Transparency International Indonesia menilai ada kenaikan konsisten dalam pemberantasan korupsi, terbukti dengan Corruption Perception Index (CPI) Indonesia tahun 2015 yang membaik. Walapun demikian, masih ada persoalan pemberantasan korupsi seperti tingginya korupsi di sektor penegakan hukum dan politik.
“Pemerintah konsisten dalam pemberantasan korupsi, namun masih terhambat dengan tingginya korupsi di sektor penegakan hukum dan politik,” kata Direktur Program Transparency International Indonesia (TII) Ilham Saenong di Jakarta, Rabu (27/1).
Dia menambahkan, tanpa kepastian hukum dan pengurangan penyalahgunaan kewenangan politik, kepercayaan publik terhadap pemerintah akan turun, iklim usaha memburuk, dan kesejahteraan bagi warga terancam.
Kondisi tersebut menyebabkan perbaikan-perbaikan dalam tata kelola pelayan publik hanya mampu menaikkan skor Indonesia menjadi 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara. Skor Indonesia secara perlahan naik 2 poin dan naik cukup tinggi 19 peringkat dari tahun sebelumnya. Kendati peringkat tersebut naik cukup tinggi, Indonesia belum mampu menandingi skor yang dimiliki oleh Malaysia (50), Singapura (85), dan Thailand (38).
Meskipun secara relatif skor Indonesia masih kalah dengan Thailand, Malaysia dan Singapura, kenaikan skor CPI Indonesia semakin mendekati rerata regional ASEAN sebesar 40, Asia Pasifik sebesar 43, dan G20 sebesar 54. “Tahun ini Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang mengalami kenaikan kembar, naik skor dan naik peringkat,” kata Ilham.
Menurut Ilham, Indonesia sebenarnya dapat menambah skor lebih besar lagi. Tapi karena terjadi pelemahan atas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun lalu, revisi UU KPK, tersangka dibebaskan yang menyebabkan pesisme publik terhadap penegak hukum dan Dewan Perwakilan Rakyat. Karena itu, pihaknya mendesak Presiden Joko Widodo memimpin langsung pemberantasan korupsi dengan fokus reformasi penegakan hukum dan perbaikan pelayanan publik.
Presiden juga harus memperkuat KPK dengan menghentikan revisi UU KPK yang mengancam eksitensi dan menyempitkan kewenangan KPK. Tak hanya itu, lanjut dia, KPK juga mengoptimalkan fungsi dan kewenangannya dalam koordinasi dan supervisi penanganan tindak pidana korupsi, serta monitoring terhadap reformasi birokrasi dan penegakan hukum.
TII juga mendesak parlemen untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas penganggaran dan legislasi sekaligus memperkuat fungsi pengawasan serta penggunaan anggaran yang dijalankan eksekutif.
Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono mengatakan, Indonesia mampu mempertahankan kenaikan skor dan indeks sejak didirikan pada 2004. Pada 2004, CPI Indonesia masih rendah. Tahun kemarin skor CPI mencapai 34. Sekarang, skor kembali naik ke 36, sehingga bisa memperbaiki posisi dari 107 tahun lalu menjadi 88.
“Ini prestasi luar biasa dalam kondisi krisis KPK tahun 2015. CPI bisa naik. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar upaya pemberantasan korupsi on the track,” ujar Giri. Dia menambahkan, prestasi Indonesia mempertahankan kenaikan ini dari tahun ke tahun sulit ditemukan di negara lain. “Selain itu, skor CPI akan terus naik jika komitmen politik diperkuat.”