Jumat, November 8, 2024

Pembangunan Kereta Cepat Dituding Tak Transparan

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
- Advertisement -
Menteri BUMN Rini Soemarno (ketiga kiri), Dubes China untuk Indonesia Xie Feng (kedua kiri), CRW Chief Engineer He Huawu (kiri), dan Managing Director Sinar Mas G. Sulistiyanto (kanan) berjabat tangan usai pembukaan Pameran Kereta Cepat dari Tiongkok di Jakarta, Kamis (13/8). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri BUMN Rini Soemarno, Dubes China untuk Indonesia Xie Feng (kedua kiri), CRW Chief Engineer He Huawu (kiri), dan Managing Director Sinar Mas G. Sulistiyanto (kanan) berjabat tangan usai pembukaan Pameran Kereta Cepat dari Tiongkok di Jakarta, Kamis (13/8). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menilai pelaksanaan kerjasama pembangunan kereta cepat (high speed train) Jakarta-Bandung antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Cina dengan BUMN Indonesia tidak transparan dan akuntabel. Hal itu yang menyebabkan pembangunan kereta cepat memicu polemik di masyarakat.

Sekretaris Jenderal Fitra Yenny Sucipto mengatakan, pembangunan kereta cepat tidak dilakukan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Akan tetapi kita tidak mengetahui kerjasama antara BUMN Cina dan BUMN Indonesia dalam bentuk hibah atau utang.

“Ini persoalan transparansi. Jika tidak ada sistem transparansi dan akuntabel kepada publik dalam kerjasama tersebut, itu akan menjadi beban rakyat,” kata Yenny saat dihubungi di Jakarta, Selasa (26/1). “Beban rakyat karena utang atasnama BUMN. BUMN itu dananya dari APBN, dan APBN berasal dari pajak rakyat. Pada akhirnya pajak rakyat terus meninggi.”

Dia menambahkan pemerintah harus memperjelas poin-poin kerjasama dalam pembangunan kereta cepat seperti dampak ekonomi, pengelolaan kereta, hibah atau utang, dan komitmen pembangunan. Poin itu akan berimplikasi baik atau buruk terhadap APBN ke depan. Pihaknya khawatir pembangunan kereta seperti kasus BLBI yang menyebakan utang negara sebesar Rp 2.000 triliun.

Baca juga: Pembangunan Infrastruktur Indonesia Ditunggangi Mafia.

“Kereta cepat bisa saja tidak memberi kontribusi kepada APBN. Jika memberikan kontribusi kepada APBN, maka instrumennya kesejahteraan rakyat. Namun, kami khawatir kontribusi kereta tersebut hanya ke elite politik, legislatif, dan korporasi,” ujar Yenny. Alasan tersebut, bukan tanpa sebab. Indonesia sudah berulangkali melakukan kerjasama dengan lembaga keuangan internasional dan berimplikasi kepada perekonomian bangsa seperti BLBI.

Selain itu, Fitra menilai ada persoalan dalam penyusunan proyek pembangunan kereta cepat. Selama ini pemerintah hanya mengutamakan aspek teknokrasi dan politik dalam pembangunan. Sedangkan aspek bottom-up, top-down, dan partispasi publik tidak dijalankan. Kalaupun dijalankan hanya sebatas formalitas.

Baca juga: Indonesia Belum Perlu Kereta Cepat.

Seperti diketahui, Wantchinatimes, salah satu kelompok media The China Times Grup, menyebutkan bahwa untuk melaksanakan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Cina menganganggarkan biaya 213 juta yuan, sekitar US$ 33,5 juta, per kilometer. Padahal, Cina hanya mengeluarkan dana kurang dari 100 juta yuan, sekitar US$ 15,7 juta, per kilometer untuk membangun jalur Wuhan-Guangzhou. Adapun biaya proyek kereta cepat rute Beijing-Shanghai tak lebih dari 177 juta yuan, setara US$ 27,8 juta, per kilometer.

Yenny mengatakan temuan media luar tersebut harus ditindaklanjuti oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung. KPK harus melakukan pencegahan dengan melakukan audit proses perencanaan kegiatan sebelum pembangunan dilaksanakan sepenuhnya. “KPK harus masuk dalam rangka pencegahan korupsi. KPK harus melakukan intervensi perencanaan penyusunan sehingga tidak menimbulkan korupsi.”

- Advertisement -

Baca juga: Kereta Cepat untuk Siapa?

Fitra menilai ada perbedaan biaya antara Cina dan Indonesia dalam pembangunan proyek menjadi salah satu indikasi penggelembungan dana yang sudah direncanakan. Baik itu di tingkat eksekutif dan legislatif. “Hal itu bisa terjadi karena dalam proses penyusunan tidak ada transparansi dan akuntabiltas,” kata Yenny.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.