Minggu, Oktober 13, 2024

Tiga Buku Melawan Ekstremisme dan Intoleransi

Jakarta – International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) bersama Lembaga Kajian Islam dan Sosial (LKiS) mengadakan peluncuran 3 buku dan diskusi terbuka, Senin, (31/7) di Cikini, Jakarta Pusat.

Acara ini dihadiri oleh Alissa Wahid (Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian), Susi Ivvaty (Jurnalis Kompas), Hairus Salim (Ketua Yayasan LKiS), Beka Ulung Hapsara (Manajer Advokasi INFID) sebagai narasumber dan Muhammad Isnur (Advokat YLBHI) sebagai moderator. Acara ini merupakan bagian awal dari rangkaian tur untuk membedah ketiga buku ini yang akan dilakukan  di 5 kota besar lain di Indonesia yaitu Yogya, Solo, Surabaya, Makassar dan Pontianak.

INFID dan LKiS melihat bahwa upaya kontra-ekstremisme dapat dilakukan melalui penyebaran gagasan dan ide yang termuat di dalam buku-buku. Dalam kerangka itu INFID dan LKiS bekerjasama melakukan upaya kontra-ekstremisme melalui penerjemahan dan penerbitan buku sebagai medium menyampaikan gagasan. Semenjak 2016 INFID dan LKiS telah memilih 3 buku yang dianggap relevan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia supaya dapat dibaca oleh lingkup yang lebih luas.

Dalam keterangan pers INFID, Beka Ulung Hapsara, Manajer Advokasi INFID mengatakan bahwa INFID memberi perhatian terhadap masalah deradikalisasi dan toleransi karena pembangunan, kesejahteraan dan pemenuhan hak asasi warga negara  mensyaratkan situasi atau kondisi yang damai dan saling menghormati.

“Buku dan diskusi buku merupakan sebuah upaya kecil untuk mewujudkan hal tersebut sekaligus membangkitkan kembali budaya dialog dan membaca yang semakin lama semakin tergerus oleh internet dan media sosial” ungkapnya.

Ketiga buku yang diluncurkan adalah Pengakuan Pejuang Khilafah yang ditulis oleh Ed Husain dengan judul asli The Islamist (2007),  Para Perancang Jihad yang ditulis oleh Diego Gambetta dan Steffen Hertog dengan judul asli Engineers of Jihad (2016) dan  Wajah Terlarang yang ditulis oleh Latifa dengan judul asli The Forbidden Face (2013). Buku pertama mengisahkan seorang pemuda yang bergabung bersama Hizbut Tahrir dan kelompok yang terafiliasi dengan Jemaah Islamiyah yang akhirnya melakukan refleksi bahwa kekerasan yang dianggap benar oleh ia dan organisasinya tidak seharusnya dilakukan.

Buku kedua memaparkan hasil riset dan analisa panjang mengenai mengapa dan bagaimana pelaku jihad banyak yang berasal dari kalangan terdidik. Buku terakhir memunculkan kisah tentang pengalaman perempuan berusia 16 tahun yang berada di bawah kekuasaan rezim Taliban. Riset-riset dan pengalaman langsung dari pelaku dan korban di dalam buku-buku ini diharapkan bisa menjadi pelajaran yang berharga di Indonesia.

Di dalam acara peluncuran ini Hairus Salim mengatakan bahwa buku-buku ini menceritakan bagaimana kelompok ekstrem memproduksi banyak sekali larangan dan batasan yang melanggar HAM kepada warganya, khususnya perempuan. Hal itu tercermin dari apa yang dilakukan oleh rezim Taliban. Menurut Hairus meskipun Indonesia tidak berada di dalam kondisi tersebut tetapi pada saat ini kita sudah bisa melihat riak-riaknya. Alissa Wahid menambahkan, peluncuran buku ini sangat relevan karena hadir di saat Indonesia berada dalam persimpangan.

“Ketiga buku ini bisa membantu kita untuk memahami ke arah mana kita ingin menuju dan bagaimana kita bisa membalik arah intoleransi dan ekstremisme?” kata Alissa Wahid.

INFID dan LKiS menganggap bahwa untuk merespon perkembangan kelompok ekstrem dan teroris serta ide-idenya yang menyebar dengan luas perlu suatu aksi kontra-ektremisme yang terarah dan sistematis. Kelompok ekstrem dan intoleran kerap kali menyebarkan idenya melalui buku dan tulisan. Oleh karena itu peningkatan kuantitas dan kualitas buku-buku yang berisi pesan kontra perlu dilakukan. Keberadaan buku-buku tersebut menjadi upaya untuk menyediakan gagasan alternatif dan pembanding untuk mendelegitimasi gagasan-gagasan pro-kekerasan dan intoleran yang diusung kelompok ekstrem.

Dari sudut pandang media dan jurnalisme, Susi Ivvaty menceritakan bagaimana pemberitaan radikalisme dan ekstremisme sudah muncul di Kompas semenjak 1965. Sampai 33 tahun setelahnya, terhitung ada 208 berita yang memuat isu tersebut. Susi melihat adanya eskalasi yang signifikan pada 1998 s.d 2017, yaitu sampai 2.396 pemberitaan.

“Buku ini adalah upaya masyarakat membagi peran dalam upaya kontra-ekstremisme bersama-sama” ungkap Susi.

Sebagai penutup diskusi Muhammad Isnur, Advokat YLBHI ini mengatakan penting sekali untuk mengelola dan mengubah keyakinan para ektremis. Buku ini membantu kita memahami para ekstremis sehingga program-program kontra-ekstremisme bisa lebih efektif.

Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.