Berlin, 9/8 – Jerman pada Rabu meminta China dan Rusia melarang Pyongyang melakukan kebijakan yang akan menyebabkan peningkatan gerakan militer di Semenanjung Korea setelah Korea Utara mengatakan mempertimbangkan melakukan serangan peluru kendali ke Guam.
“Tujuan pemerintah Jerman adalah menghindari peningkatan gerakan militer lebih lanjut dan untuk menyelesaikan sengekta di Pasifik utara secara damai,” kata juru bicara pemerintah Ulrike Demmer.
“China dan Rusia memiliki tanggung jawab khusus untuk melakukan semua yang mereka bisa untuk mencegah Korea Utara dari jalur peningkatan itu,” tambahnya.
Sebelumnya, Korea Utara mengatakan mempertimbangkan rencana serangan peluru kendali di wilayah Guam, Amerika Serikat, setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengatakan kepada Utara bahwa ancaman terhadap negaranya akan disambut dengan balasan.
Sebelum itu, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa memberlakukan sanksi baru terhadap Pyongyang.
Sanksi baru terhadap Pyongyang dapat memangkas sepertiga pendapatan ekspor tahunan Korea Utara yang mencapai tiga miliar dolar AS.
Korea Utara telah menjadi fokus perhatian internasional dalam beberapa bulan terakhir karena telah melakukan serangkaian uji coba rudal balistik, termasuk dua di antaranya di bulan Juli yang membantu mendorong aksi PPB.
Resolusi yang dirancang oleh AS melarang ekspor batu bara, besi, bijih besi, timah hitam, bijih besi, dan makanan laut Korea Utara. Rancangan resolusi ini juga melarang negara-negara meningkatkan jumlah pekerja Korea Utara yang bekerja di luar negeri, melarang usaha patungan baru dengan Korea Utara dan investasi baru dalam usaha patungan saat ini.
Washington mengancam akan melakukan tekanan perdagangan ke Beijing dan menjatuhkan sanksi kepada perusahaan China yang melakukan bisnis dengan Pyongyang. Pekan lalu, Trump menandatangani undang-undang seperangkat sanksi terhadap Korea Utara yang disahkan oleh Kongres AS.
Menteri Luar Negeri China sebelumnya mengatakan bahwa sanksi PBB baru terhadap Korea Utara adalah tanggapan yang tepat terhadap serangkaian uji coba rudal, namun dialog sangat penting untuk menyelesaikan masalah yang kompleks dan sensitif yang sekarang berada pada titik kritis.
Korea Utara telah menerima sanksi PBB sejak tahun 2006. Langkah-langkah baru, yang memperluas sanksi yang ada, merupakan respon terhadap peluncuran lima uji coba nuklir dan empat rudal jarak jauh.
Selain itu, Permasalahan Korea Utara juga menjadi pokok bahasan dalam Forum Regional ASEAN, pertemuan negara Asia Tenggara bersama 27 menteri luar negeri, termasuk mantan peserta dalam perundingan enam negara tentang Korea Utara, yang dihentikan, seperti, Rusia, Jepang, Amerika Serikat, China dan Korea Utara dan Korea Selatan.
Namun, Korea Utara menyatakan tidak akan menghentikan atau merundingkan program nuklir atau peluru kendali mereka.
Dalam salinan pernyataan Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho, yang dibagikan kepada media di Manila, Pyongyang menyebut hukuman baru PBB itu langkah palsu dan mengancam membalas dengan tindakan keras demi keadilan.
(Sumber: Antara/Reuters)