Rabu, April 24, 2024

2016 dan Nasib KPK

Feri Amsari
Feri Amsari
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Maket gedung baru KPK disiapkan untuk peresmian gedung Baru KPK di Jakarta, Senin, (28/12). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/15.
Maket gedung baru KPK di Jakarta, Senin, (28/12). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/15.

Setelah dirundung malang sepanjang tahun 2015, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang masih eksis. Meskipun lembaga antikorupsi itu dirusak dari dalam, secara kelembagaan KPK masih berjalan sesuai tujuan pembentukannya, walau terseok-seok.

Kerusakan terjadi karena serangan terhadap KPK yang dilakukan beruntun dari pelbagai lini dan institusi. Tak usahlah disebutkan di sini institusi yang menyerang KPK, nanti berpotensi dikriminalisasi. Lebih baik fokuskan “perbincangan” kepada nasib KPK di 2016 dengan format pimpinan baru berumur sebiji jagung? Runtuh atau mampu berkonsolidasi kembali?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya mengukur potensi masalah yang akan dihadapi KPK di tahun monyet api ini. Tidak bermaksud hendak meramal, tetapi nasib KPK dapat dibaca dari empat masalah krusial yang dirancang para pembenci KPK.

Pertama, lembaga antirusuah itu tidak hanya akan diperlemah melalui pembatasan kewenangan tetapi juga berpeluang ditiadakan sama sekali lewat revisi Undang-Undang KPK. Sebagai lembaga paling berhasrat memperlemah KPK, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana membatasi usia lembaga KPK hanya 12 tahun semenjak revisi UU tersebut disahkan. Meski berumur 12 tahun, KPK juga memiliki kewenangan penyadapan terbatas setelah memperoleh izin pengadilan.

Lebih jauh rancangan UU itu juga menghilangkan kewenangan penuntutan dan memiliki penuntut sendiri. Jika revisi UU KPK terjadi, lembaga antirusuah itu tepat diibaratkan sebagai mayat hidup. Ada tapi tiada.

Kedua, pimpinan baru KPK berpotensi tidak segarang pendahulunya. Sebab, dari kelima pimpinan baru, mayoritas menghendaki revisi UU KPK dan bersinergi dengan institusi penegak hukum lain. Padahal, sebagaimana jamak diketahui umum, institusi penegak hukum lain itu dianggap perlu “dibersihkan” dari virus korupsi, kolusi, dan nepotisme terlebih dulu. Terlebih beberapa unsur pimpinan berasal dari lembaga yang kerap bermasalah dengan KPK. Itu sebabnya KPK tidak akan melakukan upaya pembersihan terhadap lembaga-lembaga penegak hukum, meskipun pembersihan itu adalah langkah penting dalam menciptakan negara yang bebas dari korupsi.

Ketiga, pelemahan terhadap institusi KPK juga berlangsung hingga para pegawai. Satu per satu pegawai KPK diisi orang-orang yang berasal dari lembaga yang bermasalah dengan KPK. Para pegawai juga “kehilangan kekompakan” yang biasanya menjadi kekuatan penting di KPK.

Akibatnya, ketika KPK diobok-obok pimpinannya karena kehendak politik, sulit sekali bagi pegawai KPK melakukan perlawanan yang terorganisasi untuk menguatkan lembaga secara internal. Padahal pegawai KPK adalah nafas dari lembaga antikorupsi tersebut. Bukankah para komisioner KPK hanya akan menjabat lima tahun, sedangkan para pegawai KPK berkemungkinan akan tetap bertahan hingga pensiun.

Keempat, ketika KPK dilemahkan luar-dalam, para koruptor akan menunggu waktu yang tepat untuk membalaskan dendam mereka. Menurut saya, jika pada 2016 UU KPK berhasil direvisi dan memperlemah kewenangannya, para koruptor tentu akan berupaya (bekerjasama) untuk mengakhiri lembaga tersebut melalui pelbagai cara. Apabila KPK berhasil tiada, bukan tidak mungkin mereka akan mempertanyakan pemidanaan, tuntutan, dan penahanan bagi mereka oleh lembaga telah tiada.

Solusi?
Sebagai lembaga yang tidak pernah berhenti dari masalah, (pegawai) KPK tentu telah memikirkan langkah-langkah untuk mengatasi empat permasalahan di atas. Salah satu langkah yang dianggap penting adalah pimpinan dan pegawai KPK harus mendesak Presiden Joko Widodo melakukan pembatalan terhadap misi “melumpuhkan KPK” dengan menolak secara tegas pengesahan revisi UU KPK itu.

Kalaupun berharap kepada Jokowi adalah fatamorgana pergerakan antikorupsi paska pemilihan presiden, ada baiknya wadah pegawai KPK melakukan pemufakatan bersama untuk terus menjaga KPK dengan apa pun daya yang dimiliki. Jika pegawai KPK bergerak bersama untuk selalu kompak dan bermufakat bersama dalam menguatkan kembali KPK, maka upaya membenamkan KPK pada 2016 itu tidak perlu terlalu dikhawatirkan.

Pegawai KPK harus melakukan konsolidasi yang sehat untuk mampu membuat lembaga ini dapat dihormati kembali seperti sediakala. Sebelum terlambat ada baiknya para pegawai memulai merancang perlindungan terhadap KPK saat ini juga. Namun begitu, ada baiknya kita mengucapkan, “Selamat Tahun Baru bagi KPK yang telah memiliki gedung baru.”

Feri Amsari
Feri Amsari
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.