Minggu, Oktober 13, 2024

Pakar: Pembangunan Kereta Cepat Banyak Menabrak Aturan Hukum

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Kereta api cepat menuju Guangzhou terlihat di Jembatan Yongdinghe, Beijing, China. Reuters
Kereta api cepat menuju Guangzhou terlihat di Jembatan Yongdinghe, Beijing, China. Reuters

Ketua Komisi VI DPR RI A Hafisz Tohir mengatakan, pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menggunakan aset negara. Hal tersebut terbukti dengan pelibatan empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai mitra kerja dengan BUMN Cina dalam proyek tersebut.

“Empat BUMN itu menjaminkan pinjaman dalam bentuk aset. Lahan PTPN VIII 265 hektare, Jasa Marga gunakan bahu tol Jakarta-Cikampek sepanjang 120 km diberikan untuk rel, Wika dan PT KAI digunakan jalur atau kawasannya. Maka kami memandang ada aset negara dilibatkan sehingga selayaknya BUMN meminta izin kepada pengawas kekuasaan, yakni DPR,” kata Hafisz di Jakarta kemarin.

Dia menambahkan aset negara atas nama BUMN dapat digolongkan sebagai pemberian penyertan modal negara (PMN) sehingga sejalan dengan PMN yang diberikan sebelumnya oleh pemerintah. Karena itu, penempatan aset negara untuk business to business (B to B) tidak boleh sembarangan.

“Jika proyek ini gagal dan konsorsium BUMN menyatakan mengalami kerugian, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, penyertaan modal negara dalam BUMN dan itu sudah melanggar perpres karena tidak ada jaminan negara. Kedua, BUMN kita berpindah tangan menjadi BUMN Cina karena ada pemberian modal dari pemerintah Cina,” kata Hafisz.

Jika merujuk pada konstitusi, kata dia, BUMN diperintahkan sebagai sarana menyejahterakan dan memberikan kemakmuran rakyat. BUMN sebagai agen development bagi bangsa Indonesia. Bukan membiayai proyek asing yang ada di Indonesia.

Dalam Tap MPR RI Tahun 1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi disebutkan bahwa pinjaman luar negeri menjadi tanggung jawab swasta. Tapi, jangan lupa bahwa pemerintah mempunyai kewajiban mengawasi pinjaman itu.

“Jangan sampai dialihkan. Ingat kejadian 1998, total utang swasta terhadap lembaga internasional yang ditanggung pemerintah. Artinya negara lain tidak mau tahu siapa itu swasta, siapa itu BUMN. Mereka hanya tahu ini utang Republik Indonesia dan itu fakta sejarah. Karena itu, perlu persetujuan DPR dalam pembangunan kereta cepat,” tegas Hafisz.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio mempertanyakan landasan hukum proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Dia mengatakan, dalam Peraturan Presiden No. 107 tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat patut diduga ada maladministrasi. Pasalnya, beberapa kementerian seperti Kemenko Perekonomian dan Kementerian Perhubungan tidak pernah diundang dalam rapat dan tidak ada persetujuan terhadap draf perpres ini.

Kemudian, muncul Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang patut diduga terindikasi penyelundupan proyek kereta cepat di lampirannya dengan maksud ada jaminan negara. Dalam pasal 2 poin 2 Perpres No 3 tahun 2006 disebutkan proyek strategis nasional yang tercantum dalam lampiran bagian yang tak terpisahkan dari perpres.

“Dalam lampiran proyek strategis nasional nomor 60, tercantum High Speed Train Jakarta-Bandung. Artinya, terindikasi penyelundupan proyek dengan maksud ada jaminan negara,” kata Agus.

Hal senada diungkapakan Yayat Supriatna, pakar transportasi dari Universitas Trisakti. Menurut Yayat, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung banyak menabrak aturan hukum lainnya seperti Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2014 tentang Penataan Wilayah Pertahanan, Perda DKI Jakarta tentang Tata Ruang Kota, Perda Jawa Barat tentang Tata Ruang Kota.

Bahkan dari delapan daerah yang akan dilewati, baru Kabupaten Krawang yang sudah mencatumkan kereta cepat. Sedangkan tujuh kabupaten lainnya belum mencantumkan kereta cepat dalam Perda Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) masing-masing.

“Dalam Perda No 22 Tahun 2010 tentang Tata Ruang Jabar, sudah disebutkan itu koridor bencana geologi, patahan aktif gempa bumi dan hutan lindung. Itu sudah dingatkan dalam perda dan ini sangat berbahaya,” kata Yayat. Meskipun sudah diingatkan, lanjut dia, pemerintah tetap saja melanjutkan proyek ini.

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menyatakan Perpres No. 107 Tahun 2015 terkait pendanaan kereta cepat Jakarta-Bandung tidak menggunakan jaminan pemerintah dan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Begitupula dengan Perpres Nomor 3 tahun 2016, Rini menegaskan perpres itu bukan untuk kereta cepat, akan tetapi untuk percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional. Nantinya dalam proyek strategis negara dapat menjamin proyek.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.