Kamis, April 18, 2024

Islam, Pancasila, dan Fitrah Keindonesiaan Kita

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.
Presiden Joko Widodo menerima Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan beserta keluarga saat silaturahmi dan halalbihalal Hari Raya Idul Fitri 1438 Hijriah di Istana Negara, Jakarta, Minggu (25/6). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

JUNI tahun ini adalah Bulan Pancasila dan Bulan Ramadan, bahkan juga di bulan ini kita merayakan Hari Idul Fitri. Dalam dialog dengan Ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila, Yudi Latif, tentang refleksi Idul Fitri dalam konteks keindonesiaan kita di salah satu televisi nasional, saya mengatakan Islam dan Pancasila memiliki hubungan yang sangat erat dan dinamis. Sila-sila pada Pancasila meneguhkan nilai-nilai Islam yang dilaksanakan umat Muslim. Saya, tentu saja, memaparkannya masih terkait dengan Ramadhan dan Idul Fitri.

Sila kesatu: Ketuhanan Yang Maha Esa. Jelas sila ini meneguhkan Hadits Qudsi Riwayat Bukhari, “Sesungguhnya seluruh amal ibadah anak cucu Adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Puasamu untukKu, dan Aku sendiri yang akan membalasnya.” Sila kesatu Pancasila ini mengandung dua makna utama, yaitu tauhid dan akidah. Tauhid mengesakan Tuhan, sedangkan akidah mengikatkan diri pada keesaan Tuhan.

Selama sebelas bulan dalam setahun, dalam salat lima waktu, umat Muslim telah melatih dirinya untuk “lillahi ta’ala” atau mempersembahkan pengabdiannya untuk Allah semata. Bahkan, dalam doa iftitah, kita berikrar, “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku, adalah untuk Allah semata.” Ketika tiba Ramadhan, Allah menagihnya: puasamu untukKu. Islam dan Pancasila seikat sepertalian tauhid dan akidah.

Sila kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ini tidak hanya mengenai manusia, namun tentang kemanusiaan. Bukan hanya soal menahan makan dan minum, tapi lebih tentang menahan diri. Bukan pula hanya perkara lapar dan dahaga, sebagaimana disebutkan dalam Hadits Riwayat Thabraniy, “Betapa banyak orang yang berpuasa tapi orang itu tidak mendapat sesuatu dari puasanya selain rasa lapar dan haus”, melainkan lebih tentang empati dan simpati.

Kita berpuasa agar menjadi manusia yang bertakwa. Tujuan akhirnya adalah menjadi al- Insan al-Kamil, atau manusia paripurna, yaitu manusia yang mengabdikan dirinya untuk kemanusiaan. Dan, teladan terbaik adalah Rasulullah Muhammad SAW. Sang Nabi mengawali karir keparipurnaannya dengan sikapnya yang adil. Ia dipercaya kaum Quraisy untuk menengahi perkara meletakkan Hajar Aswad ke Ka’bah. Di dalam keadilan terkandung kejujuran.

Dan, berbicara mengenai adab, bukankah tugas kerasulan Muhammad SAW adalah menyempurnakan akhlak mulia? Ketika Ramadhan, kita menata akhlak dan adab. Tidak hanya menahan diri dari santapan, tapi juga dari lisan dan perbuatan. Dari su’udzon (prasangka buruk), buhtan (penyebaran kebohongan), ghibah (pergunjingan), fitnah (penuduhan tanpa bukti), laghwu (pembicaraan sia-sia), roffats (omongan jorok), ghadab (perilaku marah), hasad (perbuatan iri dengki), dan lain-lain.

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Sangat cepat menemukan bukti sederhana soal betapa Islam dan Pancasila segendang seperiangan. Kita satu pendapat dalam urusan mendengar adzan maghrib: buka puasa! Silaturahmi selama Ramadan pun bukti nyata. Umat Muslim berbondong-bondong memakmurkan masjid, majelis ilmu, dan gerakan amaliah. Momentum Ramadhan mempersatukan kita dalam keguyuban dan kerukunan antar-insan.

Dalam Q.S. Ali Imran: 103, Allah telah memerintahkan berpegang pada taliNya, tidak terpecah belah, mensyukuri nikmat dari Allah, belajar dari kerugian sikap bermusuh-musuhan, dan betapa Allah mempersatukan hati kita dalam nikmat persaudaraan. Terasa betul nikmatnya berpegang pada Allah dan bersaudara dengan sesama manusia dalam suasana Ramadhan. Meski bulan suci telah berlalu, kita tetap wajib saling menghormati dan menjaga persatuan Indonesia.

Sila keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan. Lihat, setelah rukyatul hilal atau pemantauan terhadap penampakan pertama bulan sabit setelah ijtima’ diselenggarakan di 84 titik di 33 provinsi di Indonesia, rakyat kembali menyerahkan keputusannya kepada Sidang Isbat Kementerian Agama Republik Indonesia. Menteri Menteri Lukman Saifuddin mengatakan, “peserta Sidang Isbat sepakat malam ini telah memasuki 1 Syawal 1438 H.”

Ya, sepakat. Mufakat. Musyawarah yang menghasilkan permufakatan. Lalu, tanpa dikomando lagi, masjid-masjid segera mengumandangkan takbir menyambut penetapan 1 Syawal, wujud gotong-royong saling mengabarkan tibanya hari kemenangan. Jika pun terjadi perbedaan pendapat, dalam hal ini perbedaan penetapan 1 Syawal, hal itu selayaknya dihormati sebagai dinamika musyawarah. Yang terpenting, kita sepakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sila kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Implementasinya dapat kita praktikkan melalui zakat fitrah dan zakat mal, pun demikian melalui sedekah dan infak. Setelah selama Ramadan kita berbagi makanan ta’jil untuk bersegera berbuka dan membayar fidyah atau tebusan karena meninggalkan puasa, kita kemudian berzakat. Setelah merasakan lapar dahaga sebagaimana fakir, miskin, dan hamba sahaya; menahan makan dan minum; kita kemudian berbagi dengan mereka.

Inilah ajaran nyata dalam Islam, dan dalam Pancasila, betapa kesalehan personal pun harus bertumbuh dan berkembang menjadi kesalehan sosial. Sebab, agama bukan melulu tauhid dan akidah, tapi juga mengedepankan akhlak dan muamalah. Sila kelima Pancasila seiring sejalan dengan ajaran Islam, khususnya dalam hal ini ajaran dan perintah yang terkait dengan Ramadhan. 

Kini, Idul Fitri telah tiba. Sebagai anak bangsa Indonesia, umat beragama Islam tak perlu khawatir dalam meyakini dan melaksanakan Pancasila.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1438 H. Mohon maaf lahir dan batin.

Baca juga:

Refleksi Idul Fitri dan Solidaritas Kemanusiaan

Candra Malik
Candra Malik
Budayawan sufi yang bergiat di bidang kesusastraan, kesenian, kebudayaan, dan spiritualitas.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.