Jakarta, 14/8 – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebut Indonesia mempunyai 22.000 hektare lahan yang dapat digunakan untuk memproduksi garam.
Sayangnya, meski sebagian telah berproduksi, kualitas garam yang dihasilkan tidak maksimal karena penggunaan teknologi yang kurang baik.
“Kami sudah menginvetarisasi, kita punya lahan 22.000 hektare yang bisa ditanami buat garam. Garam itu sudah sebagian dibuat, tapi tidak pakai teknologi yang bagus sehingga kualitasnya mungkin hanya 80 persen, seharusnya 94-97 persen,” katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Senin.
Luhut menyebut 22.000 hektare lahan garam itu tersebar di seluruh Tanah Air, terutama di Nusa Tenggara Timur yang memiliki hampir 15.000 hektare dan sisanya tersebar di Jawa, Madura dan Jeneponto (Sulawesi Selatan).
Luasan lahan garam itu dihitung berdasarkan status potensi baru dan yang telah ada.
“Itu sudah ada dan baru. Tadi Menteri Sofyan Djalil (Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional) juga sudah menjelaskan potensi daerahnya,” katanya.
Mantan menko polhukam itu menuturkan, karena Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah memiliki teknologi untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam, pemerintah ingin teknologi tersebut segera diterapkan.
Pemerintah bersama PT Garam (Persero) akan menyusun program mengenai rencana pengembangan dan implementasi program peningkatan produktivitas garam itu.
“Kami harap Selasa depan (22/8) sudah ada konsep berapa lama bisa mulai beroperasi dan kapan kira-kira kita bisa menghentikan impor. Juga berapa struktur biaya produksi garam agar petani tidak dirugikan,” jelasnya.
Luhut menambahkan, pengembangan 22.000 hektare lahan garam itu akan dilakukan secara paralel dengan melakukan modernisasi.
Kendati demikian, Luhut mengakui bahwa wilayah Indonesia timur akan mendapat prioritas karena kualitas air laut yang lebih baik dibandingkan di sekitar wilayah Jawa Tengah yang sudah banyak terkontaminasi.
“Mereka lagi hitung, nanti kita akan gabung PT Garam dengan rakyat. Rakyat itu yang petani kecil akan dibikin dalam kelompok koperasi supaya efisien dan dibikin perusahaan sendiri, terdaftar, punya sahamnya di situ,” katanya.
Libatkan rakyat Terpisah, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil mengatakan produktivitas garam dapat ditingkatkan dengan melibatkan masyarakat dalam produksi garam dengan kemitraan inti-plasma. Namun, ketersediaan lahan garam yang bagus menjadi poin utama yang harus dilakukan.
“Kalau pemerintah mau bikin lahan garam, atau siapa pun mau bikin tambang garam yang bagus, masyarakat akan dengan sukarela ikut,” katanya.
Skema tersebut telah berlangsung di Desa Bipolo, Kabupaten Kupang, NTT, di mana PT Garam membuat lahan seluas 400 hektare di mana masyarakatnya menawarkan diri untuk ikut serta dalam pengelolaan. Sistem tersebut ternyata membuat produktivitas garam menjadi tinggi.
“Di Bipolo itu begitu PT Garam membuat lahan garam, mereka melihat produktivitasnya tinggi, teknologinya lebih baik, masyarakat yang tadinya punya tanah marginal akan ikut serta sehingga lahannya bisa berkembang terus dan produktivitasnya meningkat,” terang Sofyan.
Pemerintah sedang berupaya melakukan ekstensifikasi lahan produksi garam. Diharapkan upaya tersebut dapat mengatasi masalah kelangkaan garam yang kerap terjadi sekaligus agar Indonesia dapat mengurangi impor garam. Program tersebut akan dikerjakan di bawah koordinasi Kemenko Kemaritiman.
(Sumber: Antara)