Selasa, Oktober 15, 2024

Pemberantasan Korupsi Harus Dibarengi Kesejahteraan Masyarakat

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Salah satu potret kemiskinan di Jakarta. Ketimpangan ekonomi di Indonesia semakin tinggi selama setahun terakhir. (Andrey Gromico/The Geotimes)

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2015 sedikit mengalami perbaikan. Indonesia naik dua poin di peringkat 15 regional dan 88 secara global. Perbaikan ini menunjukkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia semakin gencar dilakukan, terutama oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Walau begitu, pemberantasan tindak pidana korupsi semestinya jangan hanya melulu dipandang dari aspek hukum, melainkan juga dampaknya kemudian yang diukur dari tingkat kesejahteraan masyarakat.

“Keberhasilan pemberantasan korupsi tidak hanya diukur dari seberapa banyak koruptor yang berhasil dipenjara dan seberapa banyak kerugian negara yang berhasil diselamatkan. Tetapi pemberantasan korupsi harus juga diukur dari seberapa baik mutu atau kualitas pelayanan publik dan seberapa sejahtera rakyat Indonesia,” kata Febri Hendri, Koordinator Divisi Investigasi dan Monitoring Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Selasa (15/3).

Menurut dia, walaupun Indeks Persepsi Korupsi Indonesia terus meningkat setiap tahun, kenyataannya masih banyak masyarakat yang tidak sejahtera. Jadi, pemberantasan korupsi menjadi tidak berarti bagi masyarakat. Sebab, peningkatan pemberantasan korupsi yang tidak dibarengi dengan adanya perbaikan lebih lanjut, dampaknya tetap tidak dirasakan oleh masyarakat, khususnya ekonomi rendah.

“Kerugian negara yang berhasil disita dan dikembalikan kepada negar kemudian digunakan untuk belanja negara nantinya demi mengejar pertumbuhan ekonomi. Namun, kita tahu pertumbuhan ekonomi hanya dirasakan oleh masyarakat golongan tertentu, bukan kepada masyarakat miskin,” tutur Febri.

“Lain soal apabila peningkatan pemberantsan korupsi menjadikan adanya perubahan signifikan, terutama terhadap pelayanan publik yang berkualitas. Artinya, masyarakat bisa mendapat pendidikan gratis, pelayanan kesehatan mudah dan murah. Jika demikian, pemberantasan korupsi memiliki manfaat bagi publik.”

Jika dilihat dari data yang dirilis Badan Pusat Statistik, dari sisi pendapatan untuk tiga kelas masyarakat, yakni kelas atas memiliki jumlah sebanyak 20%, kelas menengah 40%, dan bawah 40%. Pada 2005 kelas bawah yang berjumlah 40% dari total keseluruhan mendapatkan manfaat ekonomi hanya sebesar 21%.

Pada 2013 manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat kelas bawah turun menjadi 16,9%. Berbanding jauh dengan kelas atas. Jika pada 2005 kelas atas mendapat manfaat ekonomi sebesar 40%, pada 2013 angkanya meningkat menjadi 49%.

Menurut Febri, korupsi yang terjadi di Indonesia dikarenakan negara dibajak oleh swasta. Pola pembangunan yang dikedepankan pemerintah sepenuhnya diperuntukkan hanya melayani kepentingan korporasi. Akibatnya, negara tidak bisa menjalankan kewajibannya dalam memenuhi hak-hak warga negara.

Lebih lanjut, Febri menambahkan, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia memang meningkat. Namun demikian, masih banyak kasus korupsi yang belum terungkap dan dijerat oleh penegak hukum. Itu terlihat berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan sepanjang 2003 sampai 2014. Dalam laporan itu ada 442 temuan yang memiliki unsur tindak pidana korupsi senilai Rp 43,8 triliun.

Selain itu, penemuan kerugian keuangan negara juga dilaporkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Lembaga ini telah melakukan 3.072 audit investigatif selama 5 tahun (2011-2015). Badan ini juga menghitung ada kerugian negara sebesar Rp 16 triliun.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.