Setelah berpuasa selama sebulan penuh, akhirnya kita umat Islam bertemu dengan hari yang kita nanti-nantikan. Hari bagi kita umat Islam untuk kembali kepada fitrah, bentuk asal dan juga meraih kemenangan karena kita sudah menjalankan puasa selama sebulan penuh.
Hari Raya Idul Fitri yang biasa kita rayakan dengan meriah, saling bersalam-salaman dan juga saling berkunjung antar keluarga, sahabat dan teman, namun pada tahun ini kita tidak bisa melaksanakan kemeriahan tersebut. Bahkan organisasi-organisasi Islam sudah mengeluarkan himbauan kepada kita semua agar kita melaksanakan salat Idul Fitri dengan keluarga di rumah saja dan juga membayar zakat fitrah atau zakat mal dengan cara yang aman.
Ya, salat Idul Fitri di rumah saja bersama keluarga bagi kita akan membantu memutus rantai penularan COVID-19. Ini juga merupakan ikhtiar penting bagi kita umat Islam di hari raya Idul Fitri.
Memang banyak orang yang sedih menerima kenyataan seperti ini. Bayangkan, Idul Fitri yang kita rayakan setahun sekali, namun untuk saat ini, kita tetap dihimbau di rumah saja. Bayangkan Idul Fitri yang selama ini menjadi simbol kesyiaran umat Islam Indonesia, untuk saat ini, kita hanya mensyiarkannya melalui media sosial.
Bayangkan Idul Fitri yang kita rayakan dengan memakai pakaian yang indah –tidak harus baru–dan makanan yang enak, namun untuk saat ini, kita hanya bisa memakainya di rumah saja. Kita pun tidak bisa mengundang orang-orang dari keluarga lain atau teman untuk makan bersama-sama dengan kita di rumah kita. Padahal hal itu disunahkan.
Yusannu an yatanadhofa adzahib ilaiha wayalbisa ahsana tsiyabihi idh-haron lilfarhi wa alsurur bihadza
Ini kata ulama, di mana disunnahkan bagi kita orang yang menunaikan atau pergi menjalankan salat Idul Fitri untuk bersih-bersih, memakai pakaian yang terbaik dan menunjukkan kesenangan dan kebahagiaan dengan adanya dan datangnya Idul Fitri tersebut.
Memang, banyak hal yang seharusnya menjadi kebahagiaan dan kesyiaran Islam tidak bisa dirasa lagi pada lebaran kali ini.
Apakah kita layak marah pada keadaan seperti yang kita hadapi saat ini? Sebagai manusia biasa, marah adalah hal yang wajar terjadi. Marah pada keadaan dan situasi bahaya yang tidak tahu pasti kapan berakhirnya adalah bagian dari karakter kita sebagai manusia biasa. Namun jika kita mau renungkan secara mendalam, pertanyaannya adalah kita mau marah kepada siapa? Marah kepada Pemerintahkah?
Bisa itu terjadi, tapi pemerintah di mana-mana di seluruh dunia juga mengalami hal yang sama. Mereka mengalami kesulitan. Marah kepada pihak luar yang menyebabkan virus ini menjadi ada? Itu juga bisa. Tapi sejauh ini, kita masyarakat kesehatan dunia masih belum menentukan soal asal-usul virus itu dari mana dan seperti apa?
Mari kita kelola amarah kita untuk terus berusaha tanpa lelah mempertahankan kehidupan kita. Mempertahankan hidup adalah hal yang sangat penting dan dianjurkan oleh agama kita. Mempertahankan hidup adalah tuntutan utama syariah. Dan itu menjadi bagian dari tujuan syariah.
Sekali lagi, jika kepentingan mempertahankan hidup itu dihadapkan dengan kepentingan menjaga agama, maka kepentingan menjaga hiduplah yang harus didahulukan. Agama adalah adalah sarana manusia yang hidup untuk mengabdi kepada Allah SWT. Karena manusia yang hiduplah yang sesungguhnya melestarikan agama.
Kita berprasangka baik saja bahwa semua ini merupakan bentuk dari ujian yang diberikan oleh Allah SWT. Allah mungkin menghendakinya. Apabila umat Islam dan umat manusia secara umum mampu melewatinya, maka kita akan tiba pada jati diri kita sebagai manusia yang memiliki kualitas yang tinggi sebagai hamba Allah yang mampu menjalani ujian dari Allah SWT.
Sesungguhnya kita sudah memiliki persiapan mental yang cukup untuk menghadapi Idul Fitri pada ‘ammul huzni’ seperti ini–pada tahun kesedihan seperti ini. Puasa satu bulan penuh telah mengajarkan kita bagaimana kita harus bersikap mawas diri, prihatin dan juga menenggang pada keadaan yang sulit pada orang lain.
Kita tidak makan dan juga tidak minum membawa rasa simpati dan empati pada mereka yang tidak mampu dalam hal itu. Kita dihimbau untuk menjaga gerak tubuh dan lisan untuk tidak berlebihan, sebagaimana perkataan “inni soimun” mengajarkan kepada kita untuk melakukan kontrol dan juga mawas diri. Dalam puasa kita juga diajarkan untuk bersikap pasrah bahwa jika Allah berkehendak maka itulah kehendak Allah SWT.
Zakat yang kita keluarkan juga merupakan bentuk pelajaran akan pentingnya makna solidaritas sesama umat manusia. Ada hak orang lain yang harus kita bayarkan dan keluarkan kepada mereka yang memang memiliki haknya. Pihak yang berpunya memberikan sokongan kepada pihak yang kurang dan pihak yang tidak berpunya. Maka kita selayaknya bersyukur apabila kita masih bisa membayarkan zakat dalam situasi pandemi seperti ini.
Hikmah dari puasa dan zakat yang melimpah ini tidak akan hilang begitu saja, meskipun kita tidak bisa merayakan Hari Raya Idul Fitri tahun ini secara meriah. Semua dilaksanakan dengan hikmah di atas.
Kita sebagai umat Islam pasti siap untuk menerima segala hal yang terjadi dengan semangat yang terbuka dan tidak menyerah begitu saja.
Sebagai catatan, saya ucapkan selamat hari raya Idul Fitri tahun ini:
Kullu ‘ammun wa antum bi khairin bimunasabati ‘idil fithri almubarok a’adahullahu ‘alaina wa’alaikum wa’ala alummati alislamiyah wahiya fi ‘izzin wa quwati wattihadi
Untuk seluruh tahun ini semoga anda dan kita semua dalam keadaan baik bertepatan dengan Hari Raya Idul Fitri yang penuh berkah ini, semoga Allah mengembalikan atas kita dan atas anda semua, dan seluruh umat Islam keagungan, kekuatan dan juga kesatuan. Demikian.