Bulan Ramadhan 1445 H ini, MAARIF Institute menggelar acara Tadarus Ramadhan. Kegiatan kedua kali ini membedah buku “Jalan Baru Moderasi Beragama: Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir”. Hadir sejumlah narasumber, di antaranya, Fajar Riza Ul-Haq (Editor Buku) dan Prof. Najib Burhani (Kontributor Buku). Bertindak selaku moderator, Moh. Shofan (Direktur Program MAARIF Institute).
Buku dengan tebal 528 halaman yang diterbitkan Kompas bekerjasama dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini merangkum 27 tulisan dari para cendekiawan, agamawan, aktivis-pemimpin umat yang secara garis besar berisi tentang buah pikiran, ide dan gagasan sepanjang hidup Haedar Nashir.
Dalam paparannya, Direktur Eksekutif MAARIF Institute, Abd. Rohim Ghazali menyampaikan bahwa buku ini secara umum berisi tentang gagasan dan ide Haedar Nashir, serta perannya sebagai Ketua Umum PP. Muhammadiyah yang berkontribusi besar bagi eksistensi perjalanan persyarikatan di tengah arus gelombang ideologi Islam kanan pasca reformasi.
“Haedar adalah sosok yang konsisten dan tidak pernah absen menyuarakan moderasi beragama saat maraknya upaya deradikalisasi kaum ekstremis disuarakan oleh negara. Hingga hari ini, Muhammadiyah terus berpegang teguh bahwa deradikalisasi adalah bentuk ekstrem baru, hingga akhirnya moderasi menjadi pilihan dan program pemerintah melalui Kementeriang Agama”, jelasnya.
Mengawali pemaparannya, Fajar Riza Ul-Haq, Ketua LKKS yang juga menjadi editor buku ini menyampaikan bahwa buku yang hadir di tangan pembaca ini merupakan kumpulan tulisan dari beberapa rekan, pemikir keislaman dan keindonesiaan. Menurutnya, buku itu ini berusaha membedah pemikiran Haedar Nashir tentang moderasi, bukan hanya dalam urusan beragama, tetapi juga yang lain termasuk kebangsaan, kenegaraan dan lainnya.
“Peluncuran buku ini tidak semata-mata merayakan 66 tahun Pak Haedar. Tapi bagaimana kita mencoba merawat pemikiran moderat untuk bangsa ini,” kata Fajar.
Sementara Prof. Najib Burhani, kontributor buku ini, menjelaskan bahwa peran Haedar bukan hanya sebatas seorang akademisi, tetapi juga sebagai Ketua Umum PP. Muhammadiyah yang mengambil tanggungjawab besar sebagai “penjaga gawang” ideologi Muhammadiyah sangat penting dalam melakukan konsolidasi internal dan meneguhkan Kembali komitmen ideologi organisasi di kalangan warga Muhammadiyah.
“Haedar, sebagaimana Buya Syafii Maarif, mengkritik agenda-agenda penerapan perda syariah yang mendapat dukungan kuat dari kelompok islam revivalis. Haedar menyebut kelompok tersebut sebagai “gerakan Islam syariat”, tegas Najib.
Acara ini dihadiri tidak kurang dari 50 orang peserta yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, dosen, dan masyarakat. Kegiatan tadarus ini diharapkan bisa menjadi energi baru dalam upaya mensosialisasikan gagasan dan cita-cita sosial Haedar Nashir, dan juga Buya Syafii, baik di ranah keislaman, keummatan, dan kebangsaan yang mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan kebhinnekaan yang dapat diwariskan kepada anak-anak bangsa.