Jumat, Maret 29, 2024

Aloitta, Ina! (Catatan Tiga Hari di Mentawai)

Ka’bati
Ka’bati
Penulis Novel Padusi, Ruang Kerja Budaya (RKB)

Pagi itu ada kesibukan kecil di uma. Para perempuan menjerang air untuk membuat teh dan laki-laki membersihkan potongan-potongan kayu yang berserakan di halaman. Sebagian yang lain terlihat menyusun kursi-kursi.

Uma di tengah desa Seureinu itu tampak masih baru. Potongan-potongan kayu sisa bangunan berserakan di samping luar, bahkan gergaji kayu dan palu masih tergeletak di sudut ruangan. Rumbia yang jadi atapnya pun masih berwarna coklat terang. Uma itu adalah mahakarya penduduk desa, tempat mereka berbagi cerita, rumah publik milik delapan suku. Ke uma itulah saya berkunjung, Jumat (22/10/2021) lalu, bersama seorang politisi perempuan yang sekarang duduk di DPR RI, Lisdawati Anshori atau yang popular dengan nama Lisda Hendrajoni.

Aloitta Ibu Lisda. Maaf Ibu, tidak banyak yang bisa berkumpul. Sebagian warga harus ke ladang,” sambut Nukller Sababalah, ketua adat yang bertanggungjawab di uma itu. Nukller memangku jabatan sebagai sikamuri semacam dewan pengawas.

Lisda tersenyum dan menangkupkan dua tangan. Pagi itu politisi Partai Nasdem tersebut memakai baju biru putih dengan jilbab senada. Kostum yang kami beli di Toko Serba 35 Ribu, malam sebelumnya. Ternyata Ibu Dewan Republik ini bukan tipikal perempuan penggila barang bermerk.

“Saya jarang membeli barang-barang mahal. Sayang saja uang dihabiskan untuk itu,” ujarnya di depan kasir, saat membayar belanjaan.

Biru adalah pilihan kostum yang sesuai dengan identitas partainya. Lisda tak banyak bicara tetapi lebih memilih banyak mendengar. Saya justru yang lebih banyak tampil memancing warga untuk mengeluarkan keluh kesahnya kepada anggota legislatif yang mereka pilih itu. Mentawai memang salah satu basis suara dan daerah pemilihan Lisda. Sementara saya sebenarnya bukan siapa-siapa di Partai Nasdem, saya hanya penulis cum jurnalis yang senang dengan kegiatan sosial serta berpetualang ke tempat-tempat baru. Pagi itu saya diminta untuk memoderatori pertemuan warga dengan Lisda.

Sebenarnya, saya termasuk satu dari sekian banyak  orang yang bertanya-tanya tentang sosok Lisda Hendrajoni, politisi Partai Nasdem yang saat ini duduk di DPR RI. Lisda itu kan orang baru di politik, menyatakan diri pula sebagai pendukung Jokowi di Sumbar la kok bisa duduk di legislator, itu rahasianya apa?

Sekian lama pertanyaan itu mengambang saja di atas jawaban yang kadang naif; mungkin karena dia punya uang, cantik, istri (mantan) bupati. Sampai akhirnya saya punya kesempatan mengikuti perjalan tiga hari Lisda ke Kabupaten Mentawai (20-22 Oktober).

Cukup susah juga memancing warga untuk bicara tentang kesusahan hidup mereka. Sepertinya penduduk pulau ini punya harga diri yang tinggi dan tidak gampang berkeluh kesah, terutama kepada orang asing yang mereka sebuat sasareu (pendatang). Setelah meyakinkan mereka bahwa perempuan cantik yang duduk di depan itu adalah ‘Ina (ibu)’ yang mereka pilih sendiri, dan yang akan memperjuangkan nasib mereka, satu dua orang mulai buka suara. Rata-rata yang menjadi keluhan adalah persoalan cara mencari biaya untuk menyambung pendidikan anak-anak.

“Soal makan kami bisa cari di sini buk. Tapi mengirim anak sekolah ke ‘seberang’ itu yang susah,” keluh Mayona, aktifis PKK Seureinu.

“Kami tidak butuh diberi ikan, Ibu. Kami perlu dikasih pancing. Ajarkan kami cara-cara untuk bisa mandiri. Buat pelatihan. Tinggallah lebih lama bersama kami,” ujar perempuan setengah baya yang terlihat paling vocal di antara yang lainnya itu.

Lisda mengangguk-angguk, mencoba memahami persoalan mereka. Dengan tenang dia kemudian menjelaskan apa tugasnya sebagai anggota legislatif dari komisi delapan yang memang membidangi persoalan sosial, agama, kebencanaan serta persoalan ibu dan anak. Lisda juga menjelaskan dengan rinci bantuan apa yang bisa dia berikan dan apa yang dia janjikan akan diberikan. Tidak ada yang berlebih-lebihan dari cara penyampaiannya.

