Selamat jalan Pahlawan.
Perih rasanya kehilangan 53 prajurit, apalagi yang gugur adalah prajurit Hiu Kencana, pasukan yang dilatih khusus untuk mempertahankan kedaulatan teritori Indonesia dari bawah laut. Lima puluh tiga prajurit Hiu Kencana gugur menunaikan janjinya, tidak mundur sedikit pun mempertahankan kapal selam milik TNI-AL KRI Nanggala 402 meski gugur adalah akhir dari perjuangan.
KRI Nanggala 402 memang sudah usang, tinggal menunggu waktu untuk merenggut nyawa prajurit kita, di medan tempur atau pun dalam misi latihan seperti yang terjadi di perairan utara Bali. Kapal selam buatan Jerman tahun 1978 itu masih digunakan untuk kebutuhan operasi sejak kemunculan perdananya di ulangtahun TNI ke-36 pada tanggal 5 Oktober 1981. Kini KRI Nanggala 402 karam selamanya terbaring di dalam samudera bersama nyawa 53 orang pahlawan Hiu Kencana. Menyelam untuk selamanya.
Momentum modernisasi Alutsista
Indonesia dengan wilayah perairan yang sangat luas hanya dikawal oleh lima kapal selam, KRI Nanggala 402 salah satunya. Setelah karamnya KRI Nanggala 402 maka Indonesia hanya memiliki empat kapal selam. Sangat jauh jika dibanding dengan Singapura yang memiliki 20 kapal selam atau bahkan vietnam yang memiliki 6 buah kapal selam.
Lebih miris lagi jika melihat luas wilayah perairan Indonesia yang mencapai 5,8 juta meter persegi. Dengan hanya tersisa 4 buah kapal selam, bisa diperkirakan satu kapal selam, masing-masing harus menjaga 1,48 juta meter persegi wilayah perairan Indonesia.
Memang sudah direncanakan untuk menambah kapal selam Indonesia menjadi 12 buah untuk mencapai apa yang disebut sebagai minimum essential forces yang harus dimiliki Indonesia. Namun berbagai kendala anggaran dan prioritas menyebabkan target itu masih sulit untuk dicapai.
Keunikan kapal selam militer adalah deterrence effect atau efek penggentar, efek yang membingungkan musuh, apalagi jika kapal selam tersebut dilengkapi dengan teknologi anti radar dan persenjataan yang maksimal. Kapal selam bisa mangatasi berbagai macam ancaman nasional, baik itu bersifat militer maupun non militer seperti pencurian ikan dan penyelundupan.
Ini adalah lampu kuning bagi Menteri Pertahanan Republik Indonesia, upaya modernisasi alat utama sistem senjata, terutama Angkatan Laut dan Udara perlu untuk disegerakan. Gugurnya 53 prajurit terbaik Hiu Kencana harus menjadi pengingat untuk kita semua, bahwa kedaulatan nasional sangat bergantung pada kemampuan dan kapabilitas pertahanan kita di darat, laut dan udara.
Menteri Pertahanan harus fokus kepada hal utama tersebut. Tidak ada waktu lagi untuk mengurus politik, kepentingan nasional adalah diatas segalanya, agar gugur pahlawan tak sia-sia. Mereka yang terbaring bersama KRI Nanggala 402 adalah peringatan penting sebagai pedoman langkah bangsa ini ke depan. Seakan mereka berseru pada kita lewat puuisi Chairil Anwar “kami tidak bisa lagi berkata, Kaulah sekarang yang berkata.”