Sabtu, April 20, 2024

ACT Ditindak

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.

Sudah bisa diduga oleh banyak kalangan bahwa ACT memiliki kaitan dengan kelompok tertentu, yang mengutamakan politik identitas. Meskipun bernama netral, namun ACT memiliki kecenderungan untuk menyalurkan bantuan yang didapatkan dari publik untuk menyokong aspirasi kelompok tertentu.

Hasil penyeledikan polisi menyatakan jika ACT mengalirkan dananya ke kelompok 212 yakni ke koperasi mereka serta ke Pesantren Peradaban yang dibangun oleh kelompok mereka sendiri. Meskipun kasus ACT bukan yang pertama dari bentuk penyelewengan dana publik yang dikumpulkan oleh lembaga keagamaan, namun kasus ACT ini benar-benar keterlaluan. Dari sini pula sebenarnya pemerintah bisa melakukan peninjauan kembali pada lembaga-lembaga filantropi yang mengatasnamakan Islam ataupun mengatasnamakan agama.

Saya melihat bahwa operasi ACT ini bukan hal yang tidak didesain dari awal karena dari berita-berita yang disiarkan oleh media ke publik penyelewengan penyaluran dana terjadi begitu terorganisir.

Kita tahu bahwa pelakunya adalah oknum dan organisasi atau lembaga tidak bisa dihakimi, namun balik lagi, organisasi atau lembaga itu dihidupkan oleh manusia. Artinya para pengurus dan pimpinan ACTlah yang menyebabkan ACT menjadi lembaga atau organisasi yang bisa digunakan untuk menyelewengkan dana masyarakat.

Jadi, bicara ACT dan tindakan penyelewengan penyaluran dana oleh pengurusnya itu seperti bicara soal mana yang lebih dulu antara ayam dan telur. Dalam telaah sosiologi, memang dikenal teori umum antara apakah organisasi (sistem) yang mempengaruhi indvidu atau sebaliknya individu yang mempengaruhi organisasi (sistem). Dua pendapat ini menjadi mainstream dan jalan tengahnya adalah baik individu maupun organisasi (sistem) itu saling mempengaruhi. Atas dasar ini saya berpendapat dalam kasus ACT ini baik organisasi maupun pengurus yang menyelewengkan harus dikenai tindakan.

Sudah barang tentu, tindakan organisasi akan berbeda dengan tindakan pengurus yang menyewengkan. Secara pribadi saya tidak setuju untuk pembubaran ACT namun saya juga tidak setuju untuk tidak melakukan apa-apa pada ACT sebagai organisasi yang mendapat pengaruh dari para pengurusnya.

Sebenarnya perihal kemungkinan ACT menyalurkan dananya kepada pihak yang tidak seharusnya menerima dana itu sudah pernah dilansir oleh media kita beberapa tahun lalu. Bahkan Majalah Gatra pada tahun 2019 pernah menurunkan laporan tentang kemungkinan ACT menyumbang ISIS di Syiria. Pada saat itu Majalah ini mempertanyakan apakah dana ACT memang disalurkan untuk kemanusiaan atau untuk ISIS. Jika untuk kemanusiaan mengapa yang disumbang adalah kelompok yang melakukan oposisi terhadap Basyar Asad.

Kini, persoalan dana aliran ACT ke kelompok teroris muncul lagi bersamaan dengan munculnya saluran dana ACT ke koperasi 212. Meskipun hal ini dibantah, namun bantahan itu tidak akan efektif karena kebenaran versi ACT tidak bisa dipulihkan oleh ACT sendiri yang sedang menjadi pesakitan.

Ide utama pengumpulan dana publik pada prinsipnya untuk kebaikan. Lembaga penyalur sedekah, zakat dlsb, pada dasarnya adalah untuk menjadi agensi untuk menolong sesame dan alat keseimbangan keadaan ekonomi umat. Pihak yang punya menyumbang pihak yang tidak punya atau fakir miskin.

