Data pencemaran dan degradasi hutan jadi alarm serius, solusi tak boleh ditunda.
Samarinda, Kalimantan Timur, – Kota tepian sungai ini kini menghadapi tantangan lingkungan serius. Banjir tahunan, timbunan sampah plastik, dan meningkatnya suhu akibat perubahan iklim menjadi alarm bahwa kepedulian terhadap lingkungan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan yang mendesak. Menurut Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Samarinda, timbulan sampah di kota ini mencapai 800–1.000 ton per hari, mayoritas plastik sekali pakai. Sistem pengelolaan sampah yang belum optimal, membuat sampah sering berakhir di TPA, terbawa Sungai Mahakam dan Karang Mumus, atau dibakar di lahan kosong.
Data nasional memperlihatkan kondisi lebih mengkhawatirkan. Indonesia masuk tiga besar negara penyumbang sampah plastik terbesar di dunia, dengan timbulan sekitar 3,4 juta ton per tahun. Dari jumlah itu, 56 ribu ton berakhir di laut, menjadi ancaman bagi ekosistem dan kesehatan manusia.
“Sampah di sungai bukan hanya merusak ekosistem, tetapi juga memengaruhi kesehatan warga dan mengganggu aktivitas ekonomi lokal,” ujar Dewi Lestari, aktivis lingkungan dari komunitas Sungai Karang Mumus Bersih (SKM).
Banjir hampir setiap tahun melanda Samarinda. BPBD Kota Samarinda mencatat banjir menjadi bencana paling sering, dengan penyebab utama: berkurangnya daerah resapan air akibat pembangunan, pertambangan, perumahan, serta sampah yang menyumbat drainase.
Tren iklim global juga memperburuk kondisi lokal. KLHK melaporkan bahwa pada 2022, Indonesia menghasilkan 1,22 miliar ton emisi gas rumah kaca. Dampaknya terasa di Samarinda: hujan ekstrem lebih sering terjadi, sementara kemarau makin panas dan kering. Meski menghadapi tantangan, Samarinda memiliki potensi besar: hutan sekitar kota, seperti Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman dan Bukit Soeharto, menjadi “paru-paru” kota. Satu pohon rata-rata menyerap 22–28 kg CO₂ per tahun, bahkan lebih untuk jenis trembesi.
Gerakan lokal, seperti penanaman pohon dibantaran Sungai Karang Mumus, menjadi contoh nyata bagaimana warga bisa mengambil peran dalam menjaga kota.
“Setiap pohon yang kita tanam adalah investasi untuk masa depan Samarinda yang lebih hijau,” kata Ahmad Fauzi, pejabat DLH Samarinda.
Masyarakat tidak perlu menunggu kebijakan besar untuk berkontribusi, Dengan melakukan gerakkan untuk mengurangi plastik sekali pakai dan gunakan tas belanja sendiri, Buang sampah pada tempatnya dan pisahkan organik/anorganik, Hemat listrik dan air untuk menekan jejak karbon, Ikut aksi bersih sungai dan gerakan penghijauan lokal. Langkah kecil bila dilakukan bersama bisa membawa perubahan signifikan.
Dari Data ke Aksi Nyata
Krisis lingkungan di Samarinda jelas terbukti lewat data: banjir yang berulang, sampah yang menumpuk, dan suhu yang meningkat. Tapi data ini juga menjadi panggilan untuk bertindak. Peduli lingkungan di Samarinda bukan sekadar mengatasi bencana, tetapi menjaga masa depan kota ini. Dari kebijakan pemerintah, aksi komunitas, hingga kebiasaan warga sehari-hari, semua berperan penting. Dengan kontribusi kolektif, Samarinda bisa menjadi contoh kota hijau yang berkelanjutan, tempat generasi mendatang bisa hidup sehat dan nyaman.