“Menurut klien kami, ketika korban diajak berhubungan badan itu, selalu dikatakan bahwa di dalam diri Aa Gatot itu ada jin yang harus mendapatkan oksigen, dan oksigennya ada di dalam rahim perempuan, caranya dengan memasukkan kelamin ke korban,” papar Sudharmono.
Petikan berita dari Detik.Com itu di-capture oleh @imanbr, dan menyebar ke linimasa Twitter. Jika benar, alangkah hebatnya seorang Gatot Brajamusti menciptakan argumen ritual yang meyakinkan. Terbukti seorang Elma Theana, artis yang sangat kondang di eranya, sempat terbius selama sembilan tahun di padepokan Gatot. Dia tak sadar sudah diajak mengonsumsi narkoba.
“Kalau dari awal saya tahu dicekokin sabu, saya nggak akan mau. Dulu kan dibilangnya aspat. Memang disebut makanan jin,” tegas Elma seperti yang dikutip Bintang.Com.
Mengaku titisan Nabi Sulaiman, A’a Gatot, demikian panggilan intim Gatot Brajamusti, sukses memperdaya Elma Theana, Reza Artamevia, juga wanita-wanita lain. Para pria pun termehek-mehek. Bahkan Gatot sukses ditahbiskan sebagai Ketua Umum Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI) dua periode berturut-turut. Semua mengukuhkan betapa digdayanya seorang A’a Gatot, hingga para insan film Indonesia mengakui “keperkasaannya”. Padahal, prestasi Gatot di dunia perfilman sangat dipertanyakan.
“Saya lihat dia agamis,” ujar salah satu korban A’a Gatot.
“Dia bilang dia keturunan Nabi Sulaiman, makanya dia orang kaya,” ungkap salah satu saksi di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) di TV One yang spesial membahas sepak terjang Gatot.
Ada sejumlah kata kunci dari sepak terjang seorang Gatot Brajamusti. Nabi Sulaiman, padepokan pengajian, makanan jin. Semua mewakili jargon keagamaan. Jargon yang membuat orang terperdaya, sebab dianggap bisa menjadi jawaban atas masalah hidup. Bikin mereka rela melakukan apa saja, percaya segala yang diucapkan sang pemimpin kelompok. Mengorbankan apa saja; uang, waktu, energi, kehormatan, dan semuanya. Lupa batasan moral, etika, hukum, termasuk logika.
Penggunaan simbol-simbol keagamaan demi mendirikan kelompok “ajaib” bukan barang baru. David Koresh sempat menuai sukses di Amerika sana pada periode 1980-1990. Bisa jadi Gatot terinspirasi sepak terjang pemimpin Ranting David yang mengaku sebagai nabi pamungkas dari Texas itu.
Nyaris sama dengan Gatot, pria bernama asli Vernon Wayne Howell itu memanfaatkan simbol-simbol agama demi merangkul “umatnya”. Jika Gatot membawa simbol Islam, David Koresh membawa simbol Kristen. Serupa dengan Gatot pula, David melibatkan ritual seks dengan apa yang disebut sebagai “pernikahan spiritual” bersama pengikutnya. Nyaris sama juga, David didakwa atas kepemilikan senjata api tak berizin beserta bahan peledak.
Jika nasib Gatot berakhir di balik bui, David lebih “patriotik”, sebab dia rela mati bunuh diri saat diserbu pasukan FBI di markasnya tahun 1993 silam. Penyerbuan itu menewaskan setidaknya 80 orang pengikut David setelah terjadi baku tembak. Bedanya, David bukan aktor film atau Ketua PARFI seperti Gatot.
Era 1980-an, di Jepang muncul sekte Aum Shinrikyo pimpinan Shoko Asahara. Pria ini mengaku sebagai Yesus, dengan 40 ribu pengikut di seantero dunia. Lebih radikal dari David Koresh dan Gatot Brajamusti, Shoko dan pengikutnya melakukan tindakan brutal ke seantero Jepang. Menggunakan senjata kimia, dia menyerang Tokyo pada 1995 hingga menewaskan 13 orang.
Pemanfaatan simbol keagamaan yang dilakukan Shoko jauh lebih kreatif dari Gatot dan David. Berawal dari kelompok meditasi dan yoga, Shoko mulai membawa-bawa simbol Budha, Hindu, hingga ajaran Nostradamus. Pada 1992, Shoko mentahbiskan dirinya sebagai Yesus. Sungguh sangat kreatif, bisa merangkul banyak pengikut agama sekaligus.
Ini sekilas mengingatkan kita pada Anand Krishna di Indonesia. Pria asal India itu sejak 1990-an beroperasi di Indonesia dengan membawa misi budaya, kemudian agama. Sama kreatifnya dengan Shoko, Anand berusaha menggabungkan simbol banyak agama. Ujungnya, di tahun 2012 nasib Anand berakhir di bui setelah didakwa atas aksi pelecehan seksual terhadap pengikutnya. Sementara Shoko sampai kini masih mendekam di penjara untuk menunggu eksekusi hukuman mati.
Shoko Asahara dan David Koresh sukses meraup umatnya di dekade 1980-1990-an, di negara yang sama-sama maju, Amerika Serikat dan Jepang. Sedangkan era keemasan Gatot Brajamusti di Indonesia berlangsung sejak 2000-an sampai 2016. Selain mereka, banyak tokoh sekte-sekte yang membawa simbol keagamaan lain. Namun merekalah yang menjadi selebriti bidang itu. Fenomena Shoko, David, dan Gatot membuktikan bahwa manusia, di mana pun mereka berada, sama-sama mudah terkecoh oleh simbol keagamaan.
Dengan membawa nama agama, para pemimpin sekte tersebut mencuci otak pengikutnya. Mereka melakukan tindakan-tindakan di luar akal sehat. Bunuh diri bersama, melakukan ritual seks bebas, bergonta-ganti pasangan, dengan keyakinan itu bagian dari penyucian.
“Agama adalah candu”, kata Mbah Karl Marx. Candu bagi mereka yang dibutakan oleh tipu daya para nabi palsu seperti Gatot Brajamusti, David Koresh, dan Shoko Asahara. Nabi-nabi palsu yang membentuk sekte-sekte sesat yang wajib dibubarkan. Ya, bubarkan!