Sabtu, Oktober 12, 2024

Setara Institute: Intoleransi Adalah Sumber Terorisme

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Warga melintas di depan restoran Burger King pasca penyerangan teroris di pos polisi dan sejumlah gedung di Sarinah Thamrin Jakarta, Jumat (15/1). Serangan teroris pada Kamis (14/1) tersebut mengakibatkan beberapa tempat dan kendaraan mengalami rusak berat . ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Warga melintas di depan restoran Burger King pasca penyerangan teroris di pos polisi dan sejumlah gedung di kawasan Thamrin, Jakarta, Jumat (15/1).  ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Setara Institute menyatakan bahwa intoleransi terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi salah satu penyebab timbulnya tindakan teror di Indonesia. Para pelaku intoleransi yang tak puas akan memilih jalan lain dengan bergabung pada kelompok-kelompok ekstrem, lalu menjadi radikal dan melakukan tindakan teror.

“Bom di Thamrin menunjukkan persoalan intoleransi. Maka, intoleransi menjadi titik awal dari terorisme. Karena itu, kita menolak praktek intoleransi karena sumber dari terorisme,” kata Ketua Setara Institute Hendardi di Jakarta, Senin (18/1).

Dalam Nawacita Jokowi ada delapan komitmen pemerintah terkait kebebasan beragama atau berkeyakinan. Akan tetapi, dalam setahun memerintah, belum ada bukti yang cukup nyata terkait janji tersebut, bahkan gagal diterjemahkan oleh menteri Kabinet Kerja Jokowi.

Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menambahkan, tahapan transformasi dari intoleran menuju radikalisme dan menjadi terorisme. Hal itu bisa dilihat dari sosok Bahrun Naim. Bahrun merupakan orang yang dinilai dan diduga Kepolisian terlibat dalam teror di kawasan Sarinah.

“Transformasi ini nyata,” tegasnya. Ismail menambahkan ada tahapan menuju teroris, pertama berawal masuk kelompok intoleran. Kedua, karena tidak puas maka memilih jalan ekstrem. Ketiga, menjadi radikal dan terakhir melakukan tindakan teror. Jadi, tidak bisa langsung menjadi teroris karena butuh tahapan menuju ke arah tersebut.

“Untuk jadi teroris tidak bisa seketika. Ada tahapan dan proses, misalnya Muhammad Abduh, Bahrun Naim, mereka semua sebelumnya tergabung dalam organisasi masyarakat kelompok intoleran,” kata Ismail.

Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos mengatakan, intoleransi dapat dibagi dalam dua hal. Intoleransi pasif dan intoleransi aktif. Intoleransi pasif berarti memiliki pikiran yang tidak toleran tapi bukan manifes. Sedangkan intoleransi aktif merupakan sebuah manifes, pikiran, tindakan, dan ucapan.

Dia menjelaskan, ada beberapa tahapan seseorang bertindak intoleran hingga menjadi tindakan teror. Setelah menjadi intoleran, seseorang bergabung dalam kelompok ekstrem, terus menjadi radikal dan melakukan tindakan teror.

Namun, lanjut Bonar, tahapan tranformasi menuju terorisme tidak selamanya berjalan berurutan seperti seorang intoleran menjadi ekstrem, bisa saja sebaliknya. Karena itu, harus ada sinergi dan simultan antara Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme dan polisi dalam melakukan pencegahan intoleransi di masyarakat.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.