Cara Lisda menghadapi konstituennya membuat saya yakin kalau istri mantan Bupati Pesisir Selatan ini punya kemampuan (people skill) mumpuni sebagai politisi. People Skill adalah kemampuan wajib yang harus dikuasai seorang politisi, ini meliputi bagaimana menampilkan citra positif, berempati, kemampuan mendengarkan orang lain, kemampuan berrgumentasi, bernegosiasi serta meyakinkan massa.

Hari pertama dan kedua kunjungan Lisda ke Mentawai lebih banyak dilewatkan dengan acara seremonial, penyerahan alat-alat kesehatan, kunjungan ke sekretariat partai dan instansi pemerintah. Pada hari Jumat yang padat itu, kunjungan hari terakhir, kami bergerak dari pagi menuju desa-desa yang berjarak puluhan kilo meter dari penginapan di Tua Pejat. Sepanjang kunjungan itu saya mengamati bagaimana mantan Pramugari Garuda Indonesia ini membawakan diri dan bergaul. Setiap orang mendapat penghargaan yang setara. Kawan lama dan teman baru bagi Lisda punya tempat istimewa.

Sore hari kamis (21/10) saya ditelpon oleh Bang Akmal, sahabat baik yang menjadi Kepala Kantor BASARNAS Kep Mentawai. Beliau mengajak kami berkeliling mengunjungi pulau-pulau di sekitar dermaga dan diakhiri jamuan makan malam khusus untuk Kak Lisda. Kami menggunakan kapal Boat khusus kebencanaan yang kecepatannya mengalahi kecepatan Mentawai Fast untuk berkeliling. Di tengah perjalanan, dengan santai Lisda meminta izin untuk mengambil alih kemudi. Lalu dengan gesit melajukan kapal menuju pantai.

“Kita harus berani menerima tantangan. Mencoba hal baru, itu saya suka,” ujarnya pada saya yang berdiri disampingnya. Kesukaannya pada tantangan-tantangan baru dalam hidup itu juga dia tunjukkan dengan cara terus belajar. Saat ini Lisda, yang dikalangan kader Nasdem akrab dipanggil Kakak Lisda itu, tercatat sebagai mahasiswa S3 di UNP.

“Sudah hampir selesai. Dan saya akan sekolah lagi. Saya mau ambil kuliah di luar, insyaallah. Terus belajar itu penting,” tegasnya dibarengi senyum.

Sahabat baik saya Iswanto, saya kenalkan ke Lisda sebagai seorang seniman bongsai. Sebenarnya Iswanto yang akrap disapa Pak Lek, adalah anggota KPU di pulau itu, namun aktifitasnya membuat karya seni dari aneka kerajinan dari barang-barang terbuang terlihat lebih menonjol, terutama di saat musim kampanye masih jauh ini. Penampilan Pak Lek di luar jam dinas tentu apa adanya saja, kaos oblong dan celana jeans yang kedodoran. Tubuhnya juga ceking.

Lagi-lagi saya melihat, bagi Lisda siapapun orangnya, apapun jabatannya, semua berusaha beliau tempatkan dengan sebaik-baiknya. Tuturnya yang lembut dan lebih banyak mendengarkan menurut saya akan membuat tidak ada yang sakit hati secara pribadi.

Selain berjumpa warga di Uma Saurenu, pada jumat yang padat itu, kami juga memacu kendraan ke desa-desa lain melewati Rokot, Matobek, sampai ke Sioban. Jalan desa sunyi. Sesekali kami berselisih dengan rombongan anak berseragam sekolah dasar, berjalan kaki beriringan sambil menenteng ikan atau umbi-umbi untuk mereka jual sambil ke sekolah.

Di sungai perempuan tampak sibuk mencari Batra dan Toek, ulat-ulat kayu yang menjadi sumber protein keluarga. Di ladang-ladang mereka menanam keladi dan memanen pisang. Tentu semua hasil pulau yang mereka usahakan itu tak akan mencukupi untuk membiayai anak-anak mereka menempuh pendidikan tinggi, melakukan pengobatan medis untuk penyakit berat atau membangun rumah dengan WC yang layak. Bahkan angkutan umum saja tidak tampak di jalan.

Saya merasa seolah-olah berada di tempat yang asing dan waktu seperti terhenti. Apa akal?

“Kak, kita tidak bisa hanya berkunjung sebentar. Kondisi sosial dan masyarakat Mentawai harus menjadi perhatian penuh. Harus ada perubahan untuk lebih baik di daerah ini. Dulu saya gamang untuk datang ke Mentawai tapi sekarang saya yakin saya harus berbuat sesuatu untuk daerah ini,” tekad Kak Lisda. Sebuah niat tulus yang jadi catatan akhir perjalanan kami.

Masura bagatta, Bumi Sikere.

Ka’bati
Ka’bati
Penulis Novel Padusi, Ruang Kerja Budaya (RKB)
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.