Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan, defisit anggaran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2014 akan berlanjut di tahun 2015. Karena itu, pihaknya meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengevaluasi pelaksanaan jaminan sosial kesehatan.
“Segera dievaluasi, baik dari pemerintah maupun DPR, untuk merumuskan kebijakan ke depannya,” kata Diki perwakilan KPK dalam diskusi “Sustainable Social Security Financial” di Jakarta, Kamis (19/11).
Dia menjelaskan dari berbagai analisis yang dilakukan, ada tiga penyebab utama terjadi defisit anggaran dalam pengelolaan dana BPJS Kesehatan. Pertama, tidak pasnya antara perhitungan premi dan penerima manfaat, terutama untuk golongan peserta mandiri satu dan dua. Kalau di negara lain, perbedaan kelas ini tidak ada.
Kedua, lanjut Diki, terjadinya kesalahan baik error dan fraud (penyimpangan) pada dana kapitasi. Jadi, defisit bisa terjadi karena ada penyimpangan klaim. Ketiga, titik kelemahan jaminan sosial kita belum terbangun sistem pengawasannya.
“Sebenarnya belum ada institusi yang mengawasi penyelenggara jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan di Indonesia. Nah, penyimpangan ini belum banyak ditindak, baik di kesehatan maupun di ketenagakerjaan,” katanya.
Karena itu, peran negara dalam hal ini perlu menjamin program kesehatan berjalan sesuai dengan tujuan awal. Pasalnya, ini menyangkut hajat hidup seluruh warga negara. Jadi, KPK hanya mendorong kepada pemerintah dan BPJS untuk membangun pengawasan yang andal terkait medis maupun peserta BPJS.
Diki menambahkan, masyarakat umum dan kelompok pemerhati perlu serius mengawasi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, tentu banyak oknum-oknum yang memanfaatkan kondisi seperti ini.
KPK menilai sudah ada kebijakan membangun pedoman pencegahan penyimpangan di rumah sakit dari keputusan menteri. Akan tetapi masih ada titik kelemahan karena yang berperan di sana adalah BPJS Kesehatan dan rumah sakit. Kalau mereka yang menyelenggarakan dan ikut mengawasi, pasti ada konflik kepentingan.
“Perlu ada satu sistem, siapa yang mengawasi penyelenggara ini sehingga potensi penyimpangan bisa diminimalisasi,” kata Diki. “Bahkan negara maju sekalipun seperti di Eropa dan Amerika yang sudah 40 tahun mempunyai sistem keamanan yang bagus masih terjadi penyimpangan. Apalagi kita yang masih baru.”
Sementara itu, Koordinator BPJS Watch Indra Munawar mengatakan, BPJS Kesehatan mengaku ada defisit anggaran, akan tetapi tidak memperjelas defisitnya berapa kepada publik. Bahkan berapa persen pegawai neger sipil (PNS) daerah yang ikut membayar, kita tidak tahu sama sekali.
“Kalau defisit saja, BPJS Kesehatan sudah sibuk, tapi tidak pernah duduk bersama untuk membahas persoalan ini. Kalau defisit, kenapa enggak melibatkan semua orang, baik Apindo, serikat pekerja, pemerintah daerah, dan lembaga swadaya untuk turut bersama-sama mengumpulkan dana,” kata Indra.
Dia menambahkan, masih banyak pemerintah daerah yang belum mengikuti program BPJS Kesehatan. Seharusnya pemda ikut membantu program ini, sebab potensinya cukup besar.