempatan virus akan lebih mudah menyerang tubuhnya, sehingga akan terjadi efek bola billiard, dimana pertambahan orang yang terkena Covid-19 lebih cepat seperti hitungan deret ukur. Lagi dan lagi bahwa bantuan yang diberikan antar sesama sudah bersifat buta yang tidak perlu memandang unsur apapun.

Kebersamaan

World Health Organization (WHO) yang telah menganjurkan pentingnya memakai masker, yang pada awalnya hanya untuk masyarakat yang sakit, sekarang menambah himbauan agar semua orang yang sedang sakit ataupun tidak, turut mengenakan masker, karena menurut observasi di Asia, negara-negara yang semua masyarakatnya menggunakan masker, mampu menekan jumlah persebaran Covid-19 secara signifikan.

Bila diamati di berbagai wilayah di Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua, termasuk Jakarta, himbauan pemerintah agar mengenakan masker masih seperti angin lalu, masih terdapat banyak masyarakat yang enggan menggunakan masker. Padahal penggunaan masker tersebut sangat penting bagi setiap orang. Pola pikir masyarakat Indonesia dipertanyakan, apakah terlalu individualis, sehingga keberatan menggunakan masker?

Pandemi ini telah memberikan sebuah pilihan untuk lebih beradab atas sejarah kemanusiaan dalam berpolitik, meskipun pemerintah atau orang-orang yang berkuasa bukan pilihan kita, namun secara kemanusiaan tidaklah wajar menggunakan alasan pandemi untuk menyerang kekuasaan, karena yang sangat dibutuhkan adalah satu kesatuan sebagai upaya untuk memerangi wabah.

Keberadaan wabah tidak semestinya dipolitisir, karena Covid-19 merupakan wabah yang tidak dikenali sebelumnya dan belum ada satu upaya sistematis berupa vaksin atau obat-obatan yang memang ampuh untuk memberantasnya. Salah satu yang bisa membantu manusia untuk keluar dari krisis ini adalah jika vaksin tersebut ditemukan dan diproduksi secara masal. Namun standar vaksin dan obat-obatan yang bisa diproduksi masal membutuhkan pengujian dan biasanya tidak dalam waktu singkat hitungan bulan, bahkan biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Estimasi perekonomian menuju keterpurukan berat akibat Covid-19 secara perlahan mulai menjadi mimpi buruk bagi Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa terselip kekhawatiran bayang-bayang kerusuhan akibat krisis pada masa 1998 yang mungkin saja akan terulang kembali, dimulai dari gelombang kriminalitas yang menyebar ke seluruh wilayah Indonesia.

Wabah Covid-19 dapat menjadi tantangan nyata sekaligus peluang bagi Indonesia. Betapa situasi ini dapat diarahkan serta digerakkan oleh Pemerintah dan stakeholder lainnya, untuk memperkuat solidaritas kebangsaan di masa-masa sulit. Bangsa Indonesia sebenarnya memang memiliki modal sosial yang besar dengan budaya gotong royong dan saling menguatkan. Berbagai bencana skala besar pernah dialami bangsa ini, gerakan solidaritas dari berbagai kalangan, terbukti menjadi gelombang solusi yang masif.

Momentum ini juga dapat dijadikan titik balik bagi birokrasi serta penyelenggara pemerintahan di semua level, agar terus berbenah menyempurnakan layanan, sehingga berbagai program penanggulangan wabah Covid-19 yang sudah diputuskan dapat berjalan tepat sasaran, secara efektif dan efisien.

Membangun sistem kesehatan yang lebih baik mutlak dibutuhkan negeri ini. Sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat akan budaya hidup sehat dan tertib. Upaya konkrit pemerintah terkait ketahanan ekonomi masyarakat, selain menggelontorkan BLT adalah mulai membangun sentra-sentra produksi pertanian dan ketahanan pangan bersama rakyat, mengingat wilayah Indonesia yang luas dan subur, dengan jumlah penduduk yang besar, tentunya jika dikelola dengan baik akan berdampak positif bagi kemandirian sektor pangan yang bahkan bisa berdampak jangka panjang ketika wabah ini berakhir.

Saat Covid-19 melanda hampir seluruh negara, hendaknya kita menyadari bahwa bumi yang yang kita tempati adalah milik bersama, bukan hanya milik para manusia yang suka sembarangan dan minim tanggung jawab bagi lingkungan. Bukan pula hanya milik konglomerat sebagai pemilik modal yang mengolah sumber daya alam secara berlebihan.

Krisis yang disebabkan Covid-19 telah memaksa agar kita memahami konsep kemanusiaan tanpa memandang unsur apa pun, dan melihat bahwa bumi ini merupakan satu kesatuan utuh, sehingga manusia dituntut memiliki pola pikir dan menerapkannya dalam perilaku yang bijak atas hubungan antar manusia, alam, dan penciptanNya.

Yuli Zuardi Rais, M.Si
Yuli Zuardi Rais, M.Si
Mantan aktivis mahasiswa 1998, sekarang sebagai Wakil Direktorat Infrastruktur DPP Partai Solidaritas Indonesia.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.