Sabtu, Oktober 5, 2024

Jakarta Telat Membangun Infrastruktur Transportasi

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
ANTREAN PANJANG-Antrean kendaraan yang panjang di pintu tol Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (6/10). ANTARA FOTO
Antrean kendaraan yang panjang di pintu tol Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (6/10). ANTARA FOTO

Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menilai kemacetan di Jakarta terus bertambah dari tahun ke tahun. Hal itu bisa dilihat dari kecepatan kendaraan bemotor di jalan-jalan Ibu Kota: 9 km/jam menjadi 4 km/jam.

“Kemacetan di Jakarta terus meningkat akibat pemerintah telat membangun infrastruktur transportasi dan telat bereaksi. Seharusnya Jakarta telah membangun infrasturktur 30 tahun yang lalu,” kata Sekretaris Jenderal MTI Soegeng Ipoeng Poernomo di Jakarta, kemarin.

Dengan demikian, tambah Ipoeng, macet di Jakarta terjadi pada semua permukaan jalan yang sama, baik itu angkot yang bobrok, Metro Mini, Kopaja, Ferrari, dan kendaraan bermotor. Seharusnya infrastruktur di Jakarta sudah masuk ke level tiga sehingga beban kemacetan dapat dibagi di berbagai tingkatan. Tapi yang terjadi, Jakarta masih di level satu atau permukaan darat yang sama.

Seperti diketahui, Japan International Cooperation Agency (JICA) telah melakukan perencanaan pembangunan transportasi Jakarta dengan berbasis rel dari pinggiran Jakarta hingga pusat kota puluhan tahun yang lalu. “Kita kepung Jakarta seperti sarang laba-laba, bahkan rail way sampai Parung. Kalau itu terlaksana, maka Jakarta akan berbeda dari hari ini,” kata Ipoeng.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko mengatakan, transportasi massa berbasis rel merupakan solusi untuk mengurai kemacetan Jakarta. Pasalnya, kereta memiliki daya angkut banyak dan anggaran perawatan jalurnya lebih murah dibandingkan angkutan jalan.

Contohnya, kapasitas kereta ekonomi dalam sekali perjalanan bisa mencapai 1.250 orang. Sedangkan, kapasitas bus rata-rata hanya mencapai 40 penumpang dalam sekali perjalanan. “Sekali perjalanan kereta api kelas ekonomi saja setara dengan perjalanan 31 unit bus,” ujar Hermanto.

Dari segi biaya perawatan, lanjut dia, kereta api hanya memerlukan anggaran sebesar Rp 150-200 juta per tahun. Sementar itu, biaya perawatan angkutan jalan mencapai Rp 200-300 juta per tahun. Karena itu, pihaknya berupaya menarik masyarakat menggunakan kereta api.

Upaya tersebut, misalnya, dengan memberikan subsidi atau public service obligation (PSO). Dengan pemberian PSO, masyarakat diharapkan menggunakan kereta api di Jakarta dan menjadi pilihan transportasi.

Menurut data MTI, jumlah penumpang yang dapat diangkut menggunakan commuter line mencapai 600 ribu orang dengan 884 jumlah perjalanan. Sedangkan jumlah warga Bogor, Depok, Bekasi, dan Tangerang yang berangkat kerja di Ibu Kota per harinya mencapai 6.962.000 orang.

Reja Hidayat
Reja Hidayat
Reporter GeoTIMES.
Facebook Comment

ARTIKEL TERPOPULER

Log In

Forgot password?

Don't have an account? Register

Forgot password?

Enter your account data and we will send you a link to reset your password.

Your password reset link appears to be invalid or expired.

Log in

Privacy Policy

Add to Collection

No Collections

Here you'll find all collections you've created before.