Selasa, Desember 3, 2024

MTI: Sulit Mengintegrasikan Moda Transportasi di Jakarta

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
- Advertisement -
Kereta Commuterline relasi Jakarta Kota-Tanjung Priok saat menunggu calon penumpang di Stasiun Jakarta Kota, Jakarta, Senin (21/12). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz/15.
Kereta Commuterline relasi Jakarta Kota-Tanjung Priok saat menunggu calon penumpang di Stasiun Jakarta Kota, Jakarta, Senin (21/12). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz/15.

Integrasi antar moda transportasi di Jakarta dinilai masih sulit. Pasalnya, sistem masing-masing moda transportasi yang ada kini tidak mendukung satu sama lain. Hal ini menyebabkan sulit untuk mewujudkan setiap transportasi yang ada di Ibu Kota untuk terintegrasi.

Sekretaris Jenderal Masyarakat Transportasi Indonesia, Ipoeng Poernomo, mengungkapkan saat ini ada 16 terminal bus yang berjauhan dengan sembilan stasiun kereta api. Bahkan kedua moda transportasi tersebut tidak mudah terjangkau dengan tiga bandara komersial di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

“Jalur Pelabuhan Tanjung Priok, misalnya, sampai sekarang tidak terkoneksi langsung dengan stasiun atau terminal. Karena itu, saya rasa ini menjadi pekerjaan berat untuk mengintegrasikan seluruh moda transportasi yang ada,” kata Ipoeng ketika ditemui di Jakarta.

Dia menjelaskan, untuk bisa menerapkan sistem yang terintegrasi, hanya ada beberapa wilayah di Jakarta yang bisa saling terhubung antar moda transportasi. Wilayah-wilayah itu seperti Stasiun Jatinegara, Manggarai, Jakarta Kota, Tanah Abang, Pasar Minggu, dan Tanjung Priok. Namun, untuk merealisasikan hal tersebut pemerintah membutuhkan dana besar.

“Nantinya sistem kereta api dengan angkutan darat bisa saling terhubung dalam bentuk transit oriented development (TOD). Kecuali Stasiun Kebayoran yang sulit diintegrasikan karena di kanan-kiri dikelilingi pasar,” ujarnya.

Menurut Ipoeng, integrasi antar moda harus segera dimulai saat ini juga. Sebab, pertumbuhan kendaraan pribadi jumlahnya terus meningkat setiap tahun. Sementara rasio pertumbuhan pembangunan jalan di Jakarta hanya 0,1%. Hal ini tentunya tidak sebanding dengan pertumbuhan kendaraan pribadi.

Berdasarkan data Masyarakat Transportasi Indonesia, saat ini terdapat 25 juta perjalanan per hari yang terdiri atas tiga juta kendaraan asli warga Jakarta, 600 ribu mobil tamu dari wilayah penopang Jakarta. Sementara sepeda motor yang masuk ke Jakarta mencapai 1,5 juta unit. Adapun empat juta orang per hari menggunakan KRL.

“Saat ini saja kecepatan maksimal kendaraan di Jakarta hanya 4 km per jam pada saat jam-jam sibuk. Jika ini dibiarkan tentunya akan memicu kemacetan yang semakin parah lagi. Belum lagi adanya proyek pembangunan infrastruktur yang belum selesai. Ini juga semakin menambah deretan kemacetan di Ibu Kota,” katanya.

Tito Dirhantoro
Tito Dirhantoro
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment
- Advertisement -

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.