Pepatah “uang tidak bisa membeli kebahagiaan” sudah tidak asing lagi di telinga kita. Namun, sebuah studi terbaru justru membantah anggapan tersebut. Studi ini menunjukkan adanya hubungan positif antara uang dan kebahagiaan, yang berarti semakin banyak uang yang dimiliki, semakin besar pula tingkat kebahagiaan seseorang.
Bagaimana studi ini sampai pada kesimpulan tersebut? Para peneliti mengukur tingkat kepuasan hidup dari berbagai kelompok pendapatan. Partisipan diminta untuk menilai tingkat kepuasan mereka dalam skala 1 hingga 7. Hasilnya cukup menarik: jutawan dan miliarder memiliki rata-rata kepuasan hidup sekitar 6 dari 7. Namun, angka ini menurun drastis menjadi 4,6 bagi mereka yang berpenghasilan menengah (sekitar $100.000 per tahun). Sementara itu, mereka yang berpenghasilan rendah (antara $15.000 – $30.000 per tahun) hanya memiliki rata-rata kepuasan hidup sekitar 4.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara tingkat kekayaan dan kepuasan hidup. Semakin kaya seseorang, semakin tinggi pula tingkat kepuasan hidupnya. Namun, apakah kesimpulan ini benar-benar mencerminkan realitas? Apakah uang benar-benar bisa membeli kebahagiaan? Pertanyaan ini telah menjadi perdebatan panjang dan mengundang beragam argumen. Mari kita telaah lebih lanjut.
Memang benar bahwa uang dapat memberikan kontribusi pada kebahagiaan. Secara logis, uang dapat memberikan rasa aman, perlindungan, akses ke berbagai peluang, pengalaman baru, dan kebebasan dalam memilih gaya hidup. Dengan uang, kita dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan, serta kebutuhan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas hidup. Semua hal ini secara kumulatif dapat memberikan rasa bahagia.
Namun, pertanyaannya adalah, apakah semakin banyak uang yang kita miliki, semakin bahagia pula kita? Apakah hubungan antara uang dan kebahagiaan bersifat linear dan tak terbatas? Inilah pertanyaan yang telah menjadi perdebatan panjang dan membingungkan para pemikir dari berbagai disiplin ilmu selama berabad-abad. Penelitian tentang hubungan antara kekayaan dan kebahagiaan pun menghasilkan temuan yang beragam dan seringkali kontradiktif.
Selama berabad-abad, penelitian menunjukkan bahwa uang dan kebahagiaan tidak memiliki keterkaitan. Namun, dalam satu dekade terakhir, penelitian yang lebih mendalam justru mengungkapkan adanya korelasi antara keduanya. Uang memang dapat meningkatkan kebahagiaan, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan, serta kebutuhan lainnya yang mendukung gaya hidup yang lebih baik dan rasa aman.
Akan tetapi, peningkatan kebahagiaan ini tidak berlangsung selamanya seiring bertambahnya uang. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kebahagiaan akan mencapai titik jenuh pada tingkat kekayaan tertentu. Artinya, setelah mencapai tingkat kekayaan tertentu, penambahan uang tidak lagi memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan kebahagiaan.
Pertanyaan selanjutnya adalah, pada tingkat kekayaan berapakah kebahagiaan mencapai titik jenuhnya? Sayangnya, belum ada kesepakatan mengenai angka pasti. Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2010 menunjukkan bahwa batas tersebut adalah $75.000. Artinya, uang akan terus meningkatkan kebahagiaan seseorang hingga mencapai angka tersebut, setelah itu tidak akan ada peningkatan signifikan lagi. Studi ini dianggap sangat inovatif pada masanya.
Namun, studi lain yang dilakukan beberapa tahun kemudian justru menemukan bahwa korelasi antara uang dan kebahagiaan masih terus meningkat hingga mencapai angka $500.000. Temuan ini tentu saja menimbulkan pertanyaan baru dan memicu perdebatan lebih lanjut. Dan yang terbaru, sebuah studi lain bahkan mengklaim bahwa tidak ada batasan dalam hubungan antara uang dan kebahagiaan. Semakin banyak uang yang dimiliki, semakin besar pula potensi kebahagiaan yang bisa diraih.
Oleh karena itu, temuan-temuan penelitian ini sebaiknya tidak langsung diterima mentah-mentah. Ada beberapa alasan yang perlu dipertimbangkan. Pertama, penelitian tentang hubungan antara uang dan kebahagiaan masih merupakan bidang yang relatif baru dan belum memiliki landasan yang kuat.
Kedua, studi terbaru yang mengklaim tidak adanya batasan dalam korelasi uang-kebahagiaan ini diterbitkan sendiri tanpa melalui proses peer-review, sehingga kredibilitasnya perlu dipertanyakan. Ketiga, kesimpulan studi tersebut terkesan terlalu menyederhanakan masalah yang kompleks ini. Apakah benar bahwa orang terkaya di dunia otomatis menjadi yang paling bahagia? Apakah kebahagiaan bisa dicapai hanya dengan meningkatkan pendapatan? Tentu saja, ada faktor-faktor lain yang berperan dalam menentukan kebahagiaan seseorang.
Mungkin kebahagiaan bukanlah semata-mata tentang uang, melainkan tentang bagaimana kita mengelola ekspektasi. Buktinya, banyak orang kaya yang tidak merasa bahagia, sementara ada juga yang merasa puas dan bahagia dengan penghasilan yang lebih rendah karena mereka melakukan pekerjaan yang mereka cintai. Oleh karena itu, bisa jadi selama ini kita salah dalam memandang kebahagiaan. Mungkin kebahagiaan sejati bukanlah tentang materi, melainkan tentang rasa puas dan damai dalam hati, yang tidak bisa diukur hanya dengan angka-angka.