Elon Musk mungkin sedang menikmati popularitasnya di kalangan pendukung Donald Trump, seolah-olah menaiki “kereta Trump” yang penuh semangat. Namun, di balik sorotan ini, platform media sosial miliknya, yang kini dikenal sebagai X, menghadapi tantangan besar.
Pada Hari Pemilu di Amerika Serikat, platform tersebut mengalami penurunan drastis jumlah pengguna. Sebanyak 115.000 akun berbasis di AS dinonaktifkan—angka yang sangat mencolok dan menggambarkan gelombang ketidakpuasan yang nyata. Yang lebih menarik, fenomena ini tampaknya menjadi awal dari tren yang semakin meluas. Banyak pengguna yang memilih meninggalkan X, dan pertanyaannya adalah: ke mana mereka pindah? Jawabannya mengarah pada platform baru bernama Blue Sky.
Blue Sky bukan sekadar platform lain yang mencoba peruntungan di dunia media sosial; ia dipromosikan sebagai alternatif nyata bagi X. Menariknya, platform ini lahir dari tangan pendiri Twitter sendiri, Jack Dorsey. Sejak 5 November, Blue Sky berhasil menarik lebih dari satu juta pengguna baru. Ini adalah pencapaian yang mengesankan, tetapi muncul pertanyaan besar: apakah Blue Sky benar-benar mampu menggantikan X? Atau, apakah platform ini justru berisiko menjadi ruang gema lain yang hanya mengakomodasi sudut pandang tertentu? Jawaban atas pertanyaan ini tentu akan menarik perhatian, dan laporan berikut akan mengupasnya lebih jauh.
Kembali ke tahun 2019, ketika Jack Dorsey masih menjabat sebagai CEO Twitter, ia memulai proyek ambisius bernama Blue Sky. Tujuan utama proyek ini adalah menciptakan standar terdesentralisasi untuk media sosial yang diharapkan akan diadopsi oleh Twitter. Namun, harapan tersebut tidak pernah terwujud.
Ketika Elon Musk mengakuisisi Twitter pada tahun 2022 dan mengubahnya menjadi X, arah platform itu berubah drastis. Proyek Blue Sky akhirnya berdiri sendiri sebagai platform independen. Saat ini, Blue Sky beroperasi sebagai korporasi publik independen dengan misi untuk menawarkan alternatif yang lebih inklusif dan terbuka dibandingkan X.
Perjalanan Blue Sky sejak saat itu cukup mengesankan. Pada bulan September 2024, platform ini memiliki 9 juta pengguna. Dalam waktu singkat, angka tersebut melonjak hingga lebih dari 15 juta. Sebagian besar pertumbuhan ini terjadi setelah Hari Pemilu pada 5 November, yang menandai gelombang besar migrasi pengguna dari X ke Blue Sky. Salah satu alasan utama perpindahan ini adalah pergeseran X ke arah kanan secara ideologis, yang dipicu oleh pendekatan kebijakan Elon Musk terhadap kebebasan berbicara yang lebih longgar tetapi kontroversial.
Sejak mengambil alih X, Elon Musk telah memposisikan dirinya sebagai pendukung vokal kebebasan berbicara. Namun, kebijakan yang diusungnya, seperti pengurangan regulasi konten, justru membawa konsekuensi yang tidak diinginkan. Kebijakan ini memunculkan gelombang misinformasi yang meluas, bias politik yang semakin mencolok, dan retorika yang cenderung memecah belah komunitas pengguna.
Sebagai tambahan, dukungan terbuka Musk terhadap presiden terpilih baru-baru ini semakin mempertegas pergeseran ideologis platform tersebut ke arah kanan. Pergeseran ini tidak hanya memengaruhi citra X, tetapi juga mendorong banyak pengguna untuk mencari alternatif yang lebih netral dan inklusif.
Gelombang ketidakpuasan ini mencapai puncaknya pada Hari Pemilu di Amerika Serikat. Dalam satu hari, X kehilangan sekitar 115.000 pengguna berbasis di AS yang memutuskan untuk menonaktifkan akun mereka. Angka ini mencerminkan kekecewaan yang mendalam terhadap arah baru platform tersebut. Lalu, ke mana mereka berpindah? Jawabannya adalah Blue Sky, sebuah platform media sosial yang menjadi penerima manfaat terbesar dari eksodus pengguna X.
