Kamis, Oktober 3, 2024

Membakar Sampah Bukan Solusi Tepat

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Ilustrasi. Pembakaran sampah
Ilustrasi. Pembakaran sampah

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menyatakan pemusnahan sampah dengan cara membakar bukanlah solusi yang tepat. Sebab, pembakaran (incinerasi) tersebut akan menimbulkan dampak yang besar bagi kesehatan masyarakat.

“Pemusnahan sampah dengan cara membakar bukanlah solusi tepat, bahkan sangat membahayakan kelangsungan kehidupan. Banyak permasalahan yang ditimbulkan pembakaran sampah dibandingkan manfaat yang dihasilkannya,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta Puput TD Putra ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (10/12).

Secara kasat mata, lanjutnya, volume reduksi yang dihasilkannya sangat menjanjikan. Akan tetapi secara tidak kasat mata dan dapat dibuktikan secara kimiawi, hasil pembakaran menimbulkan banyak senyawa kimia sangat beracun.

“Hasil emisi yang paling berbahaya pada pembakaran sampah heterogen ialah terbentuknya senyawa dioksin dan furan, sekelompok bahan kimia yang tak berwarna dan tidak berbau,” kata Puput. “Dalam molekulnya mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan klor. Pembakaran mengeluarkan gas metan yang sangat berbahaya dan ini mempengaruhi kualitas hujan (hujan asam).”

Dia menambahkan, pemusnahan sampah dengan cara membakar tidak hanya dilakukan oleh pemerintah, tapi juga oleh rumah sakit. “Ini kadang tidak terkontrol juga,” ujarnya.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), beberapa jenis limbah rumah sakit dapat membawa risiko yang lebih besar terhadap kesehatan, yaitu limbah infeksius (15% s/d 25%) dari jumlah limbah rumah sakit. Di antara limbah¬limbah ini adalah limbah benda tajam (1%), limbah bagian tubuh (1%), limbah obat-obatan dan kimiawi (3%), limbah radioaktif dan racun atau termometer rusak (< 1%).

Puput mengkhawatirkan pencampuran limbah medis dan non medis ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Sebab, pembuangan berbagai jenis limbah medis ke TPA sangat berbahaya karena limbah itu dapat didaur ulang oleh orang tak bertanggung jawab.

Dari pantauan Walhi, setiap hari rumah sakit menghasilkan 140 kg–400 kg sampah medis. Sampah medis tersebut kemudian diangkut oleh pihak ketiga ke tempat pengolahan akhir. Pengelolaan limbah B3 medis kepada pihak ketiga dikaitkan dengan biaya, efesiensi waktu, dan efektivitas sumberdaya. Sementara itu, mengelola limbah sendiri punya risiko lain, yaitu sisa sampah serta uji emisi dari pembakaran yang masih harus dipikirkan.

Selama ini prosedur dan persyaratan pengelolaan medis B3 padat, limbah medis B3 dibuang terpisah sesuai dengan ketetapan pemerintah melalui Kementerian Kesehatan No. 1204 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Karena itu, Walhi mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang pengelolaan limbah B3 medis kepada pihak ketiga. Opsi yang perlu dilakukan adalah rumah sakit melakukan pengelolaan sendiri limbah medis dengan peralatan yang mampu mengurangi efek lanjutan (asap).

Kemudian, para pemangku kepentingan (stakeholders) perlu duduk bersama dan memikirkan cara yang efektif agar limbah medis B3 dikelola dengan benar dan tidak diselewengkan oleh pihak ketiga. Tak hanya itu, perlunya pengawasan lebih intensif dari pihak terkait agar pengelolaan limbah B3 medis semakin tertata dengan rapi. Juga standarisasi dan sertifikasi pengelola limbah harus diuji dan dikontrol.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.