Senin, April 29, 2024

Sengketa Pilkada Bukan Soal Angka, Tapi Integritas Pilkada

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Warga melintas di dekat daftar calon Bupati dan Wakil Bupati peserta Pilkada Serentak di Sulsel di Kantor KPU Sulawesi Selatan, Makassar, Jumat (6/11). Pilkada serentak di Sulsel akan dilaksanakan di 11 kabupaten/kota yang diikuti 29 calon Bupati dan Wakil Bupati pada 9 Desember 2015. ANTARA FOTO/Yusran Uccang/aww/15.
Warga melintas di dekat daftar calon bupati dan wakil bupati peserta Pilkada Serentak di Kantor KPU Sulawesi Selatan, Makassar, Jumat (6/11). ANTARA FOTO

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendorong Mahkamah Konstitusi untuk tidak hanya mengadili persoalan ketepatan angka dalam perolehan suara saja. MK juga diminta turut melihat proses integritas pelaksanaan secara keseluruhan sehingga sampai pada hasil dan perolehan suara.

“Proses perselisihan hasil pilkada tidak boleh sedikit pun dipisahkan dari proses pilkada itu sendiri. Sengketa pilkada yang ada saat ini prinsipnya buka soal angka, tapi juga soal integritas pilkada,” kata Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini dalam keterangan resmi kepada Geotimes, Rabu (6/1).

Dia menambahkan, telah terjadi pergesaran paradigma dalam menyelesaikan sengketa pilkada di MK. Pergesaran itu mengerucut dalam dua hal. Pertama, MK hanya akan mengadili persoalan ketepatan angka hasil perolehan suara calon saja. Kedua, MK bergeser ke paradigma yang lebih substantif, yakni melihat proses pelaksanaan pilkada secara keseluruhan, sehingga mendapatkan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh KPU.

Dalam proses penyelesaian perselisihan pilkada, tambah Titi, MK masih berpijak pada proses pemeriksaan perkara yang lebih substantif di akhir tahun 2012. Yakni melihat apakah proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, serta prinsip-prinsip pelaksanaan pemilihan yang jujur dan adil.

“Namun, pada proses penyelesaian perselisihan hasil Pemilu 2014, MK memberikan penegasan hanya mengadili perihal ketepatan angka dan hasil pemilu saja,” kata Titi. “Begitu juga dengan proses perselisihan hasil Pemilihan Presiden 2014.”

Dalam Undang-Undang No 8/2015 tentang Pelaksanaan Pilkada disebutkan bahwa syarat selisih suara antara calon kepala daerah yang menang dengan calon kepala daerah yang kalah (ingin menggugat) tidak boleh lebih dari 2% dari hasil yang ditetapkan oleh KPU.

Tak hanya itu, lanjut Titi, MK perlu mempertimbangkan kasus perselisihan hasil pilkada yang kalah jauh suaranya oleh pemenang, tapi memiliki dalil dan bukti yang kuat bahwa hasil tersebut didapat dari proses pilkada yang penuh dengan praktik kecurangan.

Karena itu, pihaknya mendesak MK untuk memperhatikan betul setiap permohonan yang masuk, agar diperiksa secara detail sebelum diambil putusan apakah permohonan tersebut tidak dapat diterima atau dapat dilanjutkan ke pemeriksaan pada tingkat pembuktian. “Hal itu bertujuan agar MK tidak menjadi ‘tong sampah’ sengketa pilkada,” ujar Titi.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.