Arah politik kelompok 212 nampaknya masih kurang begitu terlihat. Pada 2 Desember 2022 lalu, kelompok ini memang melakukan reuni di pertama yang mendatangkan Habib Rizieq di Masjid at-Tin setelah beberapa kali mencari tempat yang representatif.
Maklum Reuni 212 ini adalah kali pertama setelah era pandemi dan dihadiri langsung oleh pemimpin spiritual kelompok ini, Habib Rizieq. Akhirnya mereka berhasil melakukan reuni 212 dengan fasilitasi keluarga Suharto di masjid at-Tin. Salah satu anak Pak Harto juga datang menghadiri pertemuan reuni 212.
Reuni 212 ini tidak menunjukkan gegap gempita yang sebagaimana wajarnya terjadi pada reuni sebelumnya. Bahkan pada masa Covid-19 pun mereka sempat melakukan konsolidasi massa, demonstrasi di jalan.
Acara diwarnai oleh orasi Habib Rizieq, namun orasi kali ini tidak seperti dulu. Habib Rizieq sendiri berbicara dengan sangat terkendali, tidak meledak-ledak sebagaimana sebelumnya. Padahal reuni 212/2022 itu pertama kali ternyata setelah 2 atau 3 tahun pandemik.
Mereka juga tidak membicarakan soal politik atau Pemilu 2024, padahal jago mereka pada Pemilu DKI 2017, Anies Baswedan sudah dideklarasikan sebagai Capres 2024 oleh Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
Tapi ternyata, Novel Bamukmin selaku tokoh gerakan 212 tidak merasa surprise dengan pencalonan itu. Bamukmin melihat bukan pada Anies Baswedannya, namun pada partai yang mencalonkannya. Bagi Bamukmin, Nasdem, dari sejarahnya jelas-jelas tidak memiliki spirit yang sama dengan kelompok 212. Banyak hal yang menyebabkan kelompok 212 tidak sreg dengan Nasdem. Misalnya, kelompok 212 pernah mendemo dua kali Nasdem terkait dengan kader partai ini, saat Viktor Laiskodat diduga melakukan penodaan pada Islam beberapa tahun lalu dan banyak lagi.
Bahkan Novel Bamukmin merasa dirinya juga sangat pantas untuk disandingkan dengan cawapresnya Anies. Bamukmin mengaku jika penentuan dirinya sebagai Cawapres ini akan dilakukan lewat ijtimak ulama pada tahun ini, 2023.
Namun hal ini sebenarnya tidak aneh bagi diri Novel Bamukmin. Tokoh ini sejak 2021 juga sudah mencanangkan keinginan dirinya untuk menjadi Capres atau pemimpin nasional, meskipun banyak kalangan itu halusinasi.
Meskipun demikian, nampaknya sulit bagi kelompok 212 untuk memiliki cawapres dari kelompok mereka sendiri sebagaimana diinginkan Novel Bamukmin. Alasanya, partai apa yang mau mendukung mereka dan capres mana yang mau mereka jadikan tumpangannya Dengan ini, kelompok 212 nampaknya masih belum menunjukkan dukungan pada Anies dan Capres mereka masih belum jelas.
Lalu siapa yang mereka harapkan untuk mereka dukung pada Pemilu 2024? Apakah mereka mau mendukung Prabowo sebagaimana pada Pemilu 2019 lalu?
Slamet Maarif yang menjadi pemimpin Persatuan Alumni 212 tidak memberikan kepastian apa-apa. Dukungan pada Prabowo menunggu pertemuan ulama mereka, padahal pihak sayap politik Gerinda mengajak mereka dukung Prabowo. Dalam catatan mereka, Prabowo mereka anggap telah mengkhianati mereka karena Prabowo mau bergabung dengan Kabinet Jokowi 2019-2024.
Apakah 212 akan mendukung Ganjar? Kalau ke Ganjar Pranowo hampir bisa dipastikan mereka tidak akan mendukungnya. Bagi mereka Ganjar ini penerusnya Jokowi. Ingat bahwa kelompok 212 ini sangat anti pada Jokowi karena Jokowi dianggap telah banyak melakukan hal yang merugikan umat Islam bagi mereka.