Dalam dunia modern, agensi ini dirasa penting untuk hadir agar dana yang dikumpulkan dari sumbangan bisa dikelola dengan baik dan memiliki multiplayer effect. Hal ini sangat penting karena dengan mengelola uang sedekah dengan baik itu bisa memperluas jumlah dan jangkauan kelompok dan wilayah yang akan disumbang. Itu idealnya. Namun tidak jarang lembaga agensi yang malah merusak.

ACT adalah contoh agensi yang merusak citra filantropi di Indonesia. Tidak hanya filantropi, namun yang dirusak adalah citra Islam di Indonesia. Kenapa Islam Indonesia turut dirusak citranya oleh ACT karena ACT mengeruk dana sumbangan masyarakat Muslim dan untuk mendapatkan dana, ACT memakai jargon agama.

Dalam bahasa al-Qur’an, ACT ini menjual agama untuk kepentingan ACT, pengurus dan kelompoknya. Karenanya, saya setuju agar ada tindakan pada ACT sebagai organisasi yang bisa menimbulkan efek jera. Ingat bahwa kita memiliki banyak lembaga pengumpul dana sumbangan dan sedekah yang menggunakan agama sebagai bahan operasi mereka.

Saya tidak mau lembaga-lembaga lain akan jatuh seperti ACT. Saya tidak mau melihat lembaga-lembaga filantropi Islam terkena kasus hukum. Saya juga tidak mau lembaga-lembaga filantropi Islam di Indonesia digunakan sebagai kuda troya untuk kepentingan politik tertentu, apalagi untuk memberi bahan bakar pada gerakan militansi dan terorisme.

Karenanya, saya sangat mendukung upaya polisi untuk terus menginvestigasi aliran dana ACT sampai sedetil-detilnya. Tidak perlu ada anggapan bahwa tindakan polisi pada ACT ini untuk mendegradasi lembaga atau semangat filantropi Islam di Indonesia. Jika ada pihak yang memiliki anggapan seperti itu, pihak itu berpikir cetek dan picik. Biar bagaimanapun tindakan yang dilakukan oleh para pengurus ACT yang menyelewengkan penyaluran dana masyarakat itu tetap tidak bisa dibela, meskipun mereka mungkin secara agama adalah orang-oranng yang taat pada agama mereka.

Di sinilah kita harus clear dalam memandang persoalan. Korupsi, penyelewengan dan segala tindakan yang menyalahkan gunakan wewenang dari yang haq kepada yang batil tetap itu merupakan dosa meskipun pelakunya itu rajin ibadah. Mereka tetap tidak bisa dianggap orang baik karena orang baik adalah orang yang mampu menyeimbangan kesalehan individual dan kesalehan sosial.

Secara individual mungkin mereka orang baik karena melaksanakan segala perintah agama, namun secara sosial mereka, pelaku penyelewengan dana ACT, bukan masuk dalam kategori orang baik secara sosial. Mengapa?

Karena mereka tidak melaksanakan kewajiban yang diamanahkan pada mereka agar mereka mengelola uang untuk kepentingan mereka yang membutuhkan. Akan bagus sekali jika masyarakat atau publik juga ikut memberikan hukuman pada ACT sebagai lembaga. Saya tidak tahu bagaimana bentuk sanksi masyarakat, namun itu pantas diberikan kepada organisasi seperti ACT. Sebagai catatan, kehadiran lembaga filantropi yang mengelola amal dan sumbangan masyarakat itu tidak otomatis itu menjadi lembaga yang baik.

Kita harus terus melihat jalannya lembaga seperti itu. Publik dan pemerintah perlu mengawasi peran mereka secara mendalam dan terus menerus. Ini bukan untuk mendegaradasi mereka, namun untuk menjaga mereka agar senantisa menjadi lembaga yang terpercaya. .

Syafiq Hasyim
Syafiq Hasyim
Pengajar pada FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta dan Visiting Fellow pada Indonesia Programs ISEAS Singapore. Tulisan ini merupakan pandangan pribadi.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.