Jumat, Mei 3, 2024

Dilema Menangani Persoalan Al-Zaytun

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Kita sudah tahu dari dulu bahwa pesantren Al-Zaytun dan pendirinya Panji Gumilang memiliki permasalahan historis. Hal yang kasat mata adalah dugaan keterkaitan Panji Gumilang dengan gerakan NII KW9. Dugaan ini dikuatkan oleh banyak hasil riset-riset kebijakan maupun akademis. Kita juga tahu, sejak tahun 2022 sudah banyak upaya untuk menjerat Panji Gumilang, namun upaya itu tidak berhasil. Saya tidak tahu mengapa gagal?

Banyak kalangan yang berasumsi bahwa kegagalan memperkarakan Panji Gumilang dan Al-Zaytun itu karena “dekeng” yang kuat di belakang pendiri Al-Zaytun ini. Atau memang masalah Panji Gumilang dan Al-Zaytun sulit untuk dibuktikan, misalnya, apakah memang mereka masih terkait dengan gerakan NII KW9 atau gerakan teroris bawah tanah di Indonesia? Tapi yang jelas, pada saat itu UU teroris belum ada.

Kita tahu bahwa Panji pernah menjabat sebagai Ketua IKALUIN Jakarta selama dua periode. Kita juga berasumsi bahwa itu merupakan bukti jika Panji Gumilang sudah tidak lagi terlibat dalam gerakan terlarang NII KW9. Pesantren Al-Zaytun didirikan, artinya, Panji Gumilang mungkin ingin menunjukkan bahwa kegiatan yang dia lakukan bisa dilihat oleh publik, bukan clandestine sebagaimana layaknya gerakan-gerakan teroris dan ekstremis pada umumnya.

Panji juga meminta dosen-dosen UIN atau IAIN Jakarta untuk mengajar di Al-Zaytun setiap weekend-nya. Pesantren Al-Zaytun makin berkembang besar termasuk tanah yang dimilikinya yang konon melebihi 1000 hektar. Mungkin nilai aset mereka miliki sudah sulit dihitung pakai bilangan milyar. Ya, mungkin saja.

Meskipun demikian, kecurigaan dari banyak kalangan pada Panji Gumilang dan Al-Zaytun tidak hilang begitu saja. Kecurigaan itu semakin menebal dan dikuatkan dengan kesaksian-kesaksian dari mereka yang pernah ada di dalam. Mereka memberi kesaksian jika Panji Gumilang dan Al-Zaytun memang layak untuk dicurigai dan bahkan diperkarakan secara hukum.

Apalagi, akhir-akhir ini muncul kembali pernyataan-pernyataan Panji Gumilang, yang menurut Panji Gumilang sendiri, memiliki konteksnya. Apa yang sekarang oleh banyak kalangan dianggap kontroversial dan nyeleneh, Panji Gumilang lewat acara Double Check-nya Andy F Noya, mengatakan bahwa banyak informasi yang dipotong begitu saja untuk menyudutkannya.

Tidak kurang Wapres, Kyai Ma’ruf Amin ingin turun tangan kembali. Beliau meminta agar Menko Polkam dan Kemenag menyatakan status Panji Gumilang dan Al-Zaytun. Wamenag, Zainut Tauhid langsung memberikan pernyataan bahwa Kemenag tidak memiliki hak untuk menjadi hakim atas Panji Gumilang dan Al-Zaytun untuk soal keyakinan mereka. Bahkan beliau mengajurkan untuk husnuzan atau berbaik sangka saja pada Al-Zaytun seraya menunggu hasil investigasi lembaga-lembaga seperti MUI.

Sementara Gubernur Jawa Barat ingin melangkah lebih lanjut dengan membentuk tim investigasi yang bertugas meneliti Panji Gumilang dan Al-Zaytun. Tim ini sudah berjalan dan akan memberikan rekomendasi pada pemerintah pusat.

Saya melihat kini mereka yang sudah menantikan lama untuk mempersoalkan Panji Gumilang dan Al-Zaytun menemukan cara jitu. Cara ini sebenarnya sudah pernah direkomendasikan beberapa tahun lalu. Apa itu? Membidik Panji dan Al-Zaytun dengan pasal penistaan agama.

