Pengamat kebijakan publik dari Perkumpulan Prakarsa Ah Maftuchan mengatakan, kenaikan tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) harus diiringi dengan kinerja yang meningkat. Salah satunya indikatornya adalah memproduksi undang-undang atau legislasi.
“Kalau kita lihat DPR saat ini, khususnya memproduksi UU, ya kinerjanya belum memuaskan. Dari sisi itu tunjangan tidak dapat dinaikkan saat ini. Peningkatan itu belum bisa dilaksanakan, kecuali tahun ini dari seluruh program legislasi nasional (prolegnas), Dewan telah menyelesaikan 50% dari 39 UU,” kata Maftuchan ketika dihubungi di Jakarta.
Tak hanya itu, DPR punya tugas pengawasan terhadap kinerja pemerintah, baik di kementerian atau lembaga negara. Pelaksanaan program pemerintah tersebut harus dikritisi oleh DPR sehingga mencapai target program. Misalnya penyerapan anggaran oleh pemerintah yang rendah. DPR harus mempertanyakan kinerja pemerintah itu.
Namun dari sisi budgeting, DPR sudah melakukan tugas dengan baik. Mereka telah mensahkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015. Sekarang sedang memproses RAPBN 2016. Namun, dari ketiga tugas DPR itu hanya satu terpenuhi. Artinya kinerja DPR belum memuaskan.
Dia menambahkan, ketika DPR mendapat kenaikan tunjangan oleh pemerintah, di saat bersamaa DPR mengajak pemerintah untuk membahas kenaikan gaji para pejabat negara, termasuk presiden. “Tindakan ini seperti jual-beli kepentingan antara DPR dan pemerintah. Ini kongkalikong,” kata Maftuchan.
Kebijakan DPR dan pemerintah menaikan tunjangan, lanjut dia, akan berdampak pada anggaran lainnya. “Angaran negara untuk DPR yang terus meningkat akan menyebabkan pengurangan anggaran lainnya yang lebih penting. Apalagi pendapatan pemerintah menurun dan tidak mencapai target,” ungkapnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menegaskan kondisi ekonomi dunia sedang memburuk sehingga sangat tidak layak tunjangan untuk DPR dan pejabat naik. “Tidak hanya tunjangan untuk DPR, tapi tunjangan pejabat lainnya. Khusus untuk DPR tak layak naik karena kinerja mereka yang buruk, baik legislasi, pengawasn, dan penganggaran,” kata Donal.
Menurut Donal, kenaikan tunjangan DPR akan berdampak pada masyarakat. “Masyarakat akan semakin apatis terhadap anggota DPR,” kata Donal.
Sebelumnya, anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR Irma Suryani mengatakan, Kementerian Keuangan telah menyetujui kenaikan tunjangan bagi anggota DPR. Persetujuan itu, menurut Irma, dikirim melalui surat nomor S-520/MK.02/2015. Kenaikan tunjangan juga masuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2016.
Kenaikan tunjangan bagi anggota Dewan itu meliputi tunjangan kehormatan, tunjangan komunikasi intensif, tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran, serta bantuan langganan listrik dan telepon.
Selain anggota DPR, gaji presiden juga diusulkan naik. Usul itu datang dari politikus PDI Perjuangan, Trimedya Panjaitan. Trimedya mengatakan presiden seharusnya digaji paling sedikit Rp 200 juta per bulan. Besaran gaji itu sesuai dengan tanggung jawab dan kompleksitas masalah.[*]