Senin, April 29, 2024

Syariah Islam dalam Kitab Kama Sutra Assikalaibineng

Dr. Abdul Aziz, M. Ag
Dr. Abdul Aziz, M. Ag
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

Mungkin tak banyak orang tahu, Suku Bugis, punya tradisi tulis yang amat bagus dan kaya, baik dalam bentuk sastra maupun hukum, atau blending keduanya. Dunia, misalnya, terkagum-kagum terhadap syair amat anjang, La Galigo. Kitab sastra epik kehidupan ini ditulis dari budaya lisan suku Bugis sejak abad ke-13. La Galigo merupakan salah satu karya sastra besar dunia. UNESCO mengapresiasi La Galigo sebagai “Memory of the World.”

Karya sastra ini berupa surek (narasi atau serat sastra puitis) yang terdiri dari 6.000 halaman dan 300.000 baris teks. La Galigo menceritakan sebuah kisah asal-usul manusia dan peradabannya. Seperti epik Adam dan Hawa yang kemudian anak cucunya memenuhi bumi dengan dinamika peradabannya.

Pada awal kelahiran La Galigo, surek ini dipercaya oleh leluhur suku Bugis sebagai pedoman hidup. Karena itu surek La Galigo dianggap sakral. La Galigo ditulis dalam huruf asli Bugis kuno yang kini dibaca bagaikan mantra untuk tolak bala, selamatan rumah baru, menyambut musim tanam, upacara pernikahan dan lain-lain.

Nah, dari tradisi Bugis ini pula, kini ditemukan kitab tata cara manusia dalam melakukan hubungan seksual — populer dengan kama sutra, pinjam literasi India — dengan nama Assikalaibineng. Kama sutra Assikalaibineng ini, ditemukan dan disusun menjadi buku oleh seorang ahli filologi dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Prof. Dr. Muhlis Hadrawi.

Yang menarik dari buku kama sutra Assikalaibineng ini, seperti diceritakan penyusunnya Prof. Muhlis Hadrawi (lihat harian Kompas 8 Maret 2024, hal. 16) adalah kesesuaiannya dengan syariat Islam. Menurut Prof. Muhlis Hadrawi, Assikalaibineng mengajarkan konsep relasi antara suami dan istri dengan pendekatan etik dan moral yang berbasis spiritual relijius.

Persetubuhan, menurut naskah kama sutra Suku Bugis ini, bukan melulu soal birahi, melainkan dilakukan dengan penuh kesadaran (mindfulness), pengertian terhadap pasangan, dan dilakukan sembari mengingat Allah.

Lebih jauh, Assikalaibineng mengajarkan kita untuk menata hati, pikiran, ucapan, perilaku, sampai menata imaji suami istri. Kenapa? Semua perilaku tersebut akan berdampak pada keturunan kita. Dalam konteks ini, hubungan seksual bukan sekadar kebutuhan rekreasi, tapi lebih dari itu merupakan kebutuhan prokreasi. Kebutuhan prokreasi inilah yang tampaknya lebih ditekankan dalam kama sutra Assikalaibineng.

Dari perspektif inilah, kitab Assikalaibineng Bugis tampak lebih komprehensif dari kama sutra India. Ini karena Assikalaibineng mengaitkan hubungan seksual dengan persoalan spiritual yang amat dalam dan luas.

Dalam Islam, ada hadis sahih yang menyatakan bahwa “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya. Orang yang paling baik budi pekertinya di antara kalian adalah orang yang paling baik budi terhadap istrinya”.

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa orang terbaik adalah orang yang paling baik terhadap istrinya. Maka seorang suami yang baik tentunya tidak memaksa istrinya untuk melakukan hubungan seksual tanpa memperhatikan kondisi fisik dan psikis istrinya; juga tanpa mengaitkan hubungan seksual dengan proses kreasi yang sakral, sesuai tuntutan Allah dan RasulNya.

Dari perspektif Assikalaibineng, dapat dikatakan hubungan seksual harus dipandang sebagai “peristiwa holistik” yang akan berpengaruh besar terhadap peradaban manusia. Ini karena peradaban manusia akan terbentuk dari keluarga-keluarga kecil yang baik dan konstruktif terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam diskursus Alquran, keluarga yang baik yang dihasilkan dari sebuah pernikahan yang baik, adalah keluarga yang “sakinah mawadah wa rahmah”. Yaitu keluarga yang terdiri dari sepasang suami isteri yang damai, yang taat dan cinta kepada Allah, dengan dihiasi anak-anak yang shaleh dan shalehah.

Betapa sucinya hubungan seksual yang berbasis prokreasi ini, sehingga Islam menganggapnya sebagai ibadah. Kama sutra Assikalaibineng menyatakan bahwa dalam persetubuhan suami istri, keduanya harus tetap berkesadaran penuh (mindfulness) sembari mengingat Allah. Dalam konteks inilah, kama sutra Assikalaibineng menganggap bahwa persetubuhan suami istri adalah sebuah peristiwa holistik, yang akan menentukan peradaban manusia.

Dr. Abdul Aziz, M. Ag
Dr. Abdul Aziz, M. Ag
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.