Nelayan Jakarta yang tergabung dalam Kesatauan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendatangi Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur. Tujuannya menggugat Surat Keputusan Tata Usaha Negara Gubernur DKI Jakarta Nomor 2238 tahun 2014 tentang Izin Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.
Marthin Hadiwinata dari Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan mengatakan, keputusan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melanggar hak-hak nelayan kecil tradisional dan pelestarian lingkungan hidup pesisir Teluk Jakarta. Penerbitan SK telah melanggar prosedur hukum karena tak melalui sosialisasi kepada warga.
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang dan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil mengisyaratkan adanya proses partisipasi, keterbukaan, perlindungan lingkungan hidup, dan perlindungan nelayan kecil.
“Ketidaklayakan lingkungan proyek reklamasi sebenarnya sudah ditegaskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dengan diterbitkannya Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa proyek reklamasi tidak layak. Akan tetapi Kepmen dicabut melalui proses peradilan karena bertentangan dengan prosedur hukum administrasi,” kata Marthin ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (16/9).
Menurut Marthin, pembangunan reklamasi Teluk Jakarta membutuhkan sekitar 330 juta ton pasir untuk 5.150 hektare. Bayangkan dengan banyaknya pasir tersebut, berapa pulau yang akan tenggelam dan berdampak pada alam dan lingkungan sekitar. Tak hanya itu, ada pengakuan nelayan yang melihat kapal penyedot pasir di Kepulauan Seribu.
Ketua KNTI Jakarta Muhammad Taher mengatakan, selama Pulau G dibangun, nelayan tradisional di pesisir Jakarta sulit menangkap ikan di Teluk Jakarta. Pasalnya, area tangkapan dulu laut kini sudah dangkal karena pembuatan pulau itu. Padahal, ada 16 ribu nelayan di Jakarta dan pesisir utara Jawa Barat dan Banten yang bertumpu pada tangkapan ikan di Teluk Jakarta.
Lokasi Pulau G terletak di sebelah utara Mal Green Bay Pluit, Jakarta Utara. Pulau itu, menurut Taher, direklamasi menggunakan pasir di kawasan pesisir Banten dan Kepulauan Seribu. Tak hanya itu, sejak reklamasi pendapatan nelayan tradisional sekitar Rp 30 ribu perhari. Sementara ongkos melaut bisa mencapai Rp 300 ribu.
Sementara itu, Gubernur Jakarta Ahok mengatakan lebih baik digugat daripada berdebat di forum diskusi atau media massa. Masing-masing mempunyai argumentasi dan bisa dibuktikan semua di pengadilan. “Ini zaman demokrasi, jutru makin digugat makin bagus dan makin jelas. Kalau tidak ada gugatan malah terlalu liar,” kata Ahok.
Seperti diketahui, pendaftaran gugatan terhadap reklamasi Teluk Jakarta ini merupakan kali kedua. Sebelumnya, pada awal 2015, Jakarta Monitoring Network juga mendaftarkan gugatan serupa. Namun, dalam perjalanannya gugatan itu tak berlanjut.[*]