Hal yang perlu dilakukan dalam hal ini adalah bagaimana bisa ditemukan bahwa Panji dan Al-Zaytun-nya telah menyebarkan “paham sesat.” Dengan rekomendasi MUI dan NU Jawa Barat misalnya Panji nampaknya sudah memenuhi sebagai pihak yang “sesat.” Jika sudah dinyatakan sesat, maka itu bisa membawanya pada proses tuduhan pada Panji bahwa dia telah melakukan penistaan agama.

Satu hal yang menjadi concern saya adalah jika Panji dinyatakan melakukan penistaan, bagaimana dengan persepsi dunia atas tingkat kebebasan beragama dan berorganisasi kita?

Saya paham bahwa Panji dan Al-Zaytun memang perlu diselesaikan karena jika tidak itu akan terus menjadi perdebatan dan kontroversi di tengah masyarakat kita, namun apakah penanganan Panji dan Al-Zaytun dengan menggunakan pasal penodaan agama itu tidak mempengaruhi persepsi yang buruk bahwa negeri kita masih menggunakan pasal ini untuk menghentikan gerakan Panji dan Al-Zaytunnya.

Bagi mereka yang memang setuju pemberlakuan pasal penistaan agama memang tidak akan menjadi masalah jika Panji dan Al-Zaytun dijatuhi hukuman, namun bagi mereka yang percaya bahwa pikiran atau pemikiran tidak bisa diadili memiliki carang pandang lain.

Dalam negara demokrasi, seseorang warga negara dijamin haknya untuk mengeluarkan pemikiran mereka termasuk dijamin haknya menyatakan dan melaksanakan keyakinannya. Karenanya, efek dari misalnya investigasi berbagai tim yang menyatakan bahwa Panji Gumilang itu sesat dan karenanya dia layak untuk dinyatakan telah menodai agamanya, itu akan menambah daftar hal-hal yang menyebabkan negara kita dianggap sedang dalam arah democratic backsliding. Mungkin hal ini juga akan memengaruhi indeks kebebasan beragama kita menjadi menurun.

Hal ini bukan untuk Panji Gumilang dan Al-Zaytun, namun untuk keadaan demokrasi negeri kita yang relatif baik selama ini. Penggunaan pasal penodaan agama masih dianggap bahwa negeri ini tidak menghormati kebebasan beragama dan juga berpendapat.

Pasal penodaan agama dianggap sebagai pasal yang bisa gunakan oleh pihak yang berkuasa dan kelompok mayoritas untuk membungkam agar orang tidak berbicara dan pasif atau takut untuk menyatakan pendapat dan pikiran mereka. Nyatanya memang begitu bahwa indeks demokrasi kita semakin menurun dan masalahnya sebagian disumbangkan oleh hal-hal yang terkait dengan penggunaan pasal penistaan agama ini untuk kelompok-kelompok keagamaan.

Di banyak negara demokratis, pasal penodaan agama memang sudah tidak digunakan lagi karena penghormatan terhadap kekebasan mengemukakan pendapat dan pikiran itu adalah bagian hak asasi manusia.

Karenanya, jika diperkarakan, saya lebih setuju jika Panji Gumilang dan Al-Zaytun tidak perkarakan dengan pasal penistaan ini. Artinya, apa yang diperkarakan adalah kasus-kasus di luar masalah aliran sesat dan penistaan agama. Berdasarkan pernyataan Menko Polkam Mahfud MD, persoalan Panji Gumilang dan Al-Zaytun akan dilihat secara komprehensif misalnya dari segi administrasi, perizinan dlsb. Saya sangat setuju dengan Menko Polkam.

Sebagai catatan, kita memang menghadapi dilema soal Panji Gumilang dan Al-Zaytun, jika tidak ditangani ini akan terus menimbulkan kegaduhan, namun jika ditangani lewat pasal penisataan agama kita, Indonesia, dianggap sebagai negara kurang demokratis dan menghargai HAM. Negara harus mampu mencari jalan keluar dari dilema ini.

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.