Popularitas Blue Sky melonjak tajam, dan saat ini aplikasi tersebut menduduki peringkat pertama di App Store iOS Amerika Serikat. Salah satu alasan utama keberhasilannya adalah citranya sebagai ruang baru untuk diskusi yang lebih inklusif, terutama bagi pengguna dari kalangan liberal yang merasa tidak nyaman dengan atmosfer di X. Bahkan, beberapa institusi besar seperti The Guardian secara terbuka mengumumkan akan berhenti memposting di X, yang semakin memperkuat narasi bahwa Blue Sky adalah tempat yang lebih ideal untuk berbagi pandangan.
Salah satu daya tarik utama Blue Sky adalah antarmukanya yang terasa familier. Banyak yang mengatakan platform ini mengingatkan mereka pada Twitter versi lama, sebelum berbagai perubahan besar dilakukan. Di Blue Sky, pengguna dapat membagikan postingan hingga 256 karakter, yang bisa disukai, dibalas, atau di-retweet, sama seperti di Twitter.
Selain itu, pengguna juga dapat mengikuti akun tertentu untuk menerima pembaruan secara langsung. Semua fitur ini membuat Blue Sky terasa akrab dan mudah digunakan, terutama bagi mereka yang mencari pengalaman media sosial tanpa kontroversi ideologis yang berlebihan. Dengan demikian, Blue Sky tidak hanya menarik perhatian sebagai alternatif, tetapi juga sebagai ruang yang menjanjikan pengalaman yang lebih nyaman dan netral dibandingkan X.
Pertanyaan besar yang terus muncul adalah: apakah Blue Sky benar-benar memiliki potensi untuk menggantikan X sebagai raksasa media sosial? Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa X telah menghadapi berbagai ancaman serupa di masa lalu. Platform seperti Mastodon, Post, Pebble, dan Spill sempat mencoba menantang dominasi X, tetapi mereka gagal bertahan lama dan akhirnya meredup. Bahkan Threads, yang awalnya mendapatkan perhatian besar dan terus menambah pengguna, masih belum mampu mendekati popularitas X, apalagi melampauinya. Dalam konteks ini, Blue Sky menghadapi tantangan yang sangat besar untuk membuktikan dirinya sebagai alternatif yang benar-benar kompetitif.
Namun, perjalanan Blue Sky tidak bebas dari kontroversi. Salah satu masalah utama yang dihadapi platform ini adalah moderasi konten. Blue Sky pernah dituduh gagal melindungi pengguna dari pelecehan dan membiarkan konten rasis berkembang tanpa pengawasan yang memadai.
Akibatnya, beberapa pengguna yang merasa frustrasi bahkan mengancam akan meninggalkan platform ini jika tidak ada langkah tegas untuk meningkatkan aturan dan standar moderasi. Untuk meredam kritik ini, Blue Sky akhirnya meluncurkan pembaruan kebijakan moderasi. Meskipun pembaruan ini membawa perubahan positif, masalah ini telah meninggalkan jejak yang membayangi reputasi platform.
Selain itu, meskipun Blue Sky sering dipuji karena atmosfernya yang mengingatkan pada Twitter di masa lalu—sebuah tempat yang lebih terbuka untuk diskusi tanpa partisanship yang terlalu kuat—platform ini tidak luput dari risiko menjadi “ruang gema.” Fenomena ini sering terjadi di media sosial, di mana komunitas pengguna cenderung membentuk kelompok yang sepemikiran. Akibatnya, ruang diskusi yang awalnya inklusif dapat berubah menjadi lingkungan yang hanya menguatkan pandangan-pandangan serupa, tanpa memberikan ruang untuk keragaman ide dan perspektif.
Masuknya gelombang besar pengguna X yang kecewa dapat memperkuat risiko ini. Dengan dominasi satu perspektif politik tertentu, Blue Sky berpotensi mengalienasi suara-suara dari spektrum ideologis lainnya. Jika ini terjadi, platform tersebut mungkin akan kehilangan daya tariknya sebagai ruang yang inklusif dan benar-benar terbuka untuk semua kalangan.
Dalam ekosistem media sosial, satu hal yang pasti adalah perubahan. Tidak ada platform yang benar-benar aman dari tantangan atau pergeseran tren. Oleh karena itu, pertanyaan pentingnya bukan sekadar apakah Blue Sky mampu menggantikan X, tetapi apakah ia dapat mempertahankan visi awal para penciptanya: menciptakan ruang yang menawarkan keragaman pandangan dan diskusi yang sehat.
Tantangan ini sangat besar, terutama dalam lanskap digital saat ini yang sangat terpolarisasi. Blue Sky tidak hanya harus tumbuh, tetapi juga menjaga keseimbangan antara kebebasan berbicara dan moderasi yang efektif. Ini adalah tugas yang kompleks dan membutuhkan strategi yang hati-hati untuk memastikan keberhasilannya di masa depan.