Minggu, November 24, 2024

Kontroversi Khalid Bassalamah dan Anjuran Tidak Menyanyikan Indonesia Raya

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
- Advertisement -

Beberapa hari ini muncul kontroversi Khalid Basalamah soal anjuran dia untuk tidak menyanyikan lagi Indonesia Raya bagi mereka yang merasa dipaksa. Saya secara pribadi tidak merasa kaget mendengar dia mengatakan seperti itu. Sebenarnya masih banyak hal-hal lain yang kontroversial dari ustadz-ustadz yang memiliki kecenderungan afiliatif sebagai pengikut madzhab Salafi-Wahabi di Indonesia.

Pernyataan mereka seringkali berseberangan bahkan bertentangan dengan ide-ide kebangsaan kita. Hal itu wajar karena dia memang memiliki kiblat pada para ulama salafi-wahabi. Salafi-Wahabi adalah paham yang mengklaim sebagai paham keagamaan yang merujuk pada generasi Islam awal (kuno), generasi nabi dan sahabat-sahabatnya terutama.

Salah satu ide besar yang acapkali diusung oleh kaum salafi-wahabi adalah menolak sistem negara yang secara resmi tidak menggunakan syariah (hukum Islam) sebagai landasan hukum dan politiknya.

Mereka menganggap bahwa demokrasi adalah sistem yang ditolak oleh Islam karena demokrasi adalah sistem politik dan hukum yang dibuat oleh tangan manusia. Misalnya, Khalid Bassalamah dan kelompoknya menolak sistem demokrasi karena sistem demokrasi memungkinkan siapa saja bisa menjadi pemimpin negeri atau wilayah tertentu.

Demokrasi menurut Khalid Basalamah adalah sistem yang buruk karena sistem ini melibatkan semua orang, padahal tidak semua orang itu memiliki kualitas. Ini adalah sistem terbanyak, siapa yang mendapat suara terbanyak itu menjadi pemimpin, bisa orang bodoh dlsb. Di sini memang dia memandang orang itu harus dibedakan. Dia tidak memandang semua orang itu setara di depan Allah, kecuali ketaqwaannya.

Khalid Basalamah mengatakan bahwa di dalam Islam ada sistem musyawarah. Namun, sistem musyawarah berbeda dengan demokrasi. Di dalam sistem musyawarah yang dikumpulkan adalah orang-orang tertentu, orang-orang pintar dlsb, namun di dalam sistem demokrasi yang dikumpulkan adalah semua orang, semua warga negara. Jelas, demokrasi itu bukan sistem Islam.

Kemudian, di dalam sebuah tanya jawab dengan jelas dia menyatakan bahwa orang Islam tidak boleh memimpin pemimpin non-Muslim di wilayah yang mayoritas Muslim. Pernyataan ini sebenarnya dia keluarkan dalam konteks Pemilu DKI 2017 lalu, namun intinya, orang Islam tidak boleh memilih pemimpin non-Muslim, apapun alasannya. Inilah yang membedakan pemikiran Khalid Bassalamah dengan Ibn Taymiyyah yang masih membuka peluang non-Muslim untuk memimpin sebuah negeri jika pemimpin kafir tersebut lebih adil bila dibandingkan dengan pemimpin Muslim yang tidak adil.

Peristiwa paling mutakhir, sudah dia diklarifikasi, adalah larangan Khalid Bassalamah untuk menanyantikan lagu Indonesia Raya. Klarifikasinya cukup bagus dan semoga ini keluar dari hati nuraninya yang paling dalam.

Namun, saya melihat klarifikasi dari Khalid Basalamah masih menyisakan pertanyaan. Apa kira-kira argumen yang melatarbelakangi Khalid Basalamah ketika menjawab pertanyaan orang yang bertanya kepada?

Orang yang bertanya pada Khalid Bassalamah ini menyatakan jika dia atau anaknya adalah orang yang merasa terpaksa menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam setiap upacara sekolah. Katanya, jika tidak ikut nyanyi si anak atau orang ini akan dimarahi oleh gurunya. Jawaban spontan Khalid Basalamah pada pihak yang bertanya ini adalah agar si penanya ini tidak usah mengikuti nyanyi Indonesia Raya jika dalam keadaan terpaksa.

- Advertisement -

Anehnya, kenapa jawaban spontan Khalid ini tidak menganjurkan agar si anak atau pihak yang bertanya ini untuk berusaha menyanyikan Indonesia Raya karena itu perbuatan baik dan bagian dari ungkapan cinta kita pada tanah air. Malah sebaliknya, jawaban spontan Khalid malah menyuruh si pihak yang bertanya untuk tidak usah menyanyi Indonesia Raya. Pertanyaan saya mengapa jawaban spontan Khalid seperti itu. Lalu, apabila sebenarnya yang ada di balik jawaban seperti itu? Dan juga, menarik sekali, ceramah yang memuat pernyataan kontroversi ini diakui dibuat pada tahun 2017, kenapa dalam waktu yang lama tidak muncul klarifikasi dari Khalid. Klarifikasi baru muncul karena ada pihak yang meramaikannya?

Apa yang terjadi pada Khalid Basalamah sebenarnya inilah yang saya khawatirkan dengan pola-pola dakwah yang memiliki kecenderungan untuk mempromosikan supremasi ideologi agama di negeri kita. Mereka terus memproduksi dakwah yang membenturkan ajaran agama dengan negara Indonesia yang menganut sistem demokrasi Pancasila.

Tidak hanya membenturkan namun menggugat sistem negara yang sudah menjadi kesepakatan.  Atas hal-hal seperti ini, negara tidak memiliki kemampuan untuk melihat aktivitas dakwah seperti ini. Selain itu, ini juga bukan ranah negara untuk mengurusi masalah seperti ini. Di sinilah, sebenarnya masyarakat secara luas untuk berperan.

Masyarakat memiliki hak untuk menilai sebuah konten dakwah yang menurut mereka membawa masalah kebangsaan untuk didiskusikan di ruang publik. Khalid Basalamah misalnya, apalagi masyarakat melihat konten ceramahnya jelas-jelas bertentangan dengan ideologi negara, maka mereka sangat tepat untuk mempermasalahkannya. Namun anehnya, Anwar Abbas (wakil ketua umum MUI) merasa perlu untuk membela Khalid Basalamah dan mereka yang mempersoalkan ceramah itu dianggap sebagai pihak yang suka mencari keributan.

Pernyataan Anwar Abbas inilah yang sebenarnya memprihatinkan karena masyarakat memang sangat berhak dan boleh untuk membawa kontroversi Khalid Basalamah ke ruang publik. Justru jalan yang ditempuh oleh sebagian kalangan yang meramaikan Khalid Basalamah ini merupakan jalan yang terbaik karena di sini muncul social alert. Perdebatan masyarakat vs masyarakat di ruang publik (media biasa maupun media sosial) adalah hal yang baik dan sehat karena di sinilah terjadi upaya saling mengoreksi dan juga saling mengecek. Justru dengan jalan ini untuk menghindarkan agar masalah-masalah seperti ini cukup terjadi pada ruang publik masyarakat. Jangan sampai negara terlibat dalam masalah seperti ini karena nanti negara bisa dianggap otoriter.

Sebagai catatan, ide-ide Khalid Basalamah dan ustadz-ustadz yang memiliki kecenderungan sebagai pengikut Salafi-Wahabi memang demikian adanya karena yang mereka ikuti adalah ulama-ulama yang menolak sistem negara bangsa, sistem demokrasi dan sistem HAM. Jika ceramah mereka ini tidak diperbolehkan untuk diramaikan oleh masyarakat, maka itu menunjukkan jika memang sudah terjadi kecenderungan di lingkungan kita terutama sikap elite keagamaan kita sudah bisa menerima ide-ide kaum Salafi-Wahabi.

Jika demikian halnya, maka tunggulah konseksekwensinya pada masa depan negeri ini. Biasanya, kita akan menyesal setelah melihat dampaknya. Penyesalan yang terlambat.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.