Jakarta, 21/8 (Antara) – Setelah menjalankan tugasnya selama dua bulan, panitia khusus Angket KPK Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menemukan 11 persoalan terkait tugas dan kewenangan KPK.
Hal tersebut dinyatakan langsung oleh M Misbakhun selaku salah satu anggota Pansus Angket KPK saat membacakan keterangan pers di DPR Senayan Jakarta, Senin (21/8).
Lebih lanjut, M Misbakhun juga memaparkan 11 temuan tersebut.
Persoalan pertama, dari segi aspek kelembagaan, KPK menjadikan dirinya sebagai lembaga super body yang tidak siap dan tidak bersedia dikritik dan diawasi, serta menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya.
Kedua, KPK dengan argumen independennya, dianggap mengarah kepada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara yang berpotensi melakukan penyelewengan kekuasan (abuse of power).
Ketiga, KPK dinilai sudah sepatutnya mendapatkan pengawasan yang ketat dan efektif dari DPR.
Keempat, KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya dinilai belum patuh atas azas-azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas sebagaimana diatur dalam pasal 5 UU KPK.
Kelima, dalam menjalankan fungsi koordinasi, KPK dinilai cenderung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan eksistensi lembaga-lembaga negara lain. KPK lebih mengedepankan praktek penindakan melalui opini pemberitaan daripada politik pencegahan.
Keenam, dalam fungsi supervisi, KPK dinilai cenderung menangani sendiri tanpa koordinasi dibandingkan dengan upaya mendorong, memotivasi dan mengarahkan instansi kejaksaan dan kepolisiaan.
Ketujuh, dalam fungsi penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, KPK sama sekali tidak berpedoman pada KUHAP dan mengabaikan HAM.
Kedelapan, terkait SDM aparatur, KPK cenderung selalu berargumen independen, merumuskan dan menata SDM nya yang berbeda dengan unsur aparatur lembaga negara lainnya.
Kesembilan, terkait dengan penggunaan anggaran, berdasarkan hasil audit BPK banyak hal yang belum dapat dipertanggungjawabkan.
Kesepuluh, terhadap sejumlah kasus yang sedang ditangani, pansus memberikan dukungan penuh untuk terus dijalankan sesuai aturan hukum positif dan menjunjung tinggi HAM.
Kesebelas, terhadap sejumlah kasus terkait unsur pimpinan, kasus Novel Baswedan, kematian Johannes Marliem kiranya komisi III DPR dapat segera mengundang pihak KPK dan Polri untuk melaksanakan fungsi pengawasan.
(Sumber: Antara)