Jakarta, 11/7 – Pakar hukum pidana Romli Atmasasmita mengkritisi adanya pos anggaran di Komisi Pemberantasan Korupsi yang diperuntukkan untuk jaringan antikorupsi, padahal keberadaan lembaga swadaya masyarakat antikorupsi untuk mengawasi kinerja lembaga negara.
“Saya heran kenapa DPR menyetujui anggaran untuk jaringan antikorupsi padahal seharusnya LSM itu mengawasi kinerja lembaga negara namun malah mem-‘back up’ lembaga KPK sehingga tidak sehat,” kata Romli dalam Rapat Dengar Pendapat Umum Pansus Angket KPK, di Jakarta, Selasa.
Romli menjelaskan mantan Ketua KPK Taufiqurahman Ruki mengatakan kepadanya bahwa ada nota kesepahaman antara KPK dengan beberapa lembaga donor terkait bantuan pemberantasan korupsi.
Namun, menurut dia, bantuan itu langsung ditransfer ke Indonesia Corruption Watch (ICW) dan itu merupakan pelanggaran lembaga negara.
“Itu kan tidak benar, prosedur yang dilaksanakan dengan baik nin dilanggar karena itu ada persoalan antara KPK dengan ICW,” ujarnya.
Menurut dia, harus ada aturan yang mengatur hubungan kerja sama lembaga pemerintah dengan LSM sehingga agenda memberantas korupsi harus sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku.
Dia mengingatkan bahwa dirinya ingin memperbaiki KPK dan jangan sampai institusi itu dijadikan sarana memberantas korupsi dengan melanggar hukum karena harus menjadi contoh bagi lembaga lain.
“Dari sini saya melihat strategi kita dalam pemberantasan korupsi sudah menyimpang. KPK seharusnya menjadi contoh bagi lembaga lain,” ujarnya.
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Pansus Angket KPK dengan ahli hukum pidana pada Selasa (11/7) akan menanyakan kedudukan KPK dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, bagaimana mekanisme “check and balances” dalam sistem peradilan pidana, lalu bagaimana dijalankannya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dalam sistem peradilan pidana.
(Sumber: Antara)