Jika tumbuh dewasa di pedesaan tak jauh dari hutan jati, ada kemungkinan Anda pernah makan sate belalang. Di desa-desa Jawa, belalang dan jangkrik memang bukan makanan aneh. Tapi kini hutan kian gundul dan tanah kian tercemar pestisida sehingga belalang dan jangkrik semakin langka.
Orang juga menganggap makan serangga terlalu primitif sehingga belakangan ditinggalkan. Padahal, serangga seperti jangkrik justru potensial menjadi sumber protein yang murah dan bermutu tinggi. Produktivitas protein jangkrik jauh lebih tinggi dari sapi. Dan peternakannya lebih ramah lingkungan.
Ironis, jika Pemerintahan Jokowi, khususnya Kementerian Pertanian, lebih sibuk mengurus dan memberi subsidi banyak kepada peternakan sapi; atau bahkan sibuk impor daging sapi.
Urusan daging sapi dan harganya yang mahal hanya urusan elitis. Daging sapi hanya 19% saja dari seluruh daging yang dikonsumsi rakyat Indonesia. Sebagai sumber protein, daging sapi juga bukan pilihan terbaik dan termurah.
Jika serius ingin memperbaiki gizi rakyat Indonesia, Presiden Jokowi perlu menengok jangkrik. Jangkrik menghasilkan 12 kali protein lebih banyak dari sapi untuk jumlah pakan yang sama. Sebanyak 80% tubuh jangkrik bisa dimakan; sementara hanya 40% badan sapi bisa dimakan.
Untuk menghasilkan 1 kg protein yang sama: Jangkrik hanya per 15 liter air, sementara sapi perlu 30.000 liter. Jangkrik hanya perlu ruang seluas 15 m2, sementara sapi perlu 200 m2. Satu ekor jangkrik menghasilkan 1.200 telur; dewasa hanya sebulan. Sapi beranak setahun sekali; dua tahun untuk menjadi dewasa.
Budidaya jangkrik bermodal kecil dan mudah dilakukan, bahkan oleh perempuan dan anak-anak. Sebagai usaha budidaya, ternak jangkrik potensial menambah income petani pedesaan. Bandingkan dengan impor daging sapi yang cuma memperkaya mereka yang sudah kaya.
Jangkrik hidup liar di semak-semak kawasan pedesaan. Ada sekitar 900 spesies jangkrik di seluruh dunia, sekitar 120 hidup di alam liar Indonesia. Namun, populasi maupun jenisnya terus menyusut akibat pemakaian pestisida dan insektisida secara masif dalam pertanian.
Ada dua jenis yang populer dibudidayakan di Indonesia: jangkrik jawa/kalung (Gryllus bimaculatus) dan jangkrik seliring (Gryllus mitratus).
Sebagian besar budidaya jangkrik sekarang dimaksudkan menghasilkan jangkrik mentah maupun tepung jangkrik untuk makanan burung, ikan arwana dan ternak lain. Hampir tidak ada yang membuat tepung jangkrik untuk makanan manusia.
Jarang yang tahu, di Amerika dan Eropa ada trend baru orang membuat tepung jangkrik bukan untuk pangan hewan, tapi manusia. Trend ini menguat bersama kesadaran publik di sana tentang pangan sehat, “green lifestyle” dan praktek pertanian ramah lingkungan.
Pada 2013, Badan Pangan Dunia (FAO) menerbitkan laporan “Edible insects: future prospects for food and feed security” yang menunjukkan peran penting jangkrik, belalang dan serangga lain sebagai sumber nutrisi sehat serta pilar ketahanan pangan warga dunia.
Tepung jangkrik mengandung kadar tinggi protein, vitamin, mineral dan serat yang penting untuk kesehatan. Tepung jangkrik paling sedikit mengandung lemak jahat (lemak jenuh) dan paling banyak mengandung serat dibanding sumber pangan bergizi lain, baik hewani maupun nabati.
Jangkrik juga berisiko kecil menularkan penyakit kepada manusia ketimbang ternak lain (flu burung dan babi). Tidak seperti sapi atau ayam, jangkrik juga tidak membutuhkan vaksinasi antibiotik yang memperbesar risiko membuat virus dan bakteri menjadi kebal.
Pasokan tepung jangkrik untuk pangan manusia masih sangat kecil ketimbang kebutuhannya. Itu dicerminkan oleh harganya yang relatif mahal.
Di Amazon.com, laman toko online terkemuka dunia, tepung jangkrik produksi Amerika dan Thailand ditawarkan dengan harga sampai Rp 1 juta per kilogram.
Di Indonesia, tepung jangkrik umumnya ditujukan untuk pangan hewan. Harganya Rp 350.000 per kilogram. Boleh dikata belum ada produsen tepung jangkrik dengan standar higienis untuk pangan manusia, bahkan untuk skala industri rumah tangga.
Tepung jangkrik yang beraroma netral relatif mahal sehingga umumnya hanya dipakai sebagai tambahan untuk meningkatkan nilai gizi beragam produk makanan yang berasal dari jenis tepung lain.
Tepung jangkrik memberi peluang pada industri makanan, baik skala rumah tangga maupun industri, untuk meningkatkan nilai tambah dari produk-produk yang sudah populer sekarang ini. *