Salah satu isu yang kerap diembuskan pendukung Jokowi adalah kurangnya pengalaman Prabowo Subianto sebagai penantang petahana. Di media sosial, atau saat turun langsung ke dapil, warga juga sering bertanya kepada saya, “apa sih prestasi Pak Prabowo?”
Saya akui Prabowo memang belum pernah menjabat di tingkat eksekutif dari tingkat RT sampai pusat. Otomatis ia belum pernah memanfaatkan anggaran negara untuk menjalankan program-program pemerintahan layaknya Jokowi dan banyak pejabat eksekutif lainnya. Tidak ada pula artefak infrastruktur yang dibangunnya untuk dijadikan alat klaim prestasi. Namun, bukan berarti ia nol prestasi.
Prabowo harus diakui adalah salah satu orang paling sukses di negeri ini. Mengawali karier di militer, ia mampu menjadi pemimpin korps pasukan elite dan terlibat langsung dalam operasi-operasi besar. Di antaranya memimpin operasi Tim Nanggala di Timor Timur dengan keberhasilan menangkap Xanana Gusmao pada 1992 dan operasi pembebasan sandera Mapenduma yang berhasil membebaskan 10 dari 12 peneliri Ekspedisi Lorentz 95′ dari sekapan Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Memang, banyak yang menyangsikan sederet prestasi lantaran kedekatan Prabowo dengan keluarga Cendana dan anggapan bahwa dirinya sebagai perwira pecatan dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal. Akan tetapi, sudah semestinya anggapan tersebut tidak menihilkan kegigihan dan komitmennya sebagai seorang prajurit untuk menjaga kedaulatan negara. Tanpa dua hal itu, dekat atau tidak dengan keluarga Cendana, agaknya mustahil operasi-operasi tersebut bisa sukses.
Ihwal pemecatan juga mesti dipahami bahwa pada 1998 kondisi politik di Indonesia sedang masa transisi dan memburuk. Siapa pun bisa menjadi kambing hitam dari ketegangan saat itu. Apalagi Prabowo adalah salah satu perwira prodemokrasi.
Lepas dari militer, Prabowo masuk ke dunia bisnis. Ia pun kembali sukses. Bisnisnya berkembang dan menempatkannya di deretan orang terkaya negeri ini bersama saudara kandungnya, Hashim Djojohadikusumo. Bisa digoogling sendirilah kesuksesan lengkapnya di bidang bisnis.
Bicara politik apalagi. Prabowo, menurut saya, adalah salah seorang ketua umum partai tersukses di negeri ini. Ia berhasil membuat Gerindra menjadi partai terbesar ketiga di negeri ini hanya dalam waktu 12 tahun sejak didirikannya pada 2008 lalu. Bahkan di pemilu pertamanya, Gerindra sudah mengusung cawapres sendiri. Ya, Prabowo mendampingi Megawati.
Pada 2014 tren Gerindra semakin meningkat. Tidak hanya bisa mengusung Prabowo sebagai capres dengan dukungan banyak partai, tapi juga berhasil finis di posisi ketiga setelah PDIP dan Golkar yang merupakan partai tua. Kini sejumlah hasil survei bahkan menempatkan elektabilitas Gerindra di urutan kedua dari 20 partai lain peserta pemilu.
Selain di tingkatan elite, Prabowo juga sukses memimpin organisasi yang berhubungan langsung dengan kepentingan publik. Ia memimpin pernah Himpunan Keluarga Tani Indonesia (HKTI) dan sekarang masih menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI). Kita pun telah menyaksikan bersama jayanya kontingen pencak silat Indonesia di Asian Games 2018 di bawah kepemimpinannya. Hampir seluruh emas disapu bersih. Barangkali menjadi yang pertama dalam sejarah bangsa ini pernah menyabet belasan medali lewat satu cabor.
Sebagai Wakil Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, saya melihat dari dekat kesuksesan Prabowo. Terutama di bidang kepartaian. Saya berkesimpulan itu bisa dicapai Prabowo karena kemampuan manajerial dan kepemimpinannya yang cakap.
Prabowo adalah tipikal pemimpin yang tidak malu lagi ragu untuk berdiskusi serta menerima masukan dari kader-kadernya. Setiap masukan yang dianggapnya baik untuk kemajuan partai dan masyarakat diterima lalu dijalankannya sebagai keputusan partai. Bahkan, ia tidak ragu untuk turun langsung ke daerah guna memastikan setiap kebijakan partai yang berkaitan dengan masyarakat berjalan di lapangan.
Misalnya, sebagai seorang caleg saya diminta langsung oleh Prabowo untuk terus melaporkan persoalan-persoalan masyarakat Riau, Dapil saya. Saya sampaikan persoalan mereka adalah minim akses untuk membuka usaha. Lantas ia meminta saya untuk memfasilitasi mereka secara langsung dalam mendapatkan akses izin dan modal usaha. “Kita berjuang bukan hanya dapat suara. Kita memastikan persoalan mereka terselesaikan,” tegasnya ke saya.
Yang penting untuk saya katakan, adalah komitmen Prabowo menggunakan partai sebagai alat menyejahterakan rakyat.
“Tugas kita berpartai adalah menyelamatkan bangsa. Membuat kepala bangsa ini tegak di antara bangsa-bangsa lain. Memastikan setiap anak mendapat pendidikan dan gizi yang layak. Memastikan setiap ibu bahagia dan pemudanya mendapat masa depan yang cerah,” begitulah pesan yang sering saya dengar dari Prabowo.
Mungkin kalian juga pernah mendengar pesan Prabowo tersebut saat kampanye. Bedanya dengan politikus lainnya, ia sudah membuktikan omongannya. Dengan modal pribadi ia menjalankan program pencegahan stunting pada anak dan pengembangan peternakan.
Selama 12 tahun ke belakang, Prabowo rutin menyumbangkan kambing Etawa dan sapi ke daerah-daerah. Fungsinya untuk diternak daging dan susunya. Sebagian hasil daging bisa membantu perekonomian peternak. Di sisi lain untuk memenuhi kebutuhan gizi anak-anak mereka.
Tapi, itulah Prabowo. Saya akui ia memang terlalu naif sebagai politikus. Ia memilih menyepi dari pencitraan berlebihan atas hal-hal yang dilakukannya. Sehingga, ketika program Generasi Emak-Emak dan Anak Minum Susu (GEMAS) dideklarasikan tahun lalu, media menyangsikannya dan menganggapnya sekadar pencitraan.
Saya mafhum saja dengan anggapan tersebut. Namanya juga sedang masa pemilu. Segala tingkah manusia bisa dimaknai politis, apalagi Prabowo yang jelas menjadi capres. Tapi toh, meminjam kalimat populer Sonny Tulung, survei membuktikan. Masyarakat mulai menyadari peran Prabowo selama ini, meskipun pencitraannya tidak seluas Jokowi. Tren elektabilitas Prabowo di sejumlah survei meningkat. Kini rata-rata di angka 31 persen dibandingkan tahun lalu. Sebaliknya Jokowi stuck di sekitar 54 persen. Itu belum menghitung yang masih menyembunyikan pendapatnya.
Dari sejumlah survei tersebut, yang menjadi catatan penting bagi saya, adalah peningkatan tren suara pemilih muslim bagi Prabowo. Misalnya survei LSI Denny JA yang menyatakan kenaikan dari 27,9 persen pada Agustus 2018 menjadi 35,4 persen pada Januari 2019. Hal ini menunjukkan, bahwa yang dibutuhkan masyarakat muslim sebagai mayoritas penduduk Indonesia dan mayoritas pula prasejahtera, adalah pemimpin yang bisa menyejahterakan mereka.
Tanpa mengurangi rasa hormat kepada KH Ma’ruf Amin, rupanya Prabowo dan segala prestasinya di masa lalu dianggap sebagian masyarakat muslim bisa memberi kesejahteraan.
Jadi, prestasi Prabowo mana lagi yang kalian pertanyakan?