Serikat Nelayan Indonesia mengapresiasi langkah Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang tengah merancang peraturan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam bisnis perikanan. Pasalnya, regulasi ini akan meminimalisasi terjadinya pelanggaran kerja bagi anak buah kapal (ABK).
“Kebijakan ini satu langkah maju. Sebab, selama ini sistem kerja nelayan Indonesia masih patriarki, bukan hubungan ketenagakerjaan. Mereka bekerja atas dasar kekerabatan atau bagi hasil,” kata Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia Budi Laksana ketika dihubungi di Jakarta, Senin (30/11).
Budi menyontohkan seorang ABK memiliki hubungan kerja dengan nakhoda kapal atau ABK punya hubungan kerja dengan pemilik kapal. Selama ini mereka bekerja tidak memiliki perlindungan seperti asuransi kecelakaan kerja, asuransi kematian, dan asuransi kesehatan.
Menurut Budi, perlu kejelasan status ABK dalam dalam bisnis perikanan di Indonesia. Sebab, selama ini tidak ada aturan tegas terkait hak-hak ABK. “Baik itu juragan kapal kecil dan juragan kapal besar, ABK tidak punya perjanjian kerja sama pengusaha atau pemilik kapal,” kata Budi. “Dengan adanya aturan dari Menteri Susi tentu akan mengurangi pelanggaran HAM dalam bisnis perikanan.”
Dia menambahkan bahwa kebijakan Menteri Susi sudah lama diwacanakan, tetapi baru akan dilaksanakan saat ini. Tak hanya itu, kata Budi, Menteri Susi juga pernah menyatakan komisi bagi hasil tangkapan di luar gaji tetap seorang ABK. Namun, itu belum terealisasi.
Sebelumnya, Menteri Susi mengatakan rancangan peraturan perlindungan HAM dalam bisnis perikanan tersebut akan memperkuat komitmen Indonesia memerangi pencurian ikan nasional dan internasional. Pihaknya juga mengajak semua orang di dunia untuk menghormati dan melindungi hak asasi nelayan.
Susi menambahkan, regulasi tersebut akan diluncurkan pada 10 Desember 2015 bersamaan dengan Hari Hak Asasi Manusia Internasional. Dengan adanya aturan itu, Susi berharap peraturan HAM terkait nelayan bisa menjadi contoh bagi negara-negara lain.
Pihaknya juga akan bekerjasama dengan negara-negara Afrika Selatan, Spanyaol, dan Selandia Baru untuk mengembangkan aturan tersebut. Pasalnya, negara-negara itu memiliki banyak nelayan yang menjadi korban perdagangan. “Semoga aturan ini memberikan dampak poistif bagi nelayan Indonesia. Nelayan punya hak yang sama untuk mendapatkan perlindungan dari negara,” ujar Susi.