Menyusul kontrak karya PT Freeport Indonesia yang akan habis pada 2021, ada upaya oknum atau pihak-pihak tertentu yang ingin menggagalkan pemerintah Indonesia berkontribusi dalam mengelola PT Freeport Indonesia di masa yang akan datang. Hal tersebut diungkapkan Direktur Indonesia Resources Studies, Marwan Batubara, ketika ditemui di Jakarta.
Dia menjelaskan, sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014, PT Freeport Indonesia diwajibkan mendivestasikan sahamnya sebanyak 30%. Dengan besaran saham 30% itu, pemerintah Indonesia memiliki hak untuk turut mengelolanya. Karena itu, butuh pendanaan atau investasi cukup besar untuk bisa berkontribusi mengelola perusahaan asal Amerika Serikat tersebut.
Jika demikian, kata Marwan, pendanaan akan diambil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Nantinya dana dari APBN tersebut akan disalurkan kepada badan usaha milik negara (BUMN) seperti PT Antam dan perusahaan tambang negara lainnya. Dengan modal tersebut, BUMN diharapkan turut serta mengelola PT Freeport.
“Investasi ini memang harus ditingkatkan dan dipersiapkan sejak awal. Karenanya, harus ada PMN bagi BUMN yang turut mengelola Freeport. Namun, ada upaya pihak tertentu yang merekayasa untuk menggagalkan supaya PMN tidak disetujui dengan dalih membebani keuangan Negara,” katanya.
Dengan dalih demikian, lanjut Marwan, maka jalan satu-satunya adalah melalui penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO). Mekanisme pelepasan saham di pasar modal ini yang memang mereka inginkan. Hal tersebut dianggap merupakan jalan terbaik yang patut ditempuh oleh pemerintah.
Jika ini terjadi, Marwan menegaskan, akan sangat berbahaya dan tentu sangat merugikan Indonesia. Sebab, melepas saham yang seharusnya dimiliki pemerintah Indonesia ke pasar modal, yang akan membeli ialah pihak swasta. Bahkan bukan tidak mungkin pihak Freeport sendiri, melalui mitra ataupun anak usahanya.
“Pemerintah Indonesia akan kehilangan banyak manfaat dan keuntungan dari adanya kegiatan tambang PT Freeport jika langkah tersebut yang ditempuh. Tak hanya itu, dengan demikian, selama PT Freeport berdiri di Indonesia, pemerintah Indonesia tidak pernah turut mengelola lantaran tidak memiliki saham,” ujarnya.
“Akibat tidak adanya kehadiran pemerintah tersebut, praktik kotor penggelapan pajak, pencucian uang, dan ketidapatuhan menjalankan peraturan yang berlaku dalam kegiatan tambang itu nantinya akan semakin menjamur.”