Kepastian yang hampir bahwa mereka tidak akan dukung Ganjar misalnya itu bisa dilihat bagaimana sikap mereka pada Haikal Hassan, tokoh mereka, yang sempat ketemu Ganjar di sebuah masjid yang diduga di Mekkah. Kelompok 212 tidak senang atas peristiwa ini. Mungkin saat ini masih terlalu dini untuk mereka mengungkapkan pada siapa dukungan mereka berlabuh.
Dari tiga tokoh yang mungkin akan menjadi Cawapres, Ganjar, Prabowo dan Anies, mereka, kelompok 212, memiliki catatan atas semuanya. Tiga orang ini dianggap memiliki reputasi yang mengecewakan pada mereka. Namun, apakah jika mereka mau mendukung pada calon tertentu, katakanlah Anies Baswedan, dukungan mereka benar-benar bisa membawa keuntungan atau bahkan kerugian bagi yang mereka dukung.
Beberapa hal mungkin perlu diingat sekarang. Pertama, pada 2024 ini yang terjadi adalah Pemilu Presiden, bukan Pemilihan Gubernur Jakarta. Kelompok 212 ini memang berhasil menghantar Pak Anies menjadi Gubernur DKI 2017, kalahkan Ahok, meskipun isu yang dibawa adalah isu yang berbau politik identitas.
Kedua, tingkat popularitas 212 nampaknya sudah tidak begitu tinggi akhir-akhir ini. Para politisi nampaknya sudah menyadari masalah ini dan pendekatan terhadap kelompok 212 terlihat mereka lakukan dengan sambal lalu saja. Katakanlah jika mereka serius mengambil dukungan dari 212, mengapa sampai sekarang mereka belum mendapatkan pinangan dari para calon Capres. Jangan-jangan para Capres ini merasa bahwa 212 dianggap beban bagi mereka.
Bahkan Pak Anies sendiri belum pernah nampak bertemu dengan Persatuan Alumni 212 dalam konsolidasi pencapresannya. Jika mereka 212 dianggap sebagai faktor yang bisa merugikan, maka masa depan 212 akan tidak jelas karena kelompok ini bisa hidup dan bertahan karena isu politik.
Ketiga, pemimpin spiritual kelompok ini, Habib Rizieq nampaknya masih belum banyak mengeluarkan pernyataan. Habib Rizieq masih berada dalam bebas bersyarat. Ibarat kereta, lokomotif kelompok 212 adalah Habib Rizieq. Jika dia tidak bergerak, maka gerbongnya juga tidak bergerak. Apalagi seluruh keputusan arah politik 212 memang mereka tunggu arahan dari Habib Rizieq. Sementara dengan posisinya yang terbatas, Habib Rizieq nampaknya tidak akan banyak bicara politik.
Lalu apakah politik mereka, 212, akan melayu? Mereka akan menunggu saat yang tepat untuk bersikap. Dukungan mereka akan diarahkan. Namun, sekali lagi, mereka juga harus realistis bahwa kekuatan mereka tidak seperti pada tahun 2016-2019.
Jika keberadaan mereka ingin dilihat masih relevan dalam Pemilu 2014 nanti, maka mereka harus cepat menentukan posisinya. Saya perkirakan bahwa pada Pemilu 2024 akan bersikap lebih hati-hati untuk mendapatkan dukungan 212 karena semua calon ingin dianggap tidak terlibat dalam penggunaan politik identitas.
Lebih dari itu, para Capres nampaknya akan lebih mendekati ormas-ormas Islam besar yang suara mereka jelas-jelas berpengaruh atas elektabilitas mereka. Sebagai catatan keberadaan kelompok 212 pada Pemilu 2024 tidak akan sepenting keberadaan mereka pada Pemilu 2019 lalu. Masa keemasan mereka sudah akan berlalu.