Indonesian Corruption Watch menilai potensi terjadinya pelanggaran dalam gelaran Pemilihan Kepala Daerah serentak akan meningkat. Pasalnya, terdapat regulasi baru dalam proses pilkada tahun ini, yaitu penyelenggaraan pilkada yang berlangsung hanya dalam satu putaran.
“Pilkada yang hanya satu putaran bakal berdampak pada setiap calon kepala daerah yang turut serta dalam pilkada untuk mengerahkan seluruh kekuatan yang dimilikinya. Termasuk yang paling kerap terjadi yakni adanya politik uang kepada masyarakat pemilih,” kata Almas Sjafrina, peneliti Indonesian Corruption Watch, ketika ditemui di Jakarta, Senin (9/11).
Dia menjelaskan, politik uang dalam penyelenggaraan pilkada kerap dilakukan kepala daerah melalui tim suksesnya dengan cara membagi-bagikan uang ataupun sembako kepada masyarakat. Tujuannya agar masyarakat memilih calon kepala daerah tersebut. Namun, tim sukses calon kepala daerah itu biasanya tim sukses yang tidak resmi tercatat di Komisi Pemilihan Umum.
Selain itu, kata dia, potensi kecurangan yang akan marak terjadi dilakukan oleh inkumben atau kepala daerah saat ini yang kembali mencalonkan dirinya dalam pilkada. Kecurangan tersebut biasanya dilakukan dengan cara menggunakan berbagai fasilitas pemerintah untuk pencalonan dirinya.
Fasilitas pemerintah seperti adanya dana hibah dan dana bantuan sosial merupakan sektor yang paling rawan dijadikan kepentingan politik kampanye oleh para inkumben. Terbukti ada beberapa daerah menjelang penyelenggaraan pilkada, dana hibah dan dana bantuan sosialnya meningkat cukup signifikan.
Berdasarkan data KPU, ada peningkatan cukup signifikan dari dana hibah dan dana bantuan sosial di 10 daerah yang tercatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 10 daerah itu di antaranya Kabupaten Konawe Utara yang meningkat 1.884% menjadi Rp 4,8 miliar, Kabupaten Bangka Selatan naik 601,5% menjadi Rp 16,8 miliar.
Kemudian, di Kabupaten Labuhanbatu Utara naik 432,9% menjadi Rp 29,5 miliar, Kabupaten Kotabaru naik 270,7% menjadi Rp 33,8 miliar, Kabupaten Seluma naik 213,6% menjadi Rp 12,7 miliar, Kota Pematang Siantar naik 180,9% menjadi Rp 13 miliar, Kota Sungai Penuh naik 169% menjadi Rp 7,3 miliar, Kabupaten Pesawaran naik 168,4% menjadi Rp 19,7 miliar, Kota Manado naik 167,9% menjadi Rp 55,9 miliar, dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan naik 159,4% menjadi Rp 13,2 miliar.
Karena itu, menurut Almas, saat ini masyarakat sangat diperlukan memantau dan mengawal langsung pilkada tahun ini. Masyarakat berperan besar meminimalisasi pelanggaran-pelanggaran tersebut. Salah satunya dengan memanfaatkan pelaporan berbasis online melalui kawalpilkada.id.
“Masyarakat saat ini sudah sangat memiliki peluang lebar untuk berpartisipasi dalam pilkada. Masyarakat mempunyai posisi yang penting dan bisa melakukan banyak hal seperti melaporkan adanya kecurangan dengan mudah. Kalau dulu harus ke Panwaslu bawa barang bukti dan lain sebagainya, sekarang ini sudah bisa lewat online,” tuturnya.