Namanya Jahima, siswi SMA Kosgoro, tinggal di Kampung Jawa, Tomohon. Kampung Jawa merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Tomohon Selatan. Penduduknya seratus persen Islam.
Menurut beberapa sumber, Tomohon didirikan oleh para pejuang kemerdekaan yang berasal dari Banten. Kota Tomohon sendiri pernah dianugerahi Harmony Award oleh Kementerian Agama Republik Indonesia.
Jahima merupakan satu dari sekian siswa muslim yang menjadi minoritas di wilayah mayoritas Kristen. Ia, dan juga teman sebayanya, sejak kecil terbiasa hidup berbaur dengan pemeluk agama lain. Terbiasa hidup dalam keragaman. Namun tetap teguh memeluk (dan menjalankan ritual) agama Islam.
Dalam sebuah acara bulan November lalu, yang dihadiri oleh salah seorang Peneliti Senior Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Jakarta dalam rangkaian program CONVEY, Jahima mengungkapkan pernah menjadi juara pertama lomba baca al-Qur’an tingkat daerah ketika SMP. Ketika mengikuti lomba tersebut, ia tak hanya didukung oleh keluarga dan masyarakat Kampung Jawa yang muslim. Tapi juga oleh teman-teman dan guru yang notabene Kristiani.
Salah satu timbal balik dari hubungan harmonis tersebut, Jahima tak pernah ragu untuk mengucapkan Selamat Natal kepada umat Kristiani, baik kepada masyarakat maupun warga sekolahnya. Dalam ingatannya, tak pernah ada ustadz yang mengatakan bahwa ungkapan tersebut tidak dibolehkan.
Sikap
Bulan Desember, seperti halnya pada tahun-tahun sebelumnya, boleh tidaknya seorang muslim mengucapkan selamat Natal kembali menjadi perdebatan. Persoalan ini seolah menjadi tradisi tahunan yang tak kunjung usai. Pertanyaannya adalah bagaimana muslim memaknai perbedaan dan toleransi dengan pemeluk agama lain?
Dalam Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam mengisahkan bahwa Nabi Muhammad pernah menerima kunjungan dari Kristen Najran. Ketika rombongan itu tiba di Madinah, mereka langsung menuju mesjid. Nabi bersama para sahabatnya sedang melaksanakan shalat ashar saat itu. Ketika waktu kebaktian tiba, Nabi memperkenankan mereka untuk melakukan ibadah di dalam mesjid. Agar mereka tak perlu mencari gereja.
Kisah di atas menunjukkan bahwa Nabi sangat toleran terhadap umat Kristiani. Terhadap pemeluk agama lain. Nabi memberikan kesempatan dan kebebasan untuk melakukan ritual ibadah di dalam mesjid. Kisah-kisah mengenai toleransi tersebut banyak bertebaran jika tak malas untuk membaca. Jika mau mencari kedalaman dan menjadikannya contoh sekaligus pelajaran untuk menghadapi suatu peristiwa.
Seharusnya, sikap yang dicontohkan oleh Nabi menjadi inspirasi dan modal utama bagi pewujudan bina-damai Islam dan Kristen di Indonesia. Karena bukti historis ini menunjukkan bahwa toleransi bisa dipraktikkan secara nyata. Toleransi aktif. Bukan pasif, yang hanya menjadi pemanis bibir semata.
Islam, yang salah satu derivasi katanya berarti damai, harusnya akomodatif terhadap pemeluk agama lain. Harusnya menumbukan sikap toleran dan berperan aktif di garda terdepan dalam mewujudkan perdamaian global. Perdamaian yang hakiki.
Akhirnya, sebagai seorang muslim, sama halnya seperti Jahima, saya ingin mengucapkan selamat Natal bagi teman-teman Kristiani.
Semoga menjadi salah satu upaya yang bisa ditempuh untuk menunjukkan toleransi antar pemeluk agama. Terlebih karena islam yang saya anut dan maknai adalah islam yang toleran terhadap pemeluk agama lain.