Jumat, Maret 29, 2024

Menunda Haji Tahun Ini?

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Mungkinkah ibadah haji ditunda tahun ini? Masalah ini kini sedang ramai dibicarakan di publik. Para calon haji sudah mulai gelisah kalau haji mereka ditunda. Tidak hanya mereka, pemerintah dan DPR juga sedang memikirkan masalah ini. Dengan jumlah jemaah haji kita yang terbesar di seluruh dunia, penundaan ibadah haji akan berpengaruh pada banyak hal.

Persoalan penundaan haji ini menjadi semakin rumit karena ada sebagian kalangan yang tidak bisa menerimanya. Penundaan haji dianggap ulah konspiratif. Seorang kyai dari Sarang, Rembang, Kyai Najih Maimun mengaitkan Covid-19 dengan konspirasi dunia mengurangi penduduk Islam. Beliau mengatakan, jika haji tahun ini dibatalkan maka Kerajaan Saudi akan menerima akibatnya. Mungkin orang yang berpandangan demikian masih banyak. Yahya Waloni seorang pendakwah mualaf juga menyatakan dalam youtubenya jika tidak ada tawaf –ibadah haji–, maka dunia akan berhenti juga.

Catatan saya kali ini akan mungkinkah ibadah haji ditunda? Jika mungkin siapa yang mengambil keputusan?

Wabah sebenarnya memang sudah ada sejak zaman Nabi, para sahabat dan generasi-generasi berikutnya. Mereka pun sudah memberikan contoh cara menghadapinya.

Namun pernah adakah wabah yang menyebabkan penundaan pelaksanaan haji? Ini yang menjadi masalah kita.

Pada tahun 1814, wabah terjadi di Hijaz yang menyebabkan gangguan pelaksanaan ibadah haji. Saat itu, itu korban yang meninggal sekitar 8,000 orang. Pada tahun 1837, di tengah-tengah musim haji juga terjadi wabah yang memakan korban 1000 orang per hari. Wabah ini terjadi sampai tahun 1892.

Meskipun wabah terjadi, haji tetap berjalan saat itu. Banyak hal yang menyebabkan haji tetap dilaksanakan dalam kondisi wabah. Pertama, umat Islam percaya bahwa Mekkah dan Madinah adalah dua kota suci yang akan selamat dari marabahaya. Kedua, banyak hadis Nabi yang menceritakan kedua kota suci itu dari Dajjal dan Tha’un. Hadis-hadis di atas masih sangat ketat dipegang oleh umat Islam seluruh dunia, termasuk Indonesia. Ini yang menyebabkan mereka tetap ingin melaksanakan haji.

Namun, ketika wabah Covid-19 ini mulai merebak, Kerajaan Saudi justeru memberhentikan umrah. Bahkan tidak hanya umrah, namun juga kegiatan-kegiatan keagamaan lain yang berdimensi publik. Apakah pemberhentian untuk sementara umrah ini juga merupakan indikasi akan pemberhentian ibadah haji untuk tahun ini.

Sebenarnya soal usulan penundaan ibadah haji ini karena pandemi tidak hanya terjadi saat Covid-19 ini. Pada 2009, ketika flu babi (H1-N1) merebak, banyak yang mengusulkan penundaan haji. Namun, saat itu, Kerajaan Saudi berdasarkan kajian fikih dan kesehatan mereka mengambil kesimpulan haji bisa dilaksanakan.

Sayyid Muhammad Rasyid Ridla (ulama pembaharu Mesir) pernah menyatakan bagaimana otoritas negara dan ulama di Mesir saat itu mendiskusikan sebuah wabah yang baru terjadi di Hijaz agar tidak menular ke Mesir dengan kemungkinan melarang untuk sementara melakukan ibadah haji ke Mekkah dan Madinah.

Lalu bagaimana dengan COVID-19 yang karakteristik penyebaran dan bahayanya berbeda dengan virus-virus sebelumnya?

Syaikh Ali Muhyiddin Qaradaghi, ulama terkemuka di Tunisa, memiliki pandangan lain soal penundaan ibadah haji di era Covid-19 ini. Menurutnya, penundaan ibadah haji merupakan hal yang bisa dilaksanakan tahun ini karena bahaya virus mematikan ini. Argumennya, jika penyebaran Covid-19 ini merupakan hal yang pasti dan mengalahkan prasangka (al-dzan) dan apabila manusia berkumpul bisa menyebabkan penularan yang nyata maka haji atau umrah bisa ditunda.

Ulama fikih sudah bersepakat bahwa kita boleh tidak melaksanakan (jawaz) ibadah haji dan umrah karena kekhuwatiran tidak amannya perjalanan. Apa yang disebut dengan konsep istitha’ah itu juga tergantung dengan keadaan yang aman. Penyakit pandemi ini bisa membolehkan seseorang tidak melaksanakan haji dengan catatan bahaya virus ini memang nyata (https://tunisianow.net/فتوى-مفصلة-حول-الأحكام-المتعلقة-بانتشار-المرض-الوبائي-فايروس-كورونا-المستجد-كوفيد-19).

Sebetulnya, keputusan tetap menjadi kewenangan Kerajaan Saudi sebagai tempat penyelenggaran ibadah ini. Apabila Kerajaan Saudi berdasarkan konsultasi dengan pelbagai kalangan seperti ahli kesehatan, dokter, ahli virus dan ulama memutuskan untuk menunda haji dan umrah maka keputusan tersebut saya kira akan diterima oleh umat Islam di dunia.

Bagaimana sikap pemerintah kita yang memiliki otoritas untuk menyediakan fasilitas transportasi ke Mekkah dan Madinah?

Pemerintah kita bisa mengambil keputusan untuk menunda ibadah haji tahun ini dengan pertimbangan keamanan perjalanan dan keadaan darurat yang mengancam kematian. Dengan jumlah calon ibadah haji yang di atas 250 ribu orang, dimana mereka akan diangkut dalam pesawat yang tidak ada jaminan keselamatan dalam pesawat, ini sudah menjadi alasan yang kuat untuk menjaga warga negara dari bahaya virus mematikan ini.

Meskipun pemerintah di sini adalah penentu keadaan darurat, mungkin secara hukum Islam, melalui Kementerian Agama pemerintah perlu masih meminta NU, Muhammadiyah dan MUI untuk mengeluarkan fatwa penundaan haji dan umrah tahun ini.

Keputusan ini sudah harus dipikirkan dari sekarang agar semua pihak bisa menerima.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.