Kamis, Oktober 10, 2024

Pemerintah Mengabaikan Peran Perempuan Nelayan

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Suasana transaksi jual beli ikan hasil tangkapan nelayan di Pantai Kedonganan, Bali, Sabtu (5/9). Menurut nelayan, saat ini tangkapan ikan berbagai jenis seperti Lemuru, Layang dan Kerapu mulai melimpah yang menyebabkan harga ikan mengalami penurunan. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf
Suasana transaksi jual beli ikan hasil tangkapan nelayan di Pantai Kedonganan, Bali, Sabtu (5/9). Menurut nelayan, saat ini tangkapan ikan berbagai jenis seperti lemuru, layang dan kerapu mulai melimpah yang menyebabkan harga ikan menurun. ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menilai pelaku perikanan skala kecil, khususnya perempuan nelayan, belum mendapat pengakuan atas peran dan kesejahteraannya. Padahal, sejak lama perempuan nelayan menjadi elemen penting dalam penyediaan kebutuhan protein bagi masyarakat. Karenanya, dalam menjalankan perannya, perempuan nelayan wajib dilindungi dan diberdayakan oleh negara.

“Saat ini rantai perdagangan ikan dunia belum memihak masyarakat pelaku perikanan skala kecil, khususnya di negara-negara berkembang. Padahal, perempuan nelayan berkontribusi sebesar 40% dari total produksi perikanan tangkap global (FAO 2012),” kata Abdul Halim, Sekretaris Jenderal Kiara dalam Konferensi Internasional “Engaging the Seafood Industry in Social Development” di Annapolis, Amerika Serikat, Jumat (25/9).

Halim memaparkan bahwa pelaku pasar makanan laut setengah hati memihak nelayan. Apalagi banyak pemerintah di negara-negara berkembang yang notabene produsen perikanan belum sungguh-sungguh berkomitmen untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan kecil.

Selain itu, kesulitan yang dihadapi masyarakat perikanan skala kecil dalam sistem perdagangan ikan tingkat nasional dan internasional adalah ongkos produksi sangat tinggi, intervensi teknologi minim, harga jual ikan rendah, ketidakpastian status wilayah tangkap dan tambak atau lahan budidaya dan keterbatasan konsumen dalam pendokumentasian hasil tangkapan.

“Ketiadaan pencatatan hasil tangkapan/budidaya pada masyarakat perikanan skala kecil menimbulkan kesulitan tersendiri untuk terlibat aktif dalam sistem perdagangan ikan internasional yang membutuhkan pengarsipan data yang terus diperbaharui dan sifatnya real time,” kata Halim.

Dalam situasi itu, dibutuhkan peran besar sebuah negara untuk memfasilitasi pelaku perikanan skala kecil mengatasi permasalahannya, khususnya perempuan nelayan. “Negara harus hadir di tengah kompetisi perdagangan ikan dan permintaan pasar terkait standar-standar baru, seperti keamanan pangan, bebas dari aktivitas merusak dan pelanggaran HAM yang kian ketat,” ungkap Abdul.

Dengan kehadiran negara, nelayan tradisional, perempuan nelayan, dan pembudidaya ikan kecil akan sanggup bersaing dengan pelaku ekonomi di bidang makanan laut lainnya. Bahkan negara dapat memotong panjangnya rantai perdagangan ikan sehingga kualitas ikan lebih segar dengan harga lebih tinggi.

Ratna Sari Keliat, Ketua Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia Kabupaten Langkat, mengatakan, negara mengabaikan keberadaan dan peran penting perempuan nelayan di dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan di Indonesia. “Mestinya disebutkan dengan jelas, bukan samar-samar di dalam RUU Perlindungan Nelayan bahwa perempuan nelayan adalah subyek hukum yang mendapatkan perlindungan dan pemberdayaan,” kata Ratna menegaskan. [*